Tuesday 26 July 2011

Romance In The Rain Episode 14



Yiping mengunjungi kediaman Ajudan Li. Ia mengirimkan uang untuk keperluan Ajudan Li sekeluarga. Ajudan Li menolak karena uang yang dulu Yiping berikan masih ada. Yiping tak senang kalau Ajudan Li tak menerimanya. Yiping menanyakan Keyun.

Yuzhen membawa Keyun dan mengatakan hari ini Keyun baik-baik saja. “Yiping kau datang?” tanya Keyun. Yiping heran dan bertanya apa Keyun mengenalinya. “Tentu saja.” kata Keyun. Keyun sedih apa kadangkala dirinya tak mengenali Yiping. ”Benar!” kata Yiping, Keyun terkadang tak mengenalinya.

Keyun merasa dirinya aneh. Otaknya kosong seperti ada yang mengorek otaknya. Adakalanya ia berfikir sampai kepalanya sakit tapi masih saja tak bisa mengingatnya. Yuzhen meminta kalau tak bisa mengingat jangan dipaksa.

Yiping mengajak Keyun bermain air di luar. Ajudan Li tak setuju ia khawatir. Yiping meyakinkan kalau Keyun tak akan apa-apa karena tempo hari ia dan Keyun bermain air sangat mengasyikan. Yiping menarik lengan Keyun.


Yiping bertanya pada Keyun apa Keyun masih ingat Manchuria? masih ingat Harbin? Keyun mengingat Harbin dan mengatakan kalau mereka memelihara banyak kuda di sana. Ada ‘Zhuifeng’ dan ‘Shandian’ ujar Keyun.

Yiping senang Keyun mengingatnya. Itu adalah kuda kesayangan ayahnya. Yiping bertanya apa lagi yang diingat Keyun.

Keyun : “Semua orang pergi sekolah aku tak boleh ikut pergi. Aku harus memberi makan kuda, menyikat kuda, memandikan kuda.”

Yiping : “Benarkah? Kau tak boleh pergi sekolah? Apa kau ingin pergi sekolah?”

Keyun mengangguk. Yiping tanya siapa yang mengajari Keyun perkalian. Apa Keyun mencuri waktu belajar di sekolah. Apa Keyun diam-diam belajar di sekolah.

Keyun berusaha mengingat. Tapi tiba-tiba ada merpati yang terbang melintas di hadapannya.


Keyun : “itu Meng Er!”

Yiping memperhatikan dan bertanya, “Apa itu Meng Er?”

“Meng Er milik komandan!” kata Keyun.

Merpati itu kemudian terbang Keyun lari mengajarnya. “Keyun kau mau kemana?” Yiping panik dan mengejar Keyun.

Keyun terus mengejar sampai di jalanan besar. Keyun menunjukkan pada Yiping kalau Meng Er ada di atas gedung. Yiping mengatakan kalau itu bukan Meng Er.

Keyun masuk ke gedung ia ke atas gedung.


Telepon di rumah Shuhuan berdering. Shuhuan yang tertidur langsung bangun dan mengangkatnya.

Shuhuan : “Siapa?”

Yiping : “Shuhuan cepat datang. Kami ada di jalan raya di belakang rumah Ajudan Li. Keyun naik ke balkon tinggi. Dia mau melompat. Cepat datang dan tolong dia!”

Shuhuan panik : “Aku segera datang!”

Shuhuan langsung menutup teleponnya. Du Fei juga baru bangun tidur (nyawanya belum terkumpul masih setengah sadar hehehe) dan bertanya itu telepon dari siapa.

Shuhuan sudah berganti pakaian dan mengatakan kalau ada orang yang mau melompat dari atas gedung. Du Fei kaget mendengarnya. Ia langsung mengikuti Shuhuan.


Semua orang berkumpul di jalanan petugas penolong datang dan langsung membuka jaring. Keyun di atas berjalan tanpa sadar. Ia mencari dan memanggil Meng Er.

Shuhuan heran bagaimana Keyun bisa naik ke sana. Du Fei menambahkan kalau kejadian ini sangat jarang terjadi.

Keyun berjalan terus ke pinggir. Shuhuan mengingatkan Du Fei jangan sampai kameranya menganggetkan Keyun.

Ajudan Li menyuruh orang-orang yang mendekat supaya mundur jangan mengagetkan Keyun. Yiping dan Yuzhen terus memanggil nama Keyun sementara Keyun terus memanggil Meng Er.

Keyun terus naik mencari dan memanggil Meng Er. Keyun hampir terjatuh.

Yiping menceritakan kejadian yang sebenarnya pada Shuhuan kalau Keyun melihat merpati terbang lalu mengejar merpati itu sampai ke atas sana.

Du Fei terus memotret ia menyarankan lebih baik bicara dari hati ke hati. Du Fei menceritakan sewaktu dirinya menolong mahasiswa yang berniat bunuh diri. “Aku juga akan membujuknya sampai dia sadar!” kata Du Fei (Du Fei kan ga tahu masalahnya)


Du Fei berteriak : Nona umurmu masih muda. Sebesar apapun cobaan yang kau hadapi tak boleh bunuh diri. Lihatlah ibumu sampai menangis. Ayahmu juga ada di sini. Jika kau lompat bagaimana mereka nanti. Kau tak berbakti di alam baka pun kau tak bisa tenang!”

Keyun mendengarkan perkataan Du Fei. Tapi ia tak peduli dan terus memanggil Meng Er.

“Jangan di bujuk tak ada gunanya!” cegah Shuhuan. “Dia itu sedang sakit bukannya mau melompat. Otaknya sedang tak waras.”

Shuhuan meminta tali yang besar dan kuat. Petugas mengambilkan talinya. Du Fei meminta Shuhuan jangan berlagak seperti pahlawan karena ini sangat berbahaya.


Keyun duduk santai di atas gedung. Ia menggoyang-goyangkan kakinya sambil memanggil Meng Er. Sementara semua orang yang berada di bawah khawatir.

Tanpa berpikir panjang lagi Shuhuan langsung berlari masuk ke gedung dan segera naik. Du Fei mengikutinya.
Keyun heran ia melihat ke bawah (mungkin berfikir kenapa begitu banyak orang di bawah).

Petugas melemparkan tali pada Shuhuan yang sudah berada di atas. Keyun terus memanggil Meng Er. Shuhuan bertanya siapa Meng Er. Yiping menjawab ia tak tahu. Ajudan Li yang tahu langsung menjawab kalau Meng Er itu seekor rajawali. Di Manchuria komandan memelihara rajawali dan Keyun yang merawatnya.

Shuhuan menyuruh petugas mencari rajawali kalau tak ada merpati juga boleh. Shuhuan di bantu beberapa petuas berusaha menurunkan Keyun.

Yiping menyusul Shuhuan dan mengatakan akan terlalu lama jika menunggu rajawali. Ajudan Li dan istrinya juga menyusul.


Shuhuan dan Du Fei sudah berada dekat dengan Keyun. Tapi Keyun tak menyadarinya. Beberapa petugas juga mengikuti Shuhuan.

Shuhuan menyuruh Du Fei mendekat pada Keyun secara pelahan jangan sampai terlihat oleh Keyun. Shuhuan meminta semuanya bekerjasama dengan baik.

Tali sudah diikat. Keyun melihat sekelompok burung terbang dan menganggapnya Meng Er. Keyun berlari mengejar tapi ia terjatuh. Semua kaget.


Du Fei berusaha menangkap Kuyun. Ia berhasil memegang tangan Keyun.. tangan yang satunya berhasil menggapai pagar atap gedung. Keduanya bergelayutan.

Du Fei sekuat tenaga menahan Keyun. Sementara Shuhuan berusaha turun mengangkat Du Fei dan Keyun dibantu petugas yang lain.

Keduanya berhasil diselamatkan. Semua senang. Ajudan Li dan istrinya juga Yiping segera menemui Keyun dan yang lain.


Keyun kebingungan. Ibunya bertanya bagaimana keadaan Keyun. Keyun bilang ia tak apa-apa.

Du Fei shock. Ia tak menyangka mengalami kejadian yang hampir merenggut nyawanya. Shuhuan tanya bagaimana keadaan Du Fei. Du Fei malah bertanya apa ia masih hidup. Yiping tersenyum mendengarnya.


Petugas membawa pesanan burungnya tapi tak ada rajawali yang di bawa hanya burung hantu. Melihat burung hantu dalam sangkar Keyun segera memintanya dan menerbangkan burung hantu itu.

Petugas : “itu pinjaman dari kebun binatang tak boleh dilepaskan.”

Tapi sayangnya burung hantu itu sudah terbang hehehe..

Keyun : “Terbanglah. Carilah komandan!”

Yiping melihat semuanya ia merasa heran. Ia mulai berfikir kembali.


Karena peristiwa itu kamera Du Fei rusak. Kali ini aku pasti hancur kata Du Fei. Meraka semua kembali ke rumah Ajudan Li. Keyun masih menghawatirkan Meng Er apa akan pulang ke rumah komandan. Tapi ibunya mengatakan lebih baik Keyun mengganti pakaian karena pakaian yang dikenakan Keyun sobek.

Ajudan Li berterimakasih pada Shuhuan dan Du Fei. Shuhuan mengenalkan Du Fei pada Ajudan Li.

Ajudan Li minta maaf karena sudah membuat kamera Du Fei rusak ia akan memperbaikinya di tempat reparasi. Tapi menurut Du Fei kameranya memang sudah tak bisa diperbaiki lagi.

Du Fei : “Apa artinya sebuah kamera. Rusak ya rusak. Untungnya tak terluka.”

Ajudan Li merasa tak enak. Ia bermaksud menuangkan teh tapi Shuhuan melarangnya. Shuhuan merasa penyakit Keyun harus segera disembuhkan tak boleh ditunda lagi. Shuhuan akan menemani kembali periksa ke dokter.

Ajudan Li tak sampai hati merawat Keyun di ruma sakit. Ia takut penyakitnya akan semakin parah kalau di rawat di rumah sakit.

Shuhuan mengusulkan tak usah di rawat. Dokter Meng hanya perlu memahami keadaan Keyun lebih dulu. Setelah itu bisa berunding dengan Dokter Meng. Ajudan Li mengangguk setuju.


Tiba-tiba Yiping bertanya pada Ajudan Li, “Apa penyakit Keyun ada hubungannya dengan keluarga Lu?? Jelas saja Ajudan Li kaget mendengar pertanyaan Yiping.

Ajudan Li : ”Apa maksudmu?”

Yiping : “Kau paham maksudku!”

Ajudan Li : “Aku... aku.. aku tak paham!”

Yiping kembali bertanya kenapa Ajudan Li sekeluarga meninggalkan Keluarga Lu. Ajudan Li sudah 30 tahun bersama ayahnya. Jika bukan karena terpaksa, kenapa Ajudan Li bisa meninggalkan ayahnya.

Ajudan Li membenarkan. Ia memang meninggalkan komandannya karena terpaksa.

“Saat itu siapa yang akan mengangkat jempolnya kalau mendengar nama Lu Zhenhua si ‘Macan Kumbang’. Kegagahannya saat berperang dikagumi banyak orang. Saat itu dia pahlawan yang hebat. Bisa ikut dengannya adalah keberuntunganku.”

“Tapi pahlawan bisa menjadi tua. Sesampainya di Shanghai wibawa dan kekuasaanyya hilang. Dia hanya bisa merokok, kadangkala naik kuda di pacuan kuda. Aku sangat memahaminya. Dia sedang bertahan dalam keadaan yang menyedihkan.”

“Kesetiaanku padanya bukan hanya 30 tahun. Seumur hidupku, aku Ajudan Li baginya. Jika bukan karena Selir ke 9 (Xueqin) mana mungkin aku meninggalkan Komandan di masa tuanya. Kau tak tahu setelah pindah ke Shanghai hidup kami bertiga penuh penderitaan.”

Flash Back

Xueqin marah-marah karena perhiasan kalung mutiaranya hilang. Ia menuduh Keyun yang mengambilnya karena hanya Keyun yang membereskan kamarnya.

Keyun menyangkal ia tak mencurinya. Mana mungkin ia malakukannya. Ajudan Li tak terima. Ia minta bukti.


Hanya ada 3 orang luar di dalam Keluarga Lu dan yang masuk kamarnya hanya Keyun. Wenpei menenangkan Xueqin dan mengatakan kalau Ajudan Li dan keluarganya sangat jujur dan tahu aturan tak baik memfitnahnya.

Xueqin marah kenapa Wenpei karena membela orang luar. Apa Wenpei bersekongkol dengan mereka.

Ajudan Li kembali menegaskan walaupun keluarganya menumpang hidup tapi ia masih punya kehormatan. Mereka tak akan melakukan perbuatan seperti itu. Kalau Xueqin mau silakan menggeledah kamarnya.

“Kau kira aku bodoh!” kata Xueqin. Kalung semahal itu setelah diambil mana mungkin disimpan dalam kamar. Pasti disimpan di tempat aman atau mungkin malah sudah dijual.”

Ajudan Li semakin emosi. Seperti akan memukul Xueqin tapi Wenpei, istri dan putrinya menahan.

“Kalian berempat bersekongkol mencelakaiku!” bentak Xueqin.


Wenpei mengingatkan kalau Keluarga Ajudan Li sudah puluhan tahun bersama dengan mereka. mereka setia dan rajin mengapa Xueqin mempersulitnya. Jika tak peduli pada kesetiaan mereka pedulikan kehormatan mereka.

“Puihhh... Kehormatan apa? Sekeluarga numpang makan gratis pada Keluarga Lu. Melihat barang berharga lalu mengambilnya kesetiaan apa itu?” Cela Xueqin.

“Wenpei, kau ini lucu sekali suamiku sudah lama tak menyukaimu. Kalian semua jika bukan karena aku meminta pada suamiku sudah lama kalian di usir dari sini. Kalian tak tahu diri masih melakukan perbuatan yang memalukan!”


Keyun membela Wenpei. Walaupun ia tinggal di keluarga Lu sama sepeerti pembantu tapi ia tahu sopan santun, tahu yang harus dilakukan dan tak boleh dilakukan. Ia menerima kalau dimarahi dan dihina karena ia hanya pembantu. Tapi kenapa Xueqin menghina Wenpei. Bukankah kedudukannya sama dengan Xueqin.

“Maksudmu dia kedudukannya lebih tinggi dariku? Dia Nyonya ke 8 mu dan aku selir ke 9. Kalian orang tak tahu malu. Jika hari ini aku tak memperlihatkan kehebatanku. Aku bukan Wang Xueqin.”

Xueqin menarik Keyun. Ia mengambil kemoceng dan memukulkannya pada Keyun. Yuzhen berusaha melindungi putrinya. Xueqin terus memukul ibu dan anak ini.


Ajudan Li tak tahan ia berteriak, “Wang Xueqin kau gila!” Ajudan Li menepis kemoceng membuat Xueqin hampir terjatuh.

Ajudan Li : “Kami tak tahan lagi dengan nenek gila seperti kau.”

“Kau menghinaku? dasar kurang ajar. Cepat pergi!” Bentak Xueqin.


Tiba-tiba pembantu yang lain berteriak kalau kalungnya sudah ditemukan. Ternyata yang mengambilnya adalah Mengping dan digunakan untuk main-main.

“Kalau sudah ketemu ya sudah untuk apa berteriak!” Kata Xueqin.

“Aku akan mengingat hinaan kalian!” Xueqin membanting kemocengnya dan berlalu meninggalkan semuanya.

Flash Back End

Ajudan Li mengingat semua kejadian itu. Ia adalah orang yang spontan tanpa mempertimbangkan benar atau salah. Sulit untuknya berurusan dengan Selir ke 9. Nyonya ke 8 yang begitu baik saja tak tahan apa lagi dirinya. Ia seorang tentara, bukan orang rendahan.

Yiping menyimak baik-baik perkataan Ajudan Li.


Yiping, Shuhuan dan Du Fei meninggalkan kediaman Ajudan Li. Yiping merasa Ajudan Li sedang melindungi seseorang. Shuhuan menyarankan Yiping tak usah mendesak Ajudan Li.

Mana mungkin tak mendesak Ajudan Li.” kata Yiping. Ia sudah ikut terseret ke dalamnya. Ia melihat keadaan Keyun. Harus ada orang yang bertanggung jawab atas keadaanya. Ia heran pada sifat Ajudan Li kenapa lebih suka melepaskan orang ini dan menanggung beban berat ini sendirian.

“Tunggu.. Tunggu!” Du Fei memotong pembicaraan.

“Apa yang terjadi dengan Ajudan Li dan Keyun?” tanya Du Fei. Hari ini kameranya rusak, nyawanya hampir melayang dan mendengarkan cerita yang membuatnya bingung. Yang ia tahu Ajudan Li adalah Ajudan Paman Lu. Kenapa keadaannya begitu menyedihkan kenapa tak minta bantuan pada Paman Lu.

Yiping membenarkan. Mungkin Ajudan Li sama sombongnya seperti dirinya setelah diusir Bibi Xue dari Keluarga Lu. Dia tak mau kembali.


Shuhuan memperingatkan Du Fei jangan menyebutkan Ajudan Li di depan Keluarga Lu. Di depan Erhao dan Ruping pun harus menjaga mulut. Du Fei mengerti, karena ia bukan nenek-nenek cerewet.

Du Fei berfikir selir ke 9 itu sangat menakutkan. Ia jadi menghawatirkan Ruping. Yiping tanya kenapa Du Fei tak mengkhawatirkan Keyun, Ajudan Li, Bibi Li, ia dan ibunya. Malah mengkhawatirkan Ruping apa maksud Du Fei.

Du Fei : “Kalian semua bisa menyingkirkan Bibi Xue dari kehidupan kalian dengan pindah dari rumah itu dan tak berhubungan lagi. Sedangkan Bibi Xue itu ibunya Ruping. Setiap hari harus berhadapan dengannya. Ruping harus bagaimana?”

Shuhuan membenarkan, menghadapi ibu yang seperti itu mungkin Ruping lebih patut dikasihani.

Yiping mengatakan ia tak punya waktu membicarakan Ruping yang malang. Otaknya sudah penuh dengan Keyun yang malang.

Yiping memikirkannya dalam hati. Ia harus menyelidiki teka-teki itu. Ia harus menemukan laki-laki yang harus bertanggung jawab itu.


Yiping menemui ayahnya di area pacuan kuda. Ayahnya bertanya apa Yiping ingin bicara dengannya. Yiping membenarkan.

Yiping menjelaskan tentang pekerjaannya di Da Shanghai. Ia sudah berjanji pada ibunya akan berhenti bekerja pada bulan september nanti dan berharap ayahnya tak mempersulit Qin Wuye lagi.

Lu Zhenhua : “Jadi aku tetap ayahmu?”

Yiping : “Bukankah sepanjang jalan ini aku memanggilmu ayah!”

Lu zhenhua mengizinkan Yiping menyanyi sampai bulan september dan saat itu Yiping harus meninggalkan Da Shanghai. Yiping janji. Keduanya tos hehe (seneng deh kalau liat bapak ma anak akur gini hehehe)

Kedunya berkuda ke suatu tempat. Kedunya turun dari kuda. Yiping ingat kalau dulu sewaktu di Manchuria ayahnya memiliki kuda ‘Zhaifeng’ dan ‘Shandian’. Ayahnya juga memiliki rajawali yang bernama Meng Er (Yiping berniat mencari tau nih)

“Kau masih ingat?” tanya ayahnya.

“Bukan aku yang mengingatnya!” jawab Yiping. “Ada orang lain yang mengingatnya.”

"Zhuifeng, Shandian dan Meng Er semuanya sudah tidak ada. Kudaku yang ini namanya ‘Huiyi’ (kenangan)"

Yiping heran kenapa memberi nama itu apa tidak terlalu puitis. Tak mirip seperti nama seekor kuda.
Lu zhenhua mengatakan sekarang ini selain berkuda untuk mengingat kenangannya, apa lagi yang dapat dilakukannya.

Lu Zhenhua juga mengatakan kalau akhir-akhir ini ia banyak berfikir dari Yiping. Ia banyak melihat dirinya sendiri melalui Yiping. “Keangkuhanmu, emosi jelekmu, sifat keras kepalamu, persis seperti aku. Saat berhadapan denganmu aku seperti berhadapan dengan diriku sendiri.”

Lu Zhenhua menyarankan Yiping agar sesekali datang menjenguk dan makan bersamanya.

Yiping tanya apa ayahnya tahu penderitaannya yang terbesar. Dalam dirinya selalu ada standar moral. Ia adalah Putri Lu Zhenhua, jika saja lahir puluhan taun lebih awal pada masa kejayaan ayahnya mungkin ia akan menjadi anak yang sok berkuasa. Tapi ia lahir pada masa yang salah, pendidikan yang ia terima dan pengaruh seorang ibu yang begitu besar membuat hatinya seringkali dibakar api yang bernama ‘rasa mencari keadilan’ kegundahanku Semuanya muncul dari ketiga kata itu.

Lu Zhenhua tak mengerti ia minta penjelasan yang lebih sederhana dan jelas.

“Ayah Tolong jawab pertanyaanku! Menurutmu kau ini orang baik atau orang jahat?” tanya Yiping.

Lu Zhenhua kaget mendengarnya kenapa Yiping tiba-tiba bertanya seperti itu. “Apa itu sebuah pertanyaan?”

“Tentu saja!” ucap Yiping. Setiap orang memiliki standar moral tersendiri. Ia ingin tahu penilaian ayahnya tentang dirinya sendiri.


“Kuberi tahu kau di dunia ini tak ada orang yang 100% baik juga tak ada orang yang 100% jahat. Orang sebaik apapun juga bisa melakukan kejahatan dan orang sejahat apapun masih memiliki sisi baik. Tak adil rasanya menilai seseorang dengan dengan kata baik atau jahat.”

Yiping : “Jadi dalam hatimu tak ada standar baik atau jahat ?”

Lu zhenhua : “Memangnya kenapa kalau aku ini orang baik atau orang jahat?”

Yiping : “Itu bisa membantuku memahami beberapa hal. Bisa membuatku tahu julukan macan kumbang itu sebuah pujian tanda rasa hormat atau justru sebuah sindiran kejam!”

Lu Zhenhua tertawa mendengarnya. “Kau terlalu kekanak-kanakan, aku baik atau jahat sedikitpun tak akan membantu menyelesaikan masalah dalam hatimu!”

Lu Zhenhua menatap tajam, “Karena kau adalah putriku. Kau mau mengakuinya atau tidak kau tak bisa lari dari suratan takdir. Jika pada diriku ada tanda kalau aku orang jahat maka di tubuhmu pun akan ada tanda lahir seperti itu. Tak bisa dihilangkan!”

“Ayah maksud mu....???”

“Maksudku adalah aku tak pernah menganggap diriku orang baik. Jika kau ingin tahu sejarahku, rasa mencari keadilanmu itu akan kabur seluruhnya. Kau pernah mengatakan dalam kamusku tak ada kata mengalah. Seorang yang dalam kamusnya tak ada kata mengalah mana mungkin dia orang baik!”

Mendengar itu Yiping langsung naik kembali ke punggung kudanya dan segera memacu kudanya meninggalkan ayahnya seorang diri.

“Dia menuntut ayahnya sebagai orang baik!” gumam Lu Zhenhua “Apakah aku ini orang baik atau jahat?” Lu Zhenhua bertanya pada dirinya sendiri.

Lu Zhenhua bertanya pada Huiyi apakah dirinya itu orang baik atau orang jahat. Kenapa seumur hidupnya ia tak pernah mempertanyakan hal ini.


Yiping menulis buku hariannya.

Pembicaraanku di arena berkuda dengan ayah hari ini sungguh membuat hatiku terkejut. Tapi saat dia mengangkat kepala dengan tegas mengatakan kalau dirinya orang jahat aku justru merasa kagum padanya. Bagaimanapun juga memerlukan keberanian untuk bisa dengan lantang mengatakan dirinya jahat.”

“Aku menyadari kami berdua sangatlah misterius. Saat melihat kesunyiannya seorang diri menunggang Huiyi. Aku bisa merasakan perasaan seorang pahlawan yang menjalani masa tuanya jauh lebih menyedihkan daripada masa tua orang biasa.”

“Tapi apa yang dialami Keyun sungguh membuatku sedih. Dendam dan kebencianku di sana masih tetap ada. Aku tak sanggup mengabaikannya begitu saja. Tapi pembalasanku sepertinya hanya sekedar niat saja. Sampai sekarang tak kulakukan kecuali aku telah mengalahkan Ruping. Telah berhasil merebut Shuhuan.”

Yiping berjalan menuju kaca riasnya ia bergumam, “Keyun kisah apa yang sebenarnya kau alami? Apakah aku harus terus menyelidiki?”


Keesokan harinya di Kantor Redaksi Koran Shen Bao Du Fei dimarahi Bosnya karena sudah merusakkan 2 kamera dalam setahun ini. Bos minta Du Fei mengucapkan kata-katanya dulu.

Dengan lesu Du Fei mengatakan, “Kamera ada aku juga ada. Kamera tak ada aku juga tak ada!”

Bos bertanya jadi bagaimana sekarang? Du Fei menyenggol Shuhuan, minta Shuhuan mengatakan sesuatu. Shuhuan mengerti. Shuhuan mengatakan lebih baik potong gajinya saja untuk membeli kamera baru. Bos tak setuju karena cara ini sudah pernah dipakai. Tak boleh diulangi lagi.

Bos menyarankan lebih baik Du Fei mencari berita saja tak usah mengurusi fotografi. Bos akan memilih fotografer yang yang lain.

Du Fei memohon pada si Bos untuk memberinya kesempatan lagi. Ia menjamin tak akan merusak kamera lagi. Si Bos menolak.


Yiping datang ke kantor koran Shen Bao.

“Kenapa kau datang?” tanya Erhao.

“Aku mengantarkan kamera untuk Du Fei!” jawab Yiping.

Yiping : “Du Fei kameramu sudah diperbaiki!”

Du Fei : “Benarkah? Apa masih bisa diperbaiki?”

Du Fei membuka kamera yang dibawa Yiping. Tapi itu bukan kameranya. Itu kamera baru. Yiping membelikan kamera yang baru untuk Du Fei.

“Murah hati sekali sampai membelikan kamera baru!” seru Erhao. “Benar tak sama seperti dulu!” sambung Yiping. Ia bisa membeli kamera. Ia makin paham artinya uang.

Yiping tak mau mengganggu ketiganya bekerja. Ia pamit pulang. Shuhuan mengantar sampai ke depan.

Du Fei kagum ternyata putri Keluarga Lu semuanya tokoh penting.

Du Fei berbalik ke arah Bosnya dan mengatakan kalau sekarang ia memiliki kamera dan anggap saja nyawanya selamat dan bertanya Apa tugasnya hari ini?

Si Bos mendesah tak ingin kejadian buruk terulang lagi. Ia menyuruh Du Fei memotret hal yang aman-aman saja. “Museum sedang mengadakan pameran keramik Jing De ambil foto dan buat laporannya! Setelah itu pergi ke taman botani untuk memotret bunga lotus!”

Du Fei keget. Ia tak senang dengan tugas yang diterimanya. Museum? bunga Lotus? sungguh sangat membosankan. Wajah Du Fei memelas.

Erhao menepuk Du Fei dan mengatakan kalau Ruping sedang liburan musim panas dia tak ada kegiatan. Du Fei senang mendengarnya. Ia jadi semangat. Hehehe


Di museum banyak tertata keramik. Seorang petugas museum mengantar melihat-lihat. Ia juga memperlihatkan sebuah jambangan yang bukan barang biasa di bawah jambangan itu ada tanda tangan pembuatnya Yang Haozhao, seorang keramikus terkenal. Katanya demi membuat jambangan ini dia menghabiskan waktu selama 3 bulan untuk membuatnya.

Du Fei meotret beberapa keramik. Ia berkomentar 3 bulan yang benar saja? sabar sekali! Yang apa tadi?

Du Fei mendekat pada Ruping dan mengatakan nama keramikus dengan ejaan yang salah, Yang Haozao (kambing celaka) kenapa ada yang namanya Yang Haozao lebih bagus namanya Yang Chicao (kambing makan rumput) Ruping tertawa (aku juga ikut ketawa wakaka)

Du Fei menyuruh petugas museum itu untuk menyelesaikan urusannya sendiri tak usah menemaninya. Ia akan memotret dan melihat-lihat. Petugas museum setuju.

Du Fei mengelap dahinya dan bersyukur pemilik museum sudah pergi. Berkenalan dengan seniman membuatnya menderita. Du Fei bertanya apa ibu Ruping membuat maslah lagi?


Ruping mengatakan kalau sudah dua hari ini ibunya mencarikan jodoh untuknya. Katanya ada pemuda baik yang juga dari keluarga baik. “Dia memaksaku makan bersamanya. Minggu depan makan masakan barat di Restoran Merlin.”

Apa Ruping mau menurutinya? Bukankah sekarang ini abad 20 Ruping juga seorang mahasiswa. Apakah Ruping akan menuruti perintah perjodohan orang tua? Tolak saja.

Ruping : “Bagaimana bisa menolaknya?”

Bukankah Du Fei tahu emosi ibunya. Jika tidak dipatuhi seumur hidup ibunya akan terus mengomelinya. Du Fei menyarankan lebih baik Ruping bilang kalau sudah punya kekasih, ia mau melakukannya (mau jadi pacar pura-pura)

Ruping tak mendenarkan, ia malah asyik melihat keramik dan menunjukan salah satu jambangan yang berwarna hijau Ruping meminta Du Fei memotretnya.

Du Fei memotret jambangan itu sambil ngomel. Dijodohkan! Jaman apaan? Kenapa masih melakukan cara seperti ini. Apa tak percaya pada hubungan cinta pria dan wanita. Malah percaya latar belakang keluaraga segala. Dijodohkan? Du Fei terus ngedumel sambil memotret.

“Yang merah itu bagus!” kata Ruping.

“Yang mana?” tanya Du Fei sambil berjalan mundur melihat ke arah yang ditunjukan Ruping.

“Hati-hati! jambangan Yang haozao nanti jatuh!” teriak Ruping yang melihat posisi Du Fei sudah menyenggol jambangan itu.

Du Fei berusaha meraih jambangan yang dijatuhkannya. Ia melompat kesana-kemari. JANGAN JATUH...


Du Fei berhasil menangkapnya. Ia senang bukan main. Tapi punggung Du Fei menyenggol rak yang berisi keramik lain.


Rak itu jatuh dan menganai rak selanjutnya. Rak selanjutnya juga jatuh secara berurutan. Du Fei dan Ruping panik melihatnya. Semuanya pecah semuanya rusak. Hanya jambangan yang berada di tangan Du Fei yang selamat.


Semua orang masuk ke Museum dan melihat ruangan yang kacau. Du Fei ketakutan. Ia meletakkan jambangan yang masih utuh ke meja dan mengatakan kalau karya seni yang terkenal masih bisa ia selamatkan.

“Siapa namamu?” tanya petugas museum.

Du Fei melirik ke arah Ruping. “Margaku Du. kata Du dari pepatah ‘Du Jue Lai Wang’. Namaku Fei dari pepatah ‘Fei Lai Heng Huo.” Du Fei berusaha tersenyum.


Ruping dan Du Fei sudah meninggalkan museum. Sekarang keduanya berada di taman botani. Du Fei tanya bunga-bunga ini apa bagusnya? Du Fei menginginkan sekarang terjadi sesuatu seperti penculikn dan ia akan berusaha menolong atau memfoto kejadian menarik lainnya.

“Foto keyun itu mungkinkah akan meledak (terkenal)? Siapa tahu bisa ditulis jadi tulisan khusus!”

Ruping tak mendengar dengan jelas, “Foto apa? Ke.. Ke... Apa?”

Du Fei keceplosan. Ia langsung meralatnya. Tak apa-apa ia mengatakan hanya mengingat sewaktu kameranya hancur. Ia dan Shuhuan menolong seorang gadis. Ia tak tahu beritanya bisa ditulis atau tidak.

Du Fei langsung mengalihkan pembicaraan. Ia meyesalkan kejadian di museum tadi. “Habislah aku jika harus ganti rugi, seumur hidup pun tak bisa di bayar.”

Ruping menyesal karena itu salahnya. Ia tak seharusnya menyuruh Du Fei memotret kesana kemari memecahkan konsentrasi sampai Du Fei mendapat bencana. Jika harus membayar ganti rugi, ia akan minta pada ayahnya. Ia akan mengatakan kalau ia yang ceroboh menjatuhkan jambangan itu.

Du Fei menolak. Mana bisa begitu, sebagai laki-laki sejati saat menghadapi musibah dan dibela seorang wanita, pria macam apa itu? Ia juga sudah menerima kamera dari Yiping dan kemudian ia menerima ganti rugi dari Ruping. Selamnay ia tak akan bisa mengangkat kepalanya.

Biar saja sambung Du Fei. “Kalaupun tak ada uang biar diganti dengan nyawaku!”


Ruping tersenyum mendengarnya dan mengatakan bahwa Nyonya Tua Luo pernah bilang ‘Hanya langit yang tak bisa dinaiki, tak ada sungai yang tak bisa disebrangi’ ada satu lagi kata Ruping “Jika langit runtuh masih ada bumi yang menerimanya.”

Bagus sekali jawab Du Fei sambil melihat ke langit. Tapi yang runtuh bukannya langit melainkan keramik. Begitu diterima semuanya hancur.


Tiba-tiba terdengar teriakan seorang anak perempuan meminta tolong, “Tolong aku! Tolong aku! Ayahku akan memukulku..!” Anak perempuan itu minta tolong pada Ruping dan Du Fei.

“Keluar mau lari kemana kau!” teriak seorang pria bertubuh gemuk dengan membawa kayu untuk memukul.
Anak perempuan tadi sembunyi di belakang Du Fei. Du Fei berupaya melindunginya.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah menjadi reader blog ini...
Jika ingin men-share link silakan...
Tidak perlu bertanya kapan episode selanjutnya, kalau memang sudah selesai pasti akan langsung diupdate...
DAN MOHON UNTUK TIDAK MENG-COPYPASTE SINOPSIS DARI BLOG INI...

Sapaan di Tahun 2018

Assalamu'alaikum kawan, apa kabarnya? Buat teman-teman muslim Selamat Menjalankan Ibadah Puasa.