Ji Eun yang akan pergi
dari gedung pameran seni terkejut ketika pintu lift terbuka dan disana ada Seung
Hee. Begitu pun dengan Seung Hee, yang juga terkejut campur lega.
Keterkejutan keduanya
belum hilang, malah bertambah ketika tiba-tiba Tae Joo memanggil Ji Eun. Tae Joo
yang heran bertanya apa yang istrinya lakukan di tempat ini. Ji Eun menjawab
kedatangannya kesini hanya untuk melihat-lihat. Tae Joo mendekat dan bertanya
lagi apa istrinya datang kesini bersama seseorang.
Ji Eun menjawab sambil menoleh
ke arah lift ia datang bersama ibunya Geu Roo. Seung Hee yang berada di dalam
lift sembunyi dari Tae Joo, ia cemas Tae Joo melihatnya dan mengetahui bahwa ia
adalah ibunya Geu Roo. Tae Joo melongokan badan untuk melihat seseorang yang
berada di dalam lift. Namun...
“Sunbae!” Panggil Kang Rae
Yeon yang datang menyusul Tae Joo.
Ji Eun terdiam terkejut
melihat kedatangan wanita yang tadi ia lihat bersama suaminya. Tae Joo
mengenalkan pada istrinya bahwa Rae Yeon adalah Direktur pelaksana di perusahannya.
Rae Yeon tersenyum pada Ji Eun. Ji Eun hanya bisa diam mematung memandang Rae Yeon.
Ia tak sanggup berada disana melihat wanita itu, ia pun permisi pergi dan
segera masuk lift dimana disana masih ada Seung Hee yang sembunyi. Seung Hee
dengan cepat menutup pintu lift sebelum Tae Joo sempat menyusul.
Di dalam lift, Ji Eun
berkata dengan suara gemetaran kalau ia tadi melihat wanita itu. Suaminya
bilang dia seorang direktur pelaksana. Seung Hee hanya bisa menarik nafas
panjang.
Kang Rae Yeon menertawakan
yang Tae Joo lakukan yaitu mengganti nama kontaknya di ponsel dengan nama
Asisten Manajer Lee. Tae Joo tentu saja kesal karena disaat seperti ini Rae Yeon
masih bisa tertawa. Rae Yeon memberi tahu istri Tae Joo meneleponnya sekitar
jam 2 pagi, ia menebak Ji Eun pasti sudah tahu semuanya. Tae Joo marah bukankah
seharusnya Rae Yeon memberitahukan itu padanya.
Dari lantai 2 Tae Joo dan Rae
Yeon melihat Ji Eun dipapah jalan oleh seorang wanita. Rae Yeon bertanya pada Tae
Joo di seluruh Korea ini berapa banyak wanita yang akan mencurigai suaminya
berselingkuh. Tae Joo malas menjawabnya ia akan menyusul istrinya namun Rae Yeon
menahan tangannya, “Apa kau tahu hal terbodoh apa yang bisa kau lakukan
sekarang? Mengejar dia adalah hal yang paling konyol dilakukan salam situasi
seperti ini.” Tae Joo menarik paksa tangannya, ia tak bisa membiarkan hal ini
begitu saja. Menurut Rae Yeon jika istri Tae Joo ingin mengakhiri hubungan
dengan Tae Joo dia pasti akan datang menyerangnya tapi ternyata tidak, istrimu
tak akan pernah mengakhirinya.
Rae Yeon mengajak Tae Joo
menemui seniman. Tapi Tae Joo tak peduli karena masalah istrinya lebih penting
daripada masalah bisnis. Ia juga mengatakan bahwa ia keluar dari proyek ini,
terserah apa yang akan Rae Yeon lakukan, mau menyebarkan gosip tentang
hubungannya dengan Rae Yeon atau bahkan memecatnya, ia tak peduli, silakan
lakukan saja apa yang Rae Yeon inginkan. Tae Joo segera berlari mengejar
istrinya mengabaikan Rae Yeon yang berteriak memanggil namanya.
Ji Eun dan Seung Hee yang
sudah berada di dalam mobil meninggalkan halaman gedung pameran seni. Disaat
yang sama Tae Joo sampai disana dan melihat istrinya berada di dalam mobil. Ia
tak melihat siapa yang mengendarai mobil itu. Tae Joo mencoba menelepon istrinya
namun tak diangkat. (Ji Eun datang kesini pake mobil pemberian Seung Hee yang
warna hitam, tapi pas pulang mobilnya ditinggal hehehe)
Geu Roo belajar bersama Bona.
Bona menerima telepon dari ayahnya. Ia mengatakan dirinya sedang membantu Geu Roo
untuk ujian penempatan, kenapa ayahnya menelepon. Tae Joo meminta Bona memberikan
nomor telepon ibunya Geu Roo tapi kemudian ia meralat bukan nomor telepon
melainkan alamat apartemen Geu Roo saja. Ia berpesan jika ibu Bona dan ibu Geu Roo
sampai disana sebelum ia datang, jangan beritahukan pada ibu Bona kalau ia
menelepon. Tae Joo segera mengendarai mobilnya menuju apartemen Seung Hee.
Di dalam mobil Ji Eun
terus-menerus menangis. “Ini pertama kalinya dalam hidupku bahwa aku merasa
begitu menyedihkan dan mengerikan. Kau juga berpikir demikian kan?” Seung Hee
menjawab tidak. Tapi menurut Ji Eun memang seperti itu ia menyedihkan dan
mengerikan. “Saat dia memberitahuku wanita muda itu Direktur pelaksana, aku
seharusnya menyadari. Dia pasti berpikir aku bodoh kan? Aku seharusnya memberi
tahu dia bahwa aku ini adalah istrinya. Benarkan? Bukankah menurutmu begitu?”
Seung Hee berkata bukankah
tadi Ji Eun baru saja mengatakan bahwa Ji Eun tak menginginkan itu, lalu apa
yang harus ia lakukan apa Ji Eun ingin kembali kesana. Ji Eun berkata itu
karena Seung Hee tak melihat wanita itu, “Dia lebih muda dariku, lebih cantik
draiku, dia bahkan terlihat lebih baik dariku. Aku tak bisa bersaing dengannya.
Bagaimana jika ayah Bona tidak kembali?” cemasnya sambil menangis.
Seung Hee menyarankan bagaimana kalau kita kembali saja kesana dan memberi dia pelajaran. Tapi Ji Eun menolak ia tak
ingin kembali kesana. Ia tak tahu apakah ia bisa melihat wajah suaminya ketika
di rumah nanti. Ia tak tahu bagaimana ia harus hidup sekarang.
Mobil di belakang Seung Hee
terus-menerus mengklakson agar mobil Seung Hee minggir tak menghalangi laju
mobil itu. Seung Hee jadi jengkel dibuatnya. Mobil di belakang yang dinaiki dua
orang pria menyalip mobil Seung Hee dari kiri. Pria itu merasa mobil Seung Hee menghalangi
laju jalan mobilnya. Pria itu kesal dan melemparkan botol berisi air ke mobil Seung
Hee.
Seung Hee yang terkejut
tentu saja marah. Seung Hee membentak mereka. Pria di dalam mobil mengingatkan
kalau Seung Hee mengemudi seperti itu bisa jadi nantinya kecelakaan. Seung Hee
tambah marah akan mengejar mobil itu tapi Ji Eun meminta Seung Hee membiarkan
saja mereka pergi. Seung Hee yang merasa tak memiliki kesalahan apapun pada
mereka jelas tak terima, ia mengejar mobil pria itu dan mencegatnya.
Seung Hee keluar lebih
dulu melabrak kedua pria itu. Pria itu marah karena Seung Hee mencegat jalan mobilnya.
Ji Eun yang takut berurusan dengan mereka meminta Seung Hee pergi saja dari
sana. Seung Hee meminta kedua pria itu minta maaf padanya karena sudah
melemparkan botol berisi air padanya. Pria itu mencibir kenapa ahjumma seperti
Seung Hee dan Ji Eun tidak pulang saja ke rumah dan mengurus suami, “jika kau
pengemudi yang buruk, jangan membuat pengemudi lain pusing. Naik taksi saja. kalian
ini para ibu rumah tangga yang menyedihkan.”
Seung Hee semakin marah
kenapa ia harus mengabaikan tanda lalu lintas supaya kedua pria itu bisa
ngebut. Kenapa ia harus melanggar batas kecepatan untuk membuatmu mengemudi
lebih cepat, Apa hukum mengatakan pengemudi wanita berbahaya? Apa hukum
mengajarimu untuk tak menghormati wanita di jalan? Kaulah yang membahayakan masyarakat.
Ji Eun khawatir sekali Seung
Hee sampai mengeluarkan sumpah serapah. Itu membuat pria itu semakin marah dan
akan menyerang Seung Hee. Namun Ji Eun menghalangi dengan menggigit lengan pria
itu. Pria itu menjerit kesakitan dan menarik tangannya. Seung Hee terkejut
melihat apa yang Ji Eun lakukan, apa Ji Eun sudah gila. Ji Eun membela Seung Hee
dengan ucapan tak takutnya, kalau dia wanita memangnya kenapa? Bukankah seorang
wanita yang melahirkan dan membesarkanmu.
Pria itu semakin marah
tapi pria yang satunya lagi menahan. Ia takut jika di dalam mobil Seung Hee ada
kotak hitamnya karena itu akan membuat keduanya berada dalam masalah. Ia
mengajak temannya itu lebih baik pergi saja.
Seung Hee berteriak pada
dua pria yang pergi itu untuk meminta maaf padanya dulu. Pria yang masih marah
tak terima tapi pria yang satunya meminta maaf tak ingin mencari masalah lebih
jauh lagi. Keduanya pun pergi.
Ji Eun merasa perasaannya
sedikit lega setelah mengeluarkan sumpah serapah untuk melampiaskan
kesedihannya. Ia sudah melepaskan semua kemarahan untuk suaminya pada dua pria
itu. Ia heran dari mana Seung Hee belajar hal itu. Seung Hee bilang ia tak
begitu ahli melakukan itu, Keduanya tertawa. Seung Hee kemudian menyahut bahwa
saat Ji Eun merasakan tinggal di luar negeri maka Ji Eun pasti akan mengalami
hal yang jauh lebih buruk daripada ini. “Orang-orang akan memendang rendah
dirimu jika kau memperlihatkan kelemahanmu.”
Ji Eun yang perasaannya
sedikit lebih baik berkata bahwa ia akan menunggu suaminya. “Bukan karena aku
percaya pada suamiku tapi sebaliknya, aku ingin percaya padamu. Kau memberitahuku
kau akan mengurus masalah ini, jika itu semakin buruk.” Seung Hee membenarkan
ia akan melakukan itu. Itu bukan hanya janji kosong, ia akan benar-benar
melakukannya.
Ji Eun juga akan melakukan
hal yang sama. Seung Hee berkata bukankah Ji Eun tak membuat janji apa-apa dengannya.
Ji Eun berkata bukankah Seung Hee pernah mengatakan bahwa jika Sueng Hee
meninggal lebih dulu, ia diminta menjaga Geu Roo. Ia pun akan melakukan itu.
Seung Hee dengan suara pelan tanya apa benar Ji Eun akan melakukan itu. Ji Eun
tersenyum menjawab tentu saja, bukan hanya Seung Hee wanita baik disini, ia
juga.
Di rumah, Seung Hee
membuka foto-foto Tae Joo dengan Kang Rae Yeon yang ia simpan di brangkas. Ia
tampak memikirkan sesuatu. Terdengar bel pintu rumahnya bunyi. Ia menyimpan
kembali foto-foto itu di brangkas.
Seung Hee menduga yang
datang itu Geu Roo, tapi bukan itu Tae Joo yang mencari Ji Eun. Seung Hee
terkejut Tae Joo tahu alamat rumahnya. Tae Joo yang masih belum tahu bahwa itu
rumah Seung Hee memperkenalkan diri bahwa ia ini ayahnya Bona. Ia tanya apa ibu
Bona ada disini karena dia tak ada di rumah dan tak menjawab teleponnya. Ia
tahu ibu Geu Roo tadi pergi dengan istrinya ke pameran, bisakah ibu Geu Roo
membukakan pintu jika memang istrinya ada di dalam.
Seung Hee tak tahu harus
berkata apa, dengan suara terbata-bata ia mengatakan Ji Eun tak ada disini. Tae
Joo tanya kemana kira-kira istrinya pergi, apa ibu Geu Roo tahu. Seung Hee
menggerutu cemas kemana perginya Ji Eun padahal ia sudah meminta Ji Eun untuk
langsung pulang.
Tae Joo ingin bicara
sebentar masalah kesalahpahaman istrinya tapi Seung Hee menolak. Disaat
bersamaan, datanglah Geu Roo bersama Bona. Bona mengatakan pada ayahnya kalau
ia harus pergi les biola, bisakah ayahnya ini mengantarnya.
Sebelum Tae Joo pergi, Geu
Roo menagih janji kapan ayahnya Bona ini bisa bermain basket dengannya,
bukankah ketika makan kemarin Tae Joo bilang bisa bermain basket dengannya.
Seung Hee yang berada di dalam rumah melihat percakapan itu hanya bisa terdiam.
Tae Joo menarik nafas
panjang, “Geu Roo-ya, di Korea jika seseorang memintamu untuk makan bersama
suatu hari atau melakukan sesuatu bersama suatu hari itu bukan janji. Itu hanya
cara biasa, hanya bahasa kiasan saja.”
“Jika kebiasaan yang ada
itu salah, ahjussi.. anda seharusnya memperbaikinya.” Protes Geu Roo. Tae Joo
mengerti ia pun akan menghubungi Geu Roo jika ia memiliki waktu luang untuk
bermain basket. Ia pun pergi akan mengantar Bona les biola.
Seung Hee memperhatikan
kalau Geu Roo sepertinya dekat dengan ayahnya Bona. Geu Roo menjawab tidak.
Seung Hee mendengar kalau tadi Geu Roo akan bermain basket bersama ayahnya Bona.
Geu Roo berkata itu hanya sebuah perbandingan, karena teman-temannya perlu
berpikir bahwa ia memiliki ayah. Ia menyarankan agar ibunya perlu membuat
perbandingan juga, berpura-puralah bahwa ibu memiliki suami. “Ah iya ibu kan
akan segera memilikinya, meskipun sekarang dia hanya pacarmu.” Seung Hee
kembali menegaskan bahwa pemuda itu (Ji Sub) bukanlah pacarnya atau apapun yang
Geu Roo pikirkan.
Geu Roo yang memegang
gelas dengan tangan kiri bertanya apa kira-kira suami ibunya ini kidal. Seung Hee
menjawab itu bukan suaminya tapi ayah Geu Roo, itu karena ia tidak menikah. “Dia
bukan suamiku tapi dia tetap ayahmu.” Seung Hee berkata kalau Geu Roo sangat
mirip dengan ayah Geu Roo, “kidal, memiliki harga diri yang kuat. Cara kau
melihat dan bahkan cara kau berjalan.” Geu Roo tak percaya, bagaimana bisa ia
mempercayai itu karena sama sekali ia tak pernah melihat ayahnya.
Seung Hee tak ingin
melanjutkan membahas itu ia mengajak putranya makan. Tapi Geu Roo belum lapar,
ia akan makan nanti saja.
Ibu Tae Joo dan Tae Hoon
masih berada di rumah Tae Joo. Ibu menilai seorang istri itu seharusnya kembali
ke rumah untuk makan, ia heran kesibukan apa yang Ji Eun lakukan diluar. Ia
menyuruh Tae Hoon untuk menghubungi Ji Eun. Tapi Tae Joo bilang tak usah. Tae Hoon
menebak apa kakaknya ini sedang bertengkar dengan Ji Eun. Tae Joo menjawab
tidak.
Ibu meminta pendapat Tae Joo
tentang masakan sup belutnya, apa asin atau tidak. Tae Joo diam saja. Tae Hoon
menyahut bilang saja kalau itu enak. Tae Joo dengan malas berkata kalau masakan
ibunya enak. Ibu berkata belut itu kiriman dari ibunya Min Ah yang di Busan.
Min Ah membuat ibunya khawatir sejak dia memiliki seorang anak dan belum mendapatkan
pekerjaan. Ya maksud ibu Tae Joo basa-basi begini berharap Tae Joo bisa
mencarikan pekerjaan untuk Min Ah di perusahaan Tae Joo bekerja. Tae Hoon
menyahut kalau ibunya ini menelepon kesana kemari tentang promosi yang akan Tae
Joo dapatkan. Tae Joo kesal kenapa ibunya memberitahukan hal itu ke mereka,
mencarikan pekerjaan untuk Min Ah bukan sesuatu yang mudah dilakukan sekarang
ini.
Tae Hoon mengusulkan
kenapa kakaknya ini tidak memberi tahu Min Ah bahwa disana ada lowongan
pekerjaan, jika dia tidak dipekerjaakan disana setelah diwawancarai itu bukan
masalah Tae Joo lagi kan. Tae Joo yang perasaannya sedang kacau ditambah ocehan
ibu dan adiknya tambah membuatnya kesal. Tae Hoon pun kena semprot. “Bekerja di
perusahaan itu tidak gampang. Setiap saat kompetisi dan itu adalah perang.
Atasan menekanmu dan bawahan bersaing denganmu. Dunia berubah begitu cepat, dan
kau membutuhkan uang, lagi dan lagi.”
Tae Hoon menggerutu kenapa
kakaknya malah memarahinya, bukan ia kok yang meminta pekerjaan kenapa malah
menyalahkannya. Mendengar perkataan Tae Hoon, ibu malah menaboknya, “kalau
kakakmu sedang mengatakan sesuatu padamu diam dan dengarkan saja!”
Tae Hoon ngedumel, kenapa
ibunya selalu bertindak tidak adil. Tae Joo kesal dengan omelan keduanya, ia
pun memberi tahu ibunya bahwa ia gagal mendapatkan promosi jabatan jadi jangan
minta apapun lagi darinya. Nafsu makan Tae Joo pun hilang, ia menyudahi
makannya dan masuk ke kamar. Tidak jadinya Tae Joo mendapatkan promosi membuat
ibunya ini pusing.
Direktur Kim pamit pada
putranya dan berjanji sabtu pekan depan ia akan datang lagi. Di depan Han Se, Direktur
Kim bersikap mesra pada mantan istrinya. Han Se permisi kembali ke dalam rumah
lebih dulu.
Setelah Han Se pergi, Direktur
Kim mengusap jijik mulutnya yang tadi mencium mantan istrinya. Ia kesal kenapa
ia masih harus melakukan ini setelah bercerai. Ibu Han Se tak mau kalah, apa Dir
Kim pikir ia manyukai itu. Ia harap mantan suaminya ini tetap berhati-hati sampai
Han Se bisa masuk ke sekolah menengah, dan juga behati-hatilah dengan ayahnya Bona
di kantor. “Jika kau memiliki hubungan gelap, jangan lakukan itu di kantor,
bagaimana jika ibunya Bona tahu dan menyebarkan rumor di lingkungan ini?”
Dir Kim berkata kalau
kekhawatiran itu seharusnya untuk ibunya Bona. Ibu Han Se tak mengerti apa
maksudnya. Dir Kim tanya apa mantan istrinya ini penasaran.
Ji Eun ternyata pergi minum-minum dan sekarang mabuk tiduran di bangku taman. Ia menyanyi-nyanyi tak
karuan. Seorang satpam komplek menghampiri Ji Eun yang mabuk, ia meminta Ji Eun
bangun dan segera pulang.
Tae Joo melihat siapa yang
mabuk itu dan terkejut begitu tahu wanita itu adalah istrinya. Ia heran kenapa
Ji Eun banyak minum, bukankah istrinya ini tak bisa minum. Ia pun menggendong Ji
Eun di punggungnya. Tae Joo tampak keberatan menggendong istrinya, ditambah
lagi salah satu sepatu Ji Eun terlempar membuat Tae Joo kepayahan mengambilnya.
Hahaha.
Dengan susah payah Tae Joo
berhasil menggendong Ji Eun hingga ke kamar. Ji Eun menggeliat dan tanpa
disadari kaki Ji Eun menendang wajah Tae Joo hingga membuat suaminya itu
tersungkur ke lantai wakakakaka.
Tae Joo yang kesakitan
memegangi wajahnya bertanya apa Ji Eun sudah sadar. Dalam mabuknya Ji Eun
berkata, “aku sudah mencurahkan seluruh hidupku, untuk keluargaku dan suamiku.
Dan sekarang suamiku memiliki hubungan gelap sebagai gantinya. Hatiku sakit,
semuanya sakit.”
Tae Joo berkata bahwa Ji Eun
sudah salah paham. Ji Eun menatap suaminya dengan tatapan tajam, disana
terlihat air mata Ji Eun. Tae Joo mengerti ini kesalahannya, ia benar-benar
minta maaf dan berjanji tak akan pernah menyakiti Ji Eun lagi. Bukankah Ji Eun
lebih tahu padapada dirinya bahwa ia mencintai Ji Eun dan juga Bona.
Ji Eun tertawa menilai apa
yang Tae Joo katakan itu hanyalah omong kosong. Ia pun mengeluarkan sumpah
serapah membuat Tae Joo heran. Ji Eun kemudian tergeletak tak sadarkan diri.
Tae Joo menghela nafas
melihat keadaan istrinya, “Dia hampir tidak pernah mengeluh, dan dia begitu
mengandalkanku. Dia percaya padaku dan aku sudah membawakan penderitaan
untuknya.”
Keesokan harinya, seperti
biasa Ji Eun menyiapkan sarapan untuk keluarganya. Tae Joo was-was dengan
keadaan istrinya. Untuk berbasa-basi ia bertanya dimana Bona. Ji Eun menjawab
kalau sekarang Bona sedang belajar karena dia sudah lebih dulu sarapan.
Ji Eun terkejut melihat
luka memar di wajah suaminya. Tae Joo pun jujur berkata bukankah semalam Ji Eun
menendangnya. Ji Eun bingung kapan ia melakukan itu. Tae Joo tanya apa Ji Eun
tak ingat apa yang terjadi semalam. Ji Eun berusaha mengingat-ingat tapi ia tak
ingat apapun. Ia khawatir dengan luka memar di wajah suaminya, apa itu sakit.
Tae Joo sekali lagi bertanya apa Ji Eun benar-benar tak ingat apa yang ia
katakan semalam, apa Ji Eun juga tak ingat bahwa Ji Eun semalam sudah menyumpahi
dirinya. Ji Eun semakin heran kapan ia pernah menyumpahi suaminya, bukankah
suaminya tahu ia tak bisa mengatakan itu. (hahaha)
Tae Joo penasaran dengan
siapa semalam Ji Eun minum. Ji Eun menjawab dengan ibunya Geu Roo (hehehe
bohong nih, emaknya Geu Roo bahkan ga tahu kemana Ji Eun pergi) bukankah
sebelumnya ia sudah bilang kalau suami ibunya Geu Roo ada di Kanada dan
sepertinya dia memiliki hubungan gelap. Ibu Geu Roo tidak merasa baikkan jadi
ia minum dengan ibu Geu Roo.
Tae Joo meminta istrinya
mulai sekarang jangan dekat-dekat dengan ibunya Geu Roo. Ji Eun bertanya
kenapa. Tae Joo berkata itu karena ibu Geu Roo memberikan pengaruh yang buruk
pada Ji Eun, jika Ji Eun terus mendengarkan ibu Geu Roo maka Ji Eun juga akan
berakhir dengan salah paham terhadapnya. Kesalahpahaman kecil bisa menimbulkan
keraguan dan keraguan berubah menjadi obsesi.
Ji Eun tak sependapat, “ibu
Geu Roo adalah temanku, dia teman yang kusuka. Dia sangat menghiburku.” Ia
meminta Tae Joo menjaga ucapan tentang ibu Geu Roo. Tae Joo meminta Ji Eun
jangan tersinggung dengan ucapannya. Ji Eun tak peduli apa yang orang lain
katakan, “aku tidak akan pernah meragukanmu, aku percaya padamu.” Tae Joo pun
memahami itu.
Orang suruhan Seung Hee (saya
bingung nyebutnya apa) memberi tahu bahwa pertemuan dengan perwakilan
perusahaan akan dilakukan besok di Sky Lounge Bella Hotel jam 2 siang dan yang menjadi
perwakilan dari perusahaan adalah Moon Tae Joo. Jika ia yang hadir menggantikan
Seung Hee itu mungkin akan menimbulkan masalah karena Tae Joo sudah beberapa
kali melihatnya. Ia kesulitan mencari orang lain, tak mudah menemukan seseorang
menjadi pengganti yang tepat. Seung Hee pun akan pergi kesana sendiri jika
orang suruhannya ini tak bisa menemukan pengganti.
Di perusahaan sedang
diadakan rapat. Kontrak baru dengan Stella Han sudah di revisi, sesuai dengan
syarat yang diinginkan Stella Han pada Presdir.
Dir Kim berkata bukankah
ini yang akan menjadi proyek pertama Direktur Kang Rae Yeon jadi kemungkinan Dir
Kang akan kecewa karena tidak jadi dilibatkan. Presdir berkata kalau Stella Han
secara khusus memintanya untuk menugaskan Manajer Moon Tae Joo sebagai
penghubungnya. Setelah bertemu dengan Stella Han, ia menyadari bahwa Direktur Kang
akan lebih berguna ditempatkan di tempat lain.
Moon Tae Joo hadir di
ruangan rapat meminta maaf karena kesibukannya menangani beberapa toko. Presdir
pun menunjuk Moon Tae Joo untuk menangani proyek kerjasama dengan Stella Han. Tae
Joo yang baru saja masuk ke ruangan rapat terkejut.
Presdir juga mengatakan
bahwa ia ingin secara aktif fokus memperluas bisnis mereka di China. Dir Kim
sudah kepedean siap ditunjuk untuk mengambil proyek ini namun Presdir menunjuk Kang
Rae Yeon untuk memimpin proyek ini. Dir Kim jelas saja kecewa dan menahan
kesal.
Seusai rapat, Direktur Kim
menghampiri Rae Yeon, ia menyindir bagaimana rasanya setelah melakukan semuanya
tapi tidak mendapatkan apa-apa. Rae Yeon tanya apa maksud perkataan Dir Kim.
Dir Kim tertawa meminta Rae Yeon jangan pura-pura tidak mengerti, “dia
mengalahkanmu. Kau yang melakukan pekerjaannya dan dia yang mendapat pujian.”
Rae Yeon mencibir, apa Dir
Kim pikir Moon Tae Joo itu seperti Dir Kim. Direktur Kim menyadari bahwa Tae Joo
berbeda dengannya karena Tae Joo lebih kejam daripada dirinya. Rae Yeon
menyayangkan tebakan Dir Kim, karena ia tidak merasakan sesuatu yang buruk
tentang keberhasilan Tae Joo. Dir Kim meminta Rae Yeon sadar karena ini nasehat
terakhirnya. Rae Yeon mencibir Dir Kim ini tidak kompeten menjadi penasehatnya.
Dir Kim menyentuh pundak Rae Yeon mengingtakan bahwa Rae Yeon pasti akan segera
menyadarinya.
Moon Tae Joo bicara berdua
dengan Presdir. Presdir bertanya apa Tae Joo mengenal Stella Han secara pribadi.
Tae Joo menjawab tidak. Presdir mengatakan Stella Han memintanya menugaskan Direktur
Kang Rae Yeon untuk posisi di luar negeri. Jadi ia menugaskan Kang Rae Yeon ke
proyek perluasan produk di China. Ia pikir Stella Han memiliki ketertarikan
tertentu pada Tae Joo. Ia heran apa benar Tae Joo belum pernah bertemu dengan Stella
Han sebelumnya. Tae Joo kembali menjawab tidak.
Presdir menduga Stella Han
sudah menyelidiki perusahaan terlebih dahulu untuk menyetujui kerjasama bisnis
dengan perusahannya. Ia menebak itu mungkin karena reputasi Tae Joo yang bagus,
makanya Stella Han memilih Tae Joo yang menangani proyek ini.
Tae Joo berpapasan dengan Rae
Yeon. Kali ini Rae Yeon tak menyapa, dia hanya berjalan berlalu saja. (Kecewa
karena proyeknya dikasih ke Tae Joo hehehe)
Ji Sub mengetuk kaca
jendela meminta Seung Hee membukakan pintu studio. Ia membawakan kopi untuk Seung
Hee. Seung Hee yang tengah melukis mengatakan kalau pintunya tidak dikunci.
Seung Hee menebak apa Ji Sub
sedang mencoba meminta bantuannya, pake membawa sogokan minuman segala. Ji Sub
berkata jika Seung Hee bisa membantunya, ia memiliki hadiah untuk Seung Hee.
Ji Sub ingin tahu apa yang
Seung Hee lukis. Seung Hee menjawab bunga lotus. Ji Sub tanya lagi apa itu, ia
ingin Seung Hee menjelaskan tentang apa yang Seung Hee gambar.
Seung Hee tiba-tiba teringat
masa lalu saat dimana Geu Roo kecil memintanya menjelaskan apa yang ia gambar.
Seung Hee menjelaskan pada
Geu Roo bahwa yang ia gambar ini adalah bunga lotus. “Dahulu kala, ibu dari
keluarga ningrat memberikan gambar ini pada anak-anak mereka sebagai hadiah.
Bunga berwarna pink yang disana, disebut Yeok Ki. Bunga ini membawa impian dari
hati seorang ibu yang berharap anaknya akan melalui semua kesulitan dalam
kehidupannya.” Ia mengatakan Permintaan lukisan ini dari wanita kaya di
lingkungan tempat tinggal mereka yang ingin ia melukiskan itu untuk anaknya.
Wanita itu bahkan akan membayar mahal lukisan ini. “Saat ibu mendapatkan uang
itu...”
“Bu, berikan juga aku satu
dari gambarmu sebagai hadiah.” pinta Geu Roo.
Seung Hee tersenyum
menyanggupi, “Nanti setelah ibu mempunyai banyak uang, ibu akan memberikan
padamu lukisan yang banyak. Ibu janji.”
Seung Hee yang mengingat
masa lalu menitikan air mata. Ia mengambil tissu untuk mengusap air matanya. Ji
Sub heran kenapa Seung Hee menangis, ini bukan lukisan dengan cerita yang sedih
kan.
Seung Hee mengelak, ia tak
menangis, matanya hanya berair. “Kau akan tahu air mata itu akan mengalir kapan
saja, saat kau sudah tua.” (hahaha)
Ji Sub semakin penasaran
dan ingin tahu, “Pertama kau punya diabetes dan sekarang mata berair?
Selanjutnya apa?” (tebakan Ji Sub tentang penyakitnya Seung Hee)
Seung Hee tanya apa yang Ji
Sub inginkan karena ia sedang sibuk bekerja. Ji Sub ingin Seung Hee meminum
kopi yang dibawanya ini baru kemudian bicara. Ji Sub menyerahkan satu gelas
kopi namun di dalam wadah tidak ada gulanya. Ia kesal karena lupa membawa
gulanya. Ia tanya apa Seung Hee punya gula. Seung Hee akan mengambilkannya
namun Ji Sub bilang biar ia saja yang mengambil tunjukan saja dimana tempatnya.
Seung Hee pun menunjukan letak ia menyimpan gula.
Ji Sub membawa ke meja
sebelah dua gelas kopi itu untuk dicampur gula, “aku yakin kau menyelamatkan
negara di kehidupanmu yang terakhir. Tak ada perempuan lain yang menikmati
pelayanan dariku, kecuali ibuku. Ketika kau merasa sedih hal yang manis adalah
yang terbaik.” (hahaha ke-pede-an banget nih cowok)
Ji Sub menyerahkan satu
gelas kopi yang sudah ia beri gula pada Seung Hee. Seung Hee menerima dan
langsung menyeruputnya. Ji Sub tanya apa Sueng Hee sudah memutuskan untuk
bekerja di proyek perusahaan itu. Seung Hee balik bertanya kenapa Ji Sub
penasaran tentang itu. (Ya ialah kan itu perusahaan bapaknya hahaha) Ji Sub memberi
tahu kalau ia mengenal pria tua itu yang mengatakan padanya bahwa proyek itu
sangat penting. Jika tidak berjalan lancar perusahaan akan dalam bahaya besar.
Jadi ia penasaran dan khawatir.
Seung Hee bilang sambil
menyeruput kopi bahwa ia sudah mengambil keputusan. Ji Sub penasaran apa Seung Hee
akan melakukan itu. Seung Hee diam. Ji Sub tanya lagi apa Seung Hee tidak akan
melakukan proyek itu. Seung Hee menoleh menatap Ji Sub, ia balik bertanya
seperti meminta pendapat, yang mana yang akan Ji Sub pilih.
“Lakukan...” ucap keduanya
bersamaan. Ji Sub terkesan, ia mengangkat tangannya dan melakukan tos dengan Seung
Hee.
Seung Hee ingat bukankah Ji
Sub janji akan memberinya hadiah. Ji Sub mengangguk apa yang Seung Hee inginkan
darinya.
Ji Sub terkejut dan
mundur, “jangan lakukan ini padaku.” (Dikiranya Seung Hee minta Ji Sub jadi
hadiah buat Seung Hee kali ya hahaha)
Ji Sub menegaskan ia ini
bukan pengangguran, ia sebenarnya sangat sibuk. Seung Hee berkata ia tidak akan
mengambil banyak waktu Ji Sub karena selanjutnya ia yang akan menangani sendiri.
Ia hanya perlu Ji Sub menemui orang yang datang mencarinya kemarin.
“Hanya sekali saja,
tolonglah!” pinta Seung Hee. “Di Lounge Bella Hotel besok jam 2 siang.”
Ji Sub bilang besok ia ada
janji balap motor dengan teman-temannya. Seung Hee memohon tapi Ji Sub benar-benar
tak bisa. Seung Hee memohon dengan wajah memelas.
“Hei jangan memandangku dengan
mata seperti itu. Walaupun aku ingin menolongmu tapi perusahaan ini....” Ji Sub
tak melanjutkan ucapannya, bagaiaman pun ia tak bisa membantu Seung Hee.
Ji Sub mengambil kopi
miliknya dan diseruput. “Aw asin...” seru Ji Sub menyemburkan kopi asin yang
diminumnya. Ia heran melihat Seung Hee yang santai saja meminum kopi asin itu, “apa
kau baru saja meminumnya? bukankah itu asin?”
“Aku tak tahu.” sahut Seung
Hee. Ji Sub semakin heran bagaimana Seung Hee bisa tidak tahu kalau itu asin.
Seung Hee bilang tidak tahu, memangnya kenapa. Ji Sub merasa aneh melihat Seung
Hee yang sepertinya tak peka lidahnya terhadap rasa.
Ji Sub menelepon seseorang
berkata kalau obat diabetes itu mungkin kuat, tapi bukankah tidak akan mematikan
rasa. Temannya mengatakan bahwa beberapa obat mempunyai kadar racun tinggi. Ji Sub
membenarkan karena sebelum ibunya meninggal beliau juga seperti itu. Tapi ia
penasaran ketika dia pingsan dan dibawa ke ruang gawat darurat apa mungkin obat
tidur yang mematikan mematikan rasanya. Temannya kesal Ji Sub terus bertanya
kenapa tidak kirimkan contoh obat itu biar ia bisa menjawab pertanyaan Ji Sub dengan
benar.
Ketika akan pulang, di
depan kompeks apartemennya Seung Hee bertemu ibu Min Joo. Ibu Min Joo menyapa Seung
Hee menggunakan bahasa inggris, “Hi.. How are you? Fine, thank you, and you?”
(wakakaka)
Seung Hee hanya tersenyum simpul
menjawab pendek ya. Ibu Min Joo ingin bicara dengan Seung Hee secara pribadi.
Seung Hee menolaknya dengan halus karena ia sedang sibuk. Ibu Min Joo memohon
karena ini hanya sebentar saja.
Ji Eun sampai di apartemen
Sueng Hee membawa makanan. Ia melihat dari kaca lantai atas Seung Hee tengah
berbincang dengan ibu Min Joo. Ia penasaran perbincangan seperti apa yang dilakukan
keduanya.
Ketika Seung Hee sampai di
dalam rumah, Ji Eun menariknya untuk duduk. Ia ingin tahu kenapa Seung Hee
bicara dengan ibunya Min Joo. Seung Hee bilang itu pembicaraan yang tidak
banyak, memangnya kenapa. Ji Eun berkata bukankah Seung Hee tahu ibunya Min Joo
itu mendapatkan julukan si tukang gosip. Seung Hee meminta Ji Eun jangan
khawatir ia tak pernah bicara mengenai suami Ji Eun ke orang lain. Ji Eun
berkata ia tidak menceritakan ini bukannya ia tidak percaya, ini karena
perempuan di kompleks ini suka bergosip. Seung Hee kembali meminta Ji Eun tak
perlu khawatir karena ia merasa Ji Eun sudah melakukan yang baik.
Ji Eun berkata kalau ia
sedang mencobanya. Seung Hee menyahut kalau ia juga sedang memberi Ji Eun
semangat. Ji Eun mengatakan kalau ia tak bisa berjanji apa-apa karena perasaannya
sendiri naik turun lebih dari 12 kali dalam sehari, ia merasa sesuatu tertahan
di hatinya dan itu membuatnya gila.
Seung Hee memebei tahu
kalau kemarin ayah Bona datang mencari Ji Eun. “Dia kelihatan sangat peduli
padamu dan itu hampir membuatku iri.”
Ji Eun memberanikan diri
untuk bertanya apakah ayahnya Geu Roo akan tinggal di Kanada terus, “Jika dia
tinggal sendiri dia akan mendapat banyak godaan. Kenapa kau tidak memintanya
untuk datang?”
Seung Hee diam, bersamaan
dengan itu ponsel Ji Eun berdering. Telepon dari ibu mertuanya yang memintanya
datang ke rumah.
Ibu Tae Joo yang sudah
tahu putranya gagal mendapatkan promosi jabatan berkata kalau Tae Joo akan
mendapatkan promosi jabatan itu lain waktu. Ia mengerti Ji Eun pasti sangat
kecewa tapi menurutnya Ji Eun tak seharusnya bersikap seperti ini. Ji Eun minta
maaf, suaminya meminta dirinya untuk tak memberitahukan ini pada ibu takut ibu
khawatir.
Ibu Tae Joo tak
menyalahkan Ji Eun, “Maksudku kau harus menyemangati suamimu di rumah, jadi dia
akan percaya diri di pekerjaannya. Kau begitu sedih setelah dia gagal dipromosikan,
kau bahkan tak hadir saat makan malam. Seorang istri tak boleh melakukan hal
seperti itu.”
Ji Eun akan menjelaskan
apa yang sebenarnya terjadi kemarin tapi ia tak jadi menjelaskannya. Ia hanya
mengatakan bahwa yang terjadi bukan karena itu. Ibu bersikeras bahwa ia tahu
persis keadaan yang terjadi, “kau seharusnya menghargai suamimu meskipun betapa
berbakatnya dirimu. Bahkan ketika dia jatuh, dia harus tetap berada di atas,
bukan di bawah.” Ji Eun menunduk mengerti dengan nasehat mertuanya.
Ibu Tae Joo ingin tahun
ini Ji Eun punya anak lagi. Menurutnya pekerjaan Tae Joo tidak berhasil karena
dia tak memiliki anak laki-laki. “Aku sudah bilang padamu sebelumnya, anak laki-laki
akan meningkatkan keberuntungan Tae Joo.” Ji Eun menilai hal itu hanyalah
takhayul saja.
Ibu Tae Joo bertanya apa Ji
Eun mengerti tanda dari perkataan peramal mengenai anak laki-laki. “Itu berarti
dia akan memiliki anak dari wanita lain jika istrinya tidak memberikannya.”
Ji Eun terkejut dan tak mengerti
apa maksud perkataan ibu mertuanya ini.
“Jika kau tidak memberikan
dia anak laki-laki, wanita lain yang akan memberikannya.” Jelas ibu Tae Joo membuat
hati Ji Eun gusar.
“Jika wanita lain memiliki
anaknya, kau tak akan punya pilihan lain selain membesarkannya.” sambung ibu Tae
Joo.
Ji Eun sedih kenapa ibu
mertuanya mengatakan hal seperti itu. Ibu Tae joo menegaskan itu sebabnya ia
bersikeras agar Ji Eun memiliki anak laki-laki. Ji Eun yang sedih menahan kesal
ibu mertuanya ini tak tahu situasi yang ia alami, ibu mertuanya seharusnya tak
melakukan ini padanya. Ibu Tae Joo berkata apa yang begitu sulit mengatakan Ji
Eun harus memiliki anak laki-laki, “Kau seharusnya perhatian pada suamimu jadi
dia tidak akan selingkuh. Setiap bulan Tae Joo membawa pulang gaji-nya, Bona juga
tidak pernah membuat masalah.”
Hati Ji Eun semakin sakit
mendengarnya, “ayahnya Bona berselingkuh.” Ucap Ji Eun tak tahan lagi menahan
kepedihan di hatinya.
“Apa kau bilang?” Ibu Tae Joo
terkejut mendengar apa yang menantunya katakan.
Besambung ke episode 6 part 2
Tae Joo bilang sakitnya tuh disini (tunjuk wajah) wkwkkwkw kalo liat Tae Joo koq jadi kepikiran Min Woo (Temptation) beti sih ye beda2 tipis hehhehe semangat ya mbak nulisnya,,,
ReplyDeleteOfie