Lu Zhenhua menyuruh Ruping mengantarkan uang 300 yuan ke rumah Yiping. Tapi Ruping takut kalau Yiping akan menolak uang itu. Ayahnya menyarankan agar mencari cara supaya uang itu tidak ditolak.
Erhao menyahut mungkin saja Yiping dan ibunya sudah tak memerlukan uang dari ayahnya lagi.
Lu Zhenhua : “Apa maksudmu. Seorang gadis 19 tahun bisa mendapatkan pekerjaan seperti apa? Kau saja yang tak becus!
Erhao menjawab Yiping tak akan mati kelaparan. Kalau Yiping kelaparan sudah lama ia menyerah.
Xueqin ikut berbicara kalau Erhao sudah kesulitan waktu mengantarkan uang itu ke tempat Yiping. Kalau uang itu tak ditrima, apa bisa memaksa Yiping? Ia belum pernah melihat orang yang mengantarkan uang di usir dari rumahnya. “Putrimu ini hebat sekali!”
Lu Zhenhua : “Benar putriku ini sangat hebat dia seekor macan kumbang kecil! Taringnya tajam juga punya cakar. Kalian tak bisa melawannya!”
Xueqin : “Kalau Yiping itu macan kumbang kecil lalu Ruping dan Mengping itu apa? Kucing? Untuk apa menyuruh Ruping mengantarkan uang itu? kenapa tidak mengirimku saja!”
Tapi Lu Zhenhua menolaknya, ia tak setuju usul istrinya.
Lu Zhenhua : “Bertahun-tahun Wenpei dan putrinya hidup menderita. Tiap bulan mengambil uang untuk biaya hidup dan mereka masih harus melihat wajahmu yang judes! (hahaha) Kita tak boleh menyulitkan Yiping lagi!”
Xueqin tak terima memangnya dia suka menyulitkan Yiping? bukankah tiap kali Yiping datang ia memanjakannya, memotongkan buah untuknya, mengirim kue. Dia yang selalu berwajah masam ketika bertemu dengannya.
Xueqin : “Bukankah malam itu kau yang memcambuknya. Aku tak menyentuhnya sehelai rambutpun!”
Lu zhenhua meminta tak usah membahasnya lagi.
Xueqin diam ia melanjutkan makannya.
Ruping mengatakan kalau ia akan segera mengantarkan uang kiriman ayahnya ke rumah Yiping. Marah atau tidak ia akan membujuk Yiping untuk menerima uang itu.
Ruping : “Bagaimanapun juga dia adalah kakakku!”
Lu Zhenhua mengangguk setuju. Xueqin kesal mendengarnya.
Erhao berpamitan. Ia segera berangkat. Ia Tak lupa mendoakan semoga Ruping beruntung.
Ruping ke rumah Yiping. ia menyerahkan uang kiriman ayahnya. Sudah bisa ditebak Yiping pasti menolaknya.
Ruping : “Kau boleh tak peduli pada niat baik ayah, tapi kau tak berhak melarang Bibi Pei menerima niat baik ayah. Terimalah uang ini. Ini lebih baik dari pada kau kerja mati-matian!”
Ruping bertanya pada Wenpei bukankah Wenpei juga mencemaskan Yiping yang bekerja sampai larut malam?
Wenpei diam tak menjawab. Ia hanya menatap Yiping.
Yiping : “Kau jangan membujuk ibuku. Aku sudah bersumpah saat di cambuk, kalau aku tak akan menerima uang dari keluarga Lu, sekarang tekadku masih sama. Ambil kembali uang ini. Aku tak menginginkannya. Aku tak ingin kalian mengurusiku. Hidupku baik atau buruk, aku pasrah. Ibuku juga, dia harus ikut pasrah denganku. Jika dia tak peduli pada perasaanku berarti dia tak peduli padaku!”
Wenpei meminta Yiping jangan bicara lagi. Ia juga meminta Ruping membawa kembali uang kiriman ayahnya, tak usah menecemaskannya karena Yiping sudah hidup mandiri.
Ruping : “Kemandirian Yiping sangat pahit, dia harus meninggalkan pekerjaan itu. Yiping juga harus menyiapkan pelajaran agar bisa ikut ujian masuk perguruan tinggi dia berbakat bisa barmain piano dan menyanyi!”
Yiping : “Cukup jangan bicara lagi! cepat bawa kembali uang itu!”
Ruping : “Jelas-jelas kau perlu uang, kenapa tak mau menerimanya. Sikapmu ini hanya akan merugikan dirimu dan Bibi pei!”
Yiping : “Sikapku begini memangnya kenapa? Itu urusanku! Kurasa yang kau khawatirkan bukanlah penderitaan kami melainkan kehormatan keluargamu!”
Ruping mulai marah, “kau tak bisa diajak bicara. Kau ingin aku mengatakannya.”
Yiping langsung memotong pembicaraan Ruping, “Tak usah. Cukup kau bawa kembali uang itu dan tinggalkan rumah ini.”
Ruping menjelaskan kalau ia hari ini disuruh ayahnya untuk mengantar uang. Tugasnya sudah selesai. Terserah Yiping mau menerima uang itu atau tidak. Kalau tak menerimanya lebih baik Yiping sendiri yang mengembalikannya pada ayah.
Ruping langsung pergi meninggalkan rumah Yiping. Ia tak peduli teriakan Yiping yang memanggil namanya.
Di rumah keluarga Lu, Shuhuan dan Du Fei sedang berkunjung.
Du Fei memperlihatkan foto-foto pesta ulang tahun Ruping. ia memuji kecantikan Ruping saat ulang tahun.
Mengping ikut melihat. Ia juga memuji kakaknya. Ia melihat foto shuhuan dan berkomentar kalau senyum Shuhuan sangat konyol. Ia memperlihatkan foto shuhuan pada orangnya.
Shuhuan melihat foto itu dan berkomentar kalau ia paling takut di foto. Setiap kali di foto hasilnya tak alami.
Shuhuan berniat merobek foto itu tapi Ruping mencegahnya.
Menurut Ruping foto itu bagus. Setiap kali tersenyum Shuhuan memang begitu agak dungu,bodoh dan kekanak-kanakan kata Ruping sambil tertawa.
Shuhuan : “Ruping,Kau memuji atau meledekku!”
Semua tertawa.
Xueqin datang membawakan minuman.
Xueqin : “Shuhuan, ayahmu sudah lama menjadi diplomat. Sudah pernah pergi ke Inggris dan Amerika. Keluargamu tak minum teh hanya minum kopi. Ini kopi yang sengaja kubelikan untukmu. Di Shanghai tak ada kopi yang enak, ini kopi Amerika. Jika tidak terbiasa akan kubuatkan kopi Italia!”
Xueqin terus mengoceh tentang kopi. Disaat yang sama Yiping muncul. Shuhuan kaget melihatnya. Yiping mendengar semua ocehan Xueqin.
Mengping menghentikan ocehan ibunya dan mengatakan kalau Yiping datang. Ia mengambil minuman yang dibawa ibunya dan menaruhnya di meja.
“Oh tamu tak diduga, kupikir seumur hidup tak akan datang lagi!” ujar Xueqin sinis.
Yiping diam saja. Shuhuan dan Du Fei langsung berdiri melihat Yiping.
Erhao yang memperhatikan langsung mengahampiri Ruping.
Lu Zhenhua menghentikan isapan cerutunya.
Yiping berjalan menuju tempat duduk ayahnya. Mereka berdua bertatapan. Kemudian Yiping mengeluarkan amplop berisi uang yang kemarin di bawa Ruping. ia langsung menaruh uang itu di meja dekat ayahnya duduk. Tanpa sepatah kata pun Yiping langsung berbalik segera pergi.
Melihat Yiping langsung pergi begitu saja Lu Zhenhua memintanya berhenti. Yiping langsung berhenti. Ia berbalik memandang ayahnya.
Lu Zhenhua : “Kesombonganmu harus berhenti sampai di sini. Antara ayah dan putrinya tak boleh ada dendam. Aku memukul dan memakimu itu semua masa lalu. Biarlah semua berlalu. Kita tetap sedarah.”
Lu Zhenhua menyuruh Yiping untuk duduk dan mengatakan kalau sekarang di rumahnya ada tamu. “Ngobrolah dan minum kopi bersama.”
Lu Zhenhua memperkenalkan Yiping kepada Shuhuan dan Du Fei, “Barangkali kalian belum bertemu, ini putriku yang lain. Yiping.”
Du Fei hampir saja mengatakan kalau dia sudah mengenal Yiping. Tapi Shuhuan mencegahnya dan mengatakan kalau ia sangat senang bisa berkenalan dengan Nona Lu (Yiping)
Yiping tersenyum mendengarnya, “Ramai sekali sedang merayakan apa?” tanya Yiping. Ia berjalan ke meja melihat foto ulang tahun Ruping.
“Ruping, ini foto ulang tahunmu? meriah sekali! Kue ulang tahunnya juga besar. Banyak sekali lilinnya!”
Ruping hanya tersenyum mengangguk.
“Hari itu kami menyalakan 83 lilin.” sambung Du Fei dengan semangat.
“Tahukah kau, saat Ruping berumur 83 tahun nanti itu tepat tahun 2000. Kita akan merayakannya. Jadi kita memiliki janji pertemuan dengan Ruping di abad 21.” Du Fei terus nyerocos. Ia berhenti ketika Shuhuan menyenggolnya untuk berhenti bicara.
“Pertemuan di abad 21 sangat romantis!” Sahut Yiping. “Tanggal 18 Mei kan?”
Mendengar itu Lu Zhenhuan sadar kalau Yiping juga lahir di bulan yang sama, “Yiping kau juga lahir di bulan mei!”
“Ingat ya?” Sahut Yiping sambil berbalik memandang ayahnya.
“Di sini ada tamu aku tak akan mengganggu. Uang ini ku kembalikan. Kau bisa melupakan kata-kata yang kau ucapkan padaku. Tapi aku tak bisa melupakannya. Aku tak berani mengambil uangmu karena waktu itu aku sudah menarik garis batas dengan keluarga di sini. Kata-kata yang kucapkan masih kuingat. Aku bukan lagi putrimu, aku tak berani menerima biaya hidup darimu. Biarkan aku memiliki harga diri dan kehormatanku. Jangan pernah menyuruh orang untuk menggangguku dan ibuku lagi!” ucap Yiping kemudian berbalik hendak pergi dari sana.
Lu Zhenhua marah. Ia berdiri dan meminta Yiping untuk kembali. “Mana ada anak yang tak mengakui ayahnya! Kurang ajar!”
Tapi Yiping terus berjalan tak menghiraukannya. Lu zhenhua mengejar dan menarik lengan Yiping.
“Mau ambil cambuk lagi? biar aku yang ambil.” Sahut Erjie sambil berlari berniat mengambil cambuk. Tapi Erhao langsung menghentikan adik kecilnya itu.
“Kau masuk ke sini tak ada satu pun kata ‘ayah’ terucap dari mulutmu, putri tak berbakti seperti ini berani bicara harga diri dan kehormatan di depanku. Apa tak takut aku akan mematahkan tulangmu dan membunuhmu?” kata Lu Zhenhua berteriak sambil mengguncangkan tubuh Yiping.
“Tempo hari aku hampir mati hanya karena ingin meminta uang. Hari ini kau akan membunuhku juga karena uangmu ku kembalkan. Apa maumu?” Yiping turut berteriak. “Minta uang salah mengembalikan uang juga salah. Kalau mau memberi ya beri kalau tidak ya tidak usah, kehidupan yang penuh keterpaksaan dan penghinaan seperti ini apa aku tak punya hak untuk menolaknya. Kalau begitu pukul dan bunuh saja aku!”
“Kau pasti mati!” Ucap Lu Zhenhua tambah marah.
Shuhuan dan Du Fei berusaha menahan Lu Zhenhua yang sedang marah, ”Paman Lu jangan marah, kita bicara baik-baik saja. Jangan terbawa emosi!”
Erhao dan Ruping juga menasehati ayahnya agar menuruti kemauan Yiping. Bukankah Shuhuan dan Du Fei sedang bertamu, begitu ayahnya marah semua kesenangan jadi hilang.
Lu zhenhua menatap semuanya dengan kesal. Ia mendorong Yiping dengan keras dan membuat Yiping terjatuh menyenggol kopi yang ada di meja dan memecahkan gelasnya. Kopi itu tumpah meneganai wajah dan tubuh Yiping.
“Fotonya kotor!” sahut Mengping.
Shuhuan menolong membangunkan Yiping. Wajah Yiping basah terkena kopi.
Xueqin kesal dan berteriak kalau karpetnya kotor, “Cepat bereskan!”
“Yiping, kalau kau mau datang lebih baik telepon dulu supaya kami punya persiapan. Tiap kali kau datang selalau terjadi keonaran!” Xueqin memarahi Yiping.
Xueqin menyuruh Ruping membawa Shuhuan ke dapur dan meminta membuatkan kopi kembali.
Bukannya menuruti apa yang disuruh ibunya Ruping malah mengajak Yiping ke kamarnya untuk ganti baju.
Yiping menurut, ia mengikuti Ruping.
Di kamar Ruping, Yiping membersihkan wajahnya dengan tisu. Ruping membuka lemarinya dan menawarkan baju-bajunya untuk dipakai Yiping.
Yiping duduk di atas tempat tidur Ruping. Matanya tertuju pada satu arah. Ia melihat sebuah album foto.
Yiping mangambilnya. Ia mulai membuka isi album foto milik Ruping. Betapa kagetnya Yiping ketika melihat isi album itu satu demi satu. Album foto yang berisi foto Ruping dan Shuhuan.
Melihat Yiping membuka album foto miliknya Ruping segera merebutnya dan bertanya kenapa membolak-balik barang orang lain. Kemudian Ruping menaruh album fotonya di bawah bantal.
Yiping melihatnya dengan penuh curiga, “Ternyata He Shuhuan itu pacarmu?” Tebak Yiping.
“Kalau ya memangnya kenapa?” Sahut Ruping. “Kau mau ganti baju atau tidak?”
“Simpan saja bajumu aku tak mau!” jawab Yiping sambil berlalu dari hadapan Ruping.
Di ruang tamu semua sedang membersihkan sisa-sisa kotoran kopi tadi.
Xueqin berjalan mondar-mandir. Ia kesal pada Yiping dan meminta Shuhuan jangan kaget atas ulah yang dibuat Yiping, “Tak ada yang tahan dengan sifat emosinya. Sejak kecil dia ikut ibunya entah bagaimana dia dididik ibunya!”
Yiping muncul, ia berjalan menuruni tangga. Semua melihatnya. Ia mendengar dirinya dibanding-bandingkan dengan Ruping.
Yiping turun dari tangga berlajan mengambil tasnya dan memandang Xueqin, “Orang yang tak punya pendidikan ini mau pergi dulu!”
Yiping berlari keluar dari rumah ayahnya.
“Yiping aku ikut!” Teriak Shuhuan sambil berlari mengejar Yiping.
“Shuhuan, bukankah kau mau makan di rumah kami!” teriak Erhao tapi Shuhuan tak menghiraukannya.
“Yang seharusnya tak datang malah datang. Yang seharusnya tak pergi malah pergi!” Ujar Erhao
Mendengar itu Du Fei jadi tak enak hati. Ia mohon diri akan pulang. Ia beralasan akan menulis naskah.
Erhao berusaha mencegah Du Fei. Ia mengatak kalau Bibi Zhang sudah memasakan makanan.
Du Fei hanya menjawab ia khawatir kalau yang tak seharusnya tinggal masih tetap tinggal di sini.
Ruping muncul. Ia berdiri mematung di tangga melihat kepergian Shuhuan yang mengejar Yiping.
Xueqin heran : “Shuhuan itu kenapa? bukankah dia sedang bertamu di rumah kita kenapa ikut pergi bersama Yiping apa dia kesurupan! Ruping cepat kejar dia!”
Ruping diam saja. Ia tetap mematung melihat kepergian Shuhuan yang mengejar Yiping.
Yiping terus berjalan dengan cepat. Ia sampai di sebuah taman. Shuhuan terus mengejarnya.
Shuhuan meminta Yiping agar berjalan lebih pelan. Sambil terus barjalan dengan cepat Yiping bertanya, kenapa Shuhuan mengikutinya keluar dari rumah keluarga Lu. Kalau shuhuan keluar siapa yang akan meminum kopi Amerika, kopi Italia, kopi India, kopi Jawa (kopi Jawa sampe di sebut-sebut ya hehehe)
Yiping menyuruh Shuhuan untuk kembali ke rumah keluarga Lu tak usah mengejarnya.
Shuhuan : “ Aku sudah keluar dari sana untuk apa kembali.”
Shuhuan menanyakan keadaan tangan Yiping ada yang melepuh tidak. Yiping hanya menjawab Shuhuan tak perlu mencemaskannya.
Shuhuan terus mengejar Yiping terus bertanya, “Apa kau marah padaku?” Yiping menjawab dia tak berhak marah pada Shuhuan.
“Tapi kau memang sedang marah!” Kata Shuhuan. Akhirnya shuhuan mengerti tentang kondisi keluarga Lu. Kemarahan Yiping pada ayahnya. “Tapi kau bukan marah padaku kan ?”
Yiping terus berjalan cepat malah berlari. Shuhuan terus mengejar. Mereka berdua kejar-kejaran. kayak film India hahaha
Shuhuan terus memanggil. “Yiping, dengarkan aku!”
Yiping berhenti,
“Kau jangan terus mengikutiku. Kembalilah ke keluarga Lu. Bibi Xue, Erhao dan Ruping sedang menunggumu. Sampai hari ini aku baru mengetahuinya. Kau ini ternyata pacarnya Ruping. Calon menantu yang disukai Bibi Xue!”
Shuhuan kaget mendengarnya sambil menarik lengan Yiping ia bertanya kata siapa.
“Kau mau menyangkalnya? Kalau memang bukan kenapa Bibi Xue sampai menuangkan teh dan kopi untukmu. Kalau tak benar juga, dari mana datangnya foto yang berpeluk-pelukan seperti itu!"
“Foto berpelukan apa?” Tanya Shuhuan masih belum paham.
“Kau masih berani menyangkalnya? Memangnya foto seperti itu bisa dipalsukan? Aku sudah melihatnya sendiri. Ruping sangat menyanyangi foto itu. Dia menyembunyikannya di bawah bantal. Mungkin setiap hari dia membolak-balik melihatnya!”
Shuhuan berfikir sejenak. Kemudian ia menyadari. “Apa maksudmu foto ketika kami jalan-jalan ke luar kota? ‘foto kebetulan’ dan ‘foto terakhir sebelum dirampok’ dan juga ‘foto seluruh keluarga’. Ada cerita di balik semua foto itu.”
“Ternyata foto itu semuanya memiliki judul dan kisah. Kau tak perlu menjelaskannya!” teriak Yiping. “Aku tak berminat mengetahui urusanmu dengan Ruping. Aku juga tak mau mendengarnya.” Yiping berlalu dari hadapan Shuhuan.
Yiping berhenti menenangkan hatinya. Shuhuan kembali menghampiri sambil menatap Yiping.
Shuhuan : “Apa kau cemburu?”
Yiping : “Aku cemburu? Terserah kau mau mengejar siapa yang kau sukai. Tapi sebaiknya tentukan sasaranmu jangan mendua seperti itu.”
Shuhuan tersenyum mendengarnya.
Yiping melanjutkan kata-katanya, “Ruping itu putri Bibi Xue. Pendidikannya bagus, sifatnya juga bagus, keturunannya bagus latar belakang keluarganya juga bagus. Menurutku kau pilih saja Ruping.”
Yiping berjalan meninggalkan Shuhuan. Tapi shuhuan terus mengejarnya. Yiping menghindar kesana kemari. Shuhuan mencegatnya dan meminta Yiping mendengarkan penjelasannya.
“Sampai hari ini aku baru tahu ayahmu seorang diplomat. Kelihatannya latar belakang keluargamu sudah diteliti oleh Bibi Xue. Dia sudah memilihmu. Yang aku tak paham sudah berapa lama kau berhubungan dengan Ruping. Kalau sudah ada Ruping kenapa kau menggangguku?” Ucap Yiping pelan hampir menangis.
Shuhuan menarik Yiping ke dalam pelukannya. Yiping kaget.
Shuhuan : “Semua yang dimiliki Ruping memang bagus, tapi di dalam hatiku hanya ada seorang Yiping.”
Shuhuan melepaskan pelukannya. Ia menatap yiping. Mata mereka bertatapan dan .... Sensor...
Shuhuan mencobanya sekali. Tak ada penolakan dari Yiping. kemudian Shuhuan mencium Yiping kembali lebih lama dari sebelumnya.
Malam hari di rumah Yiping seperti biasa ia duduk di depan mejanya. Ia kembali menulis buku hariannya.
"Hari ini aku punya penemuan besar ‘disana’. He Shuhuan ternyata pacarnya Ruping. Bibi Xue sangat menyukainya. Aku sangat terpukul. Shuhuan lalu mengejarku sampai ke taman. Aku tahu aku harus menolak semua pertanda cintanya. Tapi jika aku merebut Shuhuan bukankah suatu kebetulan aku bisa balas dendam pada Bibi Xue? Haruskah aku berbuat seperti itu? Rasanya aku kurang adil.”
Yiping bergumam kalau aku menulis seperti ini apakah aku bersama shuhuan hanya karena ingin membalas dendam?
Yiping kembali menaruh buku hariannya ke laci meja. Ia beranjak dari kursi mendekati jendela. Ia memandang langit melalui jendelanya. Dalam batin Yiping mengatakan sambil tersenyum “He Shuhuan sungguh membuatku tak bisa menolak.”
Di Da Shanghai Yiping mulai menyanyi kembali. Shuahuan melihatnya sambil tersenyum. Semua berdansa. Lagunya juga romantis.
Hau siang hau siangShuahuan melihatnya sambil tersenyum. Ia menikmati lagu yang dinyanyikan Yiping.
Yiping menyelesaikan nyanyiannya dengan baik semua tepuk tangan tak terkecuali Shuhuan.
Shuhuan tepuk tangan sambil terus tersenyum.
Du Fei menemui Ruping di kampus. Ia ingin menghibur Ruping karena akhir-akhir ini ia sering melihat Ruping bersedih.
Du Fei memasuki sebuah ruangan. Ia berpapasan dengan seorang mahasiswi.
“Kau mau mencari Ruping ya?” Tanya mahasiswi itu.
Du Fei mengangguk.
“Ruping, ada yang mencarimu!” teriak mahasiswi itu.
Ruping keluar menghampiri Du Fei dan bertanya kenapa Du Fei datang? Memangnya tak kerja?
“Aku baru selesai mencari berita, jadi sekalian datang mencarimu.”
Du Fei melihat jam tangannya. “Sudah hampir jam 5 apa masih ada perkuliahan?” Tanya Du Fei karena ia berencana mengajak Ruping makan malam. hari ini ia gajian.
“Cepat lihat! cepat lihat! Tiba-tiba ada yang berteriak.
Ruping bertanya pada salah satu mahasiswa yang terburu-buru, “ada apa?”
“Zheng Haisheng, mahasiswa jurusan pemerintahan mencoba bunuh diri di atas panggung penaikan bendera.”
“Apa? Aku mau lihat!” Kata Du Fei.
“ Aku juga!” seru Ruping.
Mereka mengikuti mahasiswa yang terburu-buru ingin menyaksikan seorang mahasiswa yang berniat bunuh diri.
Di depan kampus seorang pemuda menggenggam pisau.
“Hidup China. Kalahkan penjajah. Kalahkan imperialisme Jepang! Bangkit... bangkit... bangkit..!” teriak pemuda yang bernama Zheng Haisheng.
“Teman-teman sekalian, apa kalian tak merasa sedih melihat keadaan China sekarang ini? Lihat Manchuria sekarang sudah menjadi Manchukuo! Lihatlah orang Jepang yang membangun perkampungan di luar Harbin. Tanah kita di duduki bangsa Jepang, dipecah-pecah oleh kekuatan seperti semangka. Bahkan Shanghai disewakan pada Inggris dan Perancis. Di manakah kehormatan bangsa kita? Negara kita sedang sakit, tapi sebagian rakyat masih hidup dalam mimpi. Di Shanghai masih tetap riuh dengan nyanyian dan tarian. Fenomena yang kacau ini, apa kita masih mau menerimanya!”
Du Fei dan Ruping mendengarkan Zheng Haisheng berorasi hehehe.
“Hari ini aku akan menggunakan darah segarku untuk menarik perhatian seluruh negeri. Orang China bangkitlah jangan mau jadi orang tua yang sakit!”
“Bangkitlah selamatkan China. Kalahkan imperialisme Jepang!”
Semua mengikuti apa yang diucapkan Zheng Haisheng.
“Kita harus berperang! Harus melawan! Tak boleh duduk dan menunggu. Kita harus menggunakan darah segar kita untuk menyadarkan orang China.”
“Aku pergi. Hidup China!” Ucap Zheng Haisheng sambil bersiap menusukkan diri dengan senjata tajam yang di bawanya.
Semua berteriak sambil maju mendekati. ”Jangan gegabah letakkan pisau itu!”
Sadar kalau ada yang bergerak maju. Zheng Haisheng mengibaskan pisaunya kesana kemari agar tak ada yang mendekat.
“Bikin marah saja.” Du Fei mulai kesal. Ia berjalan menuju atas panggung. Ruping memandang cemas.
“Letakan pisaunya!” perintah orang-orang di bawah panggung.
Du Fei sudah di atas panggung. Ia berusaha mencegah pemuda itu bunuh diri.
“Justru karena mahasiswa seperti kaulah China jadi sakit. Kembalikan pisaunya padaku!” sahut Du Fei meminta pisau itu.
“Apa katamu ? kau bilang apa? jangan mendekat! aku bunuh kau!” kata Zheng Haisheng sambil mengarahkan pisau kehadapan Du Fei.
“Kalau berani bunuh saja.” Tantang Du Fei. “Kau tak bisa membunuh orang jepang, tak bisa membunuh bangsa imperialis. Karena itu kau mau membunuhku dan membunuh dirimu sendiri. Hebat sekali kau.”
“Kalau semua mahasiswa sepertimu. Siapa yang akan menolong China!” Lanjut Du Fei sambil mendekat ke arah Zheng Haiseheng.
“Jangan mendekat! kita akan mati bersama.”
Semua kaget mendengarnya.
“Ayo bunuh aku. Kita akan mati sama-sama!” Du Fei kembali menantang.
“Saat negara sakit kau tak menolong, malah mau bunuh diri. Kau payah sekali. Aku marah padamu!” kata Du Fei. “Berikan pisaunya!” Du Fei berusaha merebut pisau itu.
Ruping cemas melihatnya. Ia berdoa memohon pertolongan.Du Fei terus merebut pisau itu. Kameranya terjatuh. Dan sretttt.... pisau itu melukai lengan Du Fei.
Semua berteriak ketakutan.
Zheng Haisheng juga terlihat ketakutan.
Du Fei memerintahakan untuk cepat merebut pisau itu.
Setelah melukai Du Fei, Zheng Haisheng hanya diam tak bergerak. Ia tak percaya kalau dirinya sudah melukai orang.
Pisau berhasil diamankan. Yang lain langsung menghampiri Du Fei menanyakan keadaannnya. Du Fei menjawab kalau ia tak apa-apa.
Melihat luka yang dialami Du Fei, Zheng haisheng terduduk lemas.
“Namaku Du Fei, aku beri tahu perang cepat lambat akan datang. Kalau kau jantan kita berperang bersama!”
Zheng haisheng kaget mendengarmya. Ia sadar sudah berbuat keliru. Ia menutupi wajahnya.
Semua tepuk tangan mendengar penyataan Du Fei.
Mahasiswa lain menyarankan agar Du Fei segera di bawa ke klinik.
Ruping menghampiri Du Fei. Ia melihat luka yang ada di lengan Du Fei dan mengatakan Ia hampir pingsan melihat luka itu.
“Pingsan karena aku?” tanya Du Fei, “Kalau begitu darahku harus lebih banyak mengalir.” Hahahaha
Setelah membawa Du Fei ke klinik, Ruping membawanya pulang untuk beristirahat.
Ruping bertanya bagaimana keadaan Du Fei “Apa kepalamu pusing? Apa matamu berkunang-kunang? Keluar keringat dingin? berasa ingin muntah?
"Ya kepalaku pusing." Kata Du Fei sambil tiduran di kursi “Semua tampak kabur dan rasanya ingin muntah.”
Ruping cemas mendengarnya. Ia menyarankan Du Fei untuk segera ke rumah sakit memeriksakan lukanya.
“Aku temani kau kerumah sakit. Kenapa Shuhuan tak ada? Ayo kita pergi ke UGD. Celaka uangku sepertinya kurang.” sahut Ruping cemas dan ia berencana menelpon Erhao untuk segera mengantarkan uang.
Du Fei mencegahnya dan mengatakan ia tak apa–apa. Ia hanya berpura-pura. Ia senang melihat Ruping mencemaskannya. “Aku hanya menggodamu.” kata Du fei sambil cengengesan.
Ruping berniat meminumkan obat pada Du Fei tapi di sana tak ada air matang. Ia memeriksa termos ternyata termos itu kosong.
Ruping meminta Du Fei jangan terlalau banyak bergerak. Ia akan memasak air agar Du Fei bisa minum obat. Tapi Du Fei mencegahnya karena masak air terlalu repot dan meminta lebih baik Ruping menemaninya ngobrol. Ia menjamin itu akan lebih efektif dari pada harus minum obat.
“Aku ingin bicara sesuatu denganmu.” ujar Du Fei.
Ruping menurut, ia duduk berhadapan dengan Du Fei dan bertanya ada apa?
Du Fei membicarakan masalah Zheng haisheng yang sangat cinta tanah air sampai hampir bunuh diri. Rasa cinta negara tak harus dilakukan dengan cara rela mati seperti ini. Bukankah masih ada cara lainnya.
“Benar!” kata Ruping mengangguk setuju.
“Aku selalu ingin memberi tahumu kalau Shuhuan bukanlah satu-satunya pria di dunia ini!”
Mendengar itu air mata Ruping langsung menetes.
Ruping menutupi wajahnya.
Du Fei panik dan meminta Ruping jangan menangis. Ia minta maaf karena sudah sembarangan bicara.
“Aku memang brengsek, pantas mati.” kata Du Fei sambil menampar pipinya sendiri dengan tangannya yang terluka.
“Auuuu..” Du Fei mengaduh kesakitan.
Ruping marah kenapa Du Fei selalu bergerak? bukankah tangannya sedang terluka?
“Kau sengaja membuatku marah? aku tak akan peduli lagi padamu.” Ruping berdiri meninggalkan Du Fei yang kesakitan.
Du Fei berusaha mengejar.
Sampai di pintu Shuhuan masuk. Ia berpapasan dengan Ruping. Ia heran melihat Ruping menangis dan bertanya ada apa? Apa yang terjadi?
Ruping mengambil tas dan menyerahkan termos kosong pada Shuhuan, “Kuserahkan dia padamu, tak ada air di termos masaklah air.”
Ruping menjelaskan obat yang harus diminum Du Fei, kemudian pergi meninggalkan keduanya.
Shuhuan masih heran dan bertanya Du Fei kenapa ? kenapa Ruping menangis?
Du Fei hanya menjawab kalau sekarang ia benar-benar pusing, matanya berkunang-kunang dan meminta Shuhuan jangan bertanya karena ia tak ingin bicara sepatah kata pun.
Shuhuan masih belum mengerti, ia tak tahu apa yang sedang terjadi.
Ruping pulang ke rumahnya. Ia berpapasan dengan Erhao. Ia mengatakan kalau Du Fei sekarang terluka dijahit sampai 12 jahitan dan meminta Erhao untuk menengoknya.
Erhao tanya luka kenapa?
Tiba-tiba ibunya muncul dan bertanya “Apa ada yang salah denganmu? kenapa dengan Du Fei? apa kau tak salah pasangan?”
Keluarga Du Fei itu membuka toko kecil di Anhui. apa Ruping mau menjadi majikan toko kecil?
Ruping kesal dan meminta ibunya jangan mencampuri urusannya.
“Pacarmu hampir direbut Yiping, kau ini berguna atau tidak? Pulang selarut ini pergi dengan siapa? Shuhuan atau Du Fei?” Xueqin kembali bertanya.
Ruping tak menjawab ia hanya bergegas masuk ke kamarnya.
Ruping langsung duduk di kursi di kamarnya, ibunya terus betanya kenapa waktu itu Shuhuan mengejar Yiping bukankah mereka baru pertama kali bertemu.
Xueqin : “Apa kau sudah menanyakannya pada shuhuan?”
Ruping hanya menjawab apa haknya bertanya seperti itu.
Xueqin : “Tentu saja kau berhak, kau dan Shuhuan sudah lama berhubungan. foto berdua sudah setumpuk. Apa dia mengelak mengaku sebagai pacarmu?”
Ruping : “Aku tak punya keberanian seperti Yiping, tak punya kemampuan seperti dia, ibu puas?”
Xueqin : “Kenapa belum berperang sudah menyerah dan mengaku kalah? Kenapa aku bisa melahirkan anak seperti kau?”
Erhao menengahi lebih baik ibunya tak usah ikut campur. Ruping sudah kuliah, dia bisa membereskan masalahnya sendiri.
Xueqin kesal pada anak-anaknya. Mendengar ibunya makin ngomel Erhao pergi meninggalkannya.
Xueqin kembali memandang Ruping yang hanya duduk dan memeluk Lele.
“Kalau tidak membaca buku yang kau lakukan hanya memeluk anjing. Pantas saja tak bisa mempertahankan pacar.”
Xueqin mengingatkan Ruping kalau sampai Shuhuan direbut Yiping, seumur hidupnya ia akan meremehkan Ruping. kemudian ia meninggalkan Ruping yang tetap memeluk Lele.
Keesokan harinya Erhao menengok Du Fei yang sedang sakit.
Du Fei tiduran di kursi. Erhao berjalan mondar mandir. Sedangkan Shuhuan latihan tinju dengan karung pasir yang ada di sana.
Erhao : “Sejak kau mewawancarai Qin Wu Ye kau jadi tak normal apa yang kau lakukan setiap hari? apa kau bersama Yiping?”
Shuhuan terus meninju karung pasir dan bertanya memangnya kenapa.
Erhao menyarankan agar Shuhuan menjauhi Yiping. ia paham betul siapa Yiping karena ia adalah kakaknya.
Erhao : “Yiping itu bom besar. siapa yang berdekatan dengannya pasti akan hancur berkeping-keping.”
Mendengar itu Shuhuan menghentikan pukulannya dan beralih menatap Erhao. Ia mengatakan Erhao itu aneh mana ada seorang kakak mengkritik adiknya seperti itu.
Shuhuan : “Terus terang aku dekat dengannya, aku banyak melihat tentang dirinya. Kelembutannya, keteguhannya, kelemahannya, kekuatannya, ketidakberdayannya. Hanya saat berhadapan dengan keluarga kalianlah dia berubah menjadi bom. Itu karena kalian selalu menyalakan api padanya. Kalianlah penyebab penderitaannya.”
Erhao mengatakan ternyata Shuhuan sudah terkena pengaruh Yiping, “lama-kelamaan teman seperti kami akan menjadi musuhmu.”
Erhao makin kesal, ia meminta Shuhuan segera sadar dan jangan terpengaruh pada Yiping, lihat secara jelas siapa yang pantas menjadi teman dan siapa yang tak pantas.
Shuhuan juga mulai kesal pada Erhao, orang yang Erhao bilang tak pantas menjadi temannya adalah orang yang paling ia hargai dan meminta Erhao jangan mencampuri urusannya.
Shuhuan juga mengatakan kalau ia mencintai Yiping dan ingin terus bersama Yiping. Ia tak peduli Yiping itu bom atau apapun. Siapa yang berani menyakiti Yiping, ia akan memutuskan hubungan dengannya.
Shuhuan berbalik tapi Erhao memukulnya. Terjadilah perkelahian dua orang sahabat. Termos pecah dan obat Du Fei terjatuh.
Du Fei yang mendengar pertengkaran berusaha melerai tapi malah ia yang terkena pukulan dan Hahaha kasian Du Fei.
Melihat Du Fei yang hampir terjatuh keduanya menghentikan perkelahian dan bertanya apa Du Fei tak apa-apa.
Sambil memegangi perutnya yang sakit Du Fei menyarankan kalau mau berkelahi lebih baik di luar saja.
Du Fei : “Kepalaku pusing terkena pukulan kalaian, di sini sakit di sana sakit. Rasanya aku hampir mati.“
Shuhuan memegang dahi Du Fei, demam sahut Shuhuan yang mana obatnya?
Erhao mengambil obat Du Fei yang terjatuh ia tak tahu yang mana obat untuk demam. Ia mengusulkan lebih baik obat tiap bungkus diminumkan saja.
Tapi Shuhuan menyarankan meminum obatnya separuh tiap bungkus.
Du Fei tak percaya mendengarnya.
Tepat saat itu Ruping muncul.
Ruping : “Apa maksud kalian makan setiap bungkus dan separuh bungkus. Kalian laki-laki tak berguna. Kenapa termosnya pecah. Kalian sedang apa?”
Shuhuan dan Erhao terdiam. Ruping membersihkan pecahan termos. Ia menyuruh kakaknya membeli termos baru dan perban baru untuk luka Du Fei. ia juga menyuruh Shuhuan memasak air.
Ruping menyuruh Du Fei berbaring saja di ranjang.
Du Fei : “Kenapa kau datang?”Ruping : “Aku mencemaskanmu, cepat berbaring!”
Du Fei menurut. Shuhuan dan Erhao pergi mengerjakan tugas mereka membeli termos dan memasak air.
Du Fei tiduran di ranjangnya. Ruping mengganti perban Du Fei. Ruping juga menyiapkan obat yang harus diminum Du Fei.
Du Fei memperhatikan semua itu dengan senang. Ia meminum obat yang disiapkan Ruping. Ia memuji Ruping perawat yang baik.
Ruping : “Benarkah?”
Ruping mengatakan ia ingin ikut latihan perawat dengan palang merah.
“Mereka menerima pasien tidak ya. Aku siap menjadi pasien bohongan kalau perawatnya kau.” kata Du Fei sambil tertawa.
Wajah Ruping mendadak berubah menjadi serius.
Ruping : “Du Fei aku ingin bicara sesuatu denganmu.”
Du Fei : “Baik!”
Du Fei siap mendengarkan.
Bersambung.......
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah menjadi reader blog ini...
Jika ingin men-share link silakan...
Tidak perlu bertanya kapan episode selanjutnya, kalau memang sudah selesai pasti akan langsung diupdate...
DAN MOHON UNTUK TIDAK MENG-COPYPASTE SINOPSIS DARI BLOG INI...