Guci milik Presdir Jang pecah. In Hwa dan Hae Joo panik. Geum Hee yang mendengar langsung bergegas melihatnya. In Hwa mengatakan kalau bukan dirinya yang memecahkan guci milik ayahnya.
Geum Hee beralih menatap Hae Joo. Hae Joo tak tahu harus berkata apa karena ia sendiri pun terkejut. Ia langsung jongkok untuk membereskan pecahan gucinya. Geum Hee memandang Hae Joo yang tengah jongkok, bekas luka bakar Hae Joo pun terlihat. Apakah Geum Hee melihatnya? Ternyata tidak.
Geum Hee mengenali Hae Joo sebagai anak yang pernah memukul In Hwa di sekolah. Ia bertanya apa Hae Joo yang memecahkan gucinya. Hae Joo menjawab kalau bukan ia yang memecahkannya. Geum Hee kembali beralih memandang In Hwa. In Hwa merengek kesakitan dan berkata kalau kakinya berdarah. Geum Hee melihat luka kecil di kaki In Hwa dan segera berteriak memanggil bibi pembantu untuk mengambilkan obat. Geum Hee menyuruh pembantunya untuk membereskan pecahan guci dan luka In Hwa biar ia yang mengobati.
Hae Joo jadi serba salah. Geum Hee memarahinya, “Anak seperti apa kau ini? Kau bahkan tak minta maaf saat dia terluka?” Hae Joo minta maaf dan kembali berkata kalau bukan ia yang memecahkan gucinya. Geum Hee makin marah jadi apa Hae Joo pikir In Hwa sudah berbohong padanya. Ia berkata kalau kelakukan Hae Joo sangat buruk. Ia bertanya dimana rumah Hae Joo karena ia harus bertemu dengan orang tua Hae Joo.
Hae Joo meyakinkan kalau bukan ia yang melakukannya. Bibi pembantu melihat luka di kaki Hae Joo. Ternyata lukanya lebih parah daripada luka di kaki In Hwa. Banyak darah yang keluar di kaki Hae Joo.
Melihat itu In Hwa langsung menangis keras. Hae Joo heran kenapa In Hwa menangis dan berkata kalau ini hanya berdarah banyak tapi bukan apa-apa. In Hwa menangis dan mengaku kalau ia yang memecahkannya.
Di luar Park Gi Chul menatap rumah majikannya dengan tatapan cemas karena Hae Joo berada di dalam rumah. Presdir Jang datang dan bertanya apa yang sedang dilakukan Park Gi Chul, kenapa tak menemui pemilik perkebunan pir. Park Gi Chul mengatakan kalau ia akan menemui mereka. Presdir Jang meminta Park Gi Chul melaporkan semua hasilnya. Kemudian Presdir Jang masuk ke rumahnya.
Geum Hee mengobati luka di kaki Hae Joo. Presdir Jang sudah berada disana. Hae Joo memberi salam ke Presdir. Ia mengatakan kalau ia itu temannya In Hwa. Hae Joo mengatakan namanya. Presdir Jang mengelus wajah putrinya dan berkata kalau sudah lama sekali sejak terakhir kali putrinya membawa teman ke rumah.
Hae Joo masih ragu tapi ia memberanikan diri bertanya apa Presdir Jang benar-benar pemilik rumah ini. In Hwa bertanya pada ayahnya apa ayahnya ini junior ayah Hae Joo ketika wamil, apa itu benar. Hae Joo langsung meralat kalau orang yang dimaksud itu bukan Presdir Jang tapi orang lain yang bernama Park. Geum Hee menyahut apa yang dimaksud itu Pelayan Park.
Hae Joo bingung, pelayan Park? Mendengar itu In Hwa tertawa dan pasti yang dimaksud Hae Joo itu memang pelayan Park, “Bagaimana mungkin ayahku junior ayahmu?” Ia memberi tahu kalau pelayan Park adalah orang yang bekerja di rumahnya.
Hae Joo pamit ia harus segera pulang. Tapi In Hwa mencegah dan mengajak Hae Joo makan malam bersama di rumahnya. Hae Joo menolak tapi In Hwa memaksa agar makan malam dulu lalu pergi. Geum Hee setuju usul In Hwa ini juga sebagai balasan karena ia merasa bersalah sudah menuduh Hae Joo yang bukan-bukan.
Mereka pun makan malam bersama. Presdir Jang terkejut mendengar kalau guci-nya pecah. Geum Hee menutupinya dan mengatakan kalau ia tak sengaja menjatuhkannya. Presdir Jang heran kenapa bisa istrinya melakukannya, ia merasa ini aneh karena guci itu harganya lumayan mahal. In Hwa menunduk tak berani menatap ayahnya. Geum Hee bertanya apa ia harus membayar ganti rugi apa ia harus pergi dari rumah sebagai ganti ruginya. Presdir Jang tertawa mendengar candaan istrinya, “Tak apa-apa Nyonya. Kau sudah memecahkannya dengan baik. Aku bahkan tak suka benda itu,” katanya kemudian tertawa dan disusul tawa istrinya. Hae Joo memandang heran kenapa Presdir Jang tak marah.
In Hwa melihat kalau Hae Joo tak segera makan. Hae Joo beralasan kalau ia bingung karena terlalu banyak makanan jadi ia tak tahu mana dulu yang harus dimakan. In Hwa menunjukan makanan yang terbuat dari daging. Hae Joo pun mencobanya dan memuji rasanya sangat enak.
Seperti seseorang yang belum pernah makan Hae Joo mengambil makanan dan memakannya sangat lahap. Ia tersenyum senang. Il Moon menatap sinis adiknya, “Hey kau membawa dia dari mana?” (mungkin secara kasarnya kau membawa pengemis dari mana)
Mendengar itu Hae Joo langsung terdiam dan teringat keluarganya yang makan hanya dengan tahu sementara ia disini makan dengan daging. Geum Hee yang duduk disamping Hae Joo bertanya ada masalah apa. Hae Joo berkata tak ada apa-apa hanya makanan ini rasanya enak sampai ia menangis. Hae Joo kembali mengambil makanan dan melahapnya.
Sesuai janji, In Hwa mempersilakan Hae Joo mengambil botol bekas yang ada di rumahnya. Ia membawakan troli untuk mengangkut botol-botol bekas. Hae Joo yang tak mengerti benda apa yang dibawa In Hwa. In Hwa mengatakan kalau troli ini biasanya digunakan untuk membawa benda berat. Hae Joo senang ternyata ada benda seperti itu ia pun minta izin akan mengambil 2 krat botol bekas.
Hae Joo menilai kalau alat yang digunakan untuk membawa botol ini sangat aneh karena walaupun ia mengangkut benda berat rasanya tidak berat. Ia bertanya apa ia boleh menggunakan alat ini dan mengembalikannya besok.
In Hwa mencibir, “Tapi... apa kau tak akan mengucapkan terima kasih padaku?”
Hae Joo tersenyum dan berkata tentu saja ia sangat berterima kasih. In Hwa kembali bertanya bagaimana kalau Hae Joo juga bilang minta maaf padanya. Hae Joo langsung terdiam. In Hwa berkata kalau Hae Joo sudah memukulnya ia minta agar Hae Joo minta maaf padanya dengan sungguh-sungguh.
Hae Joo berkata kalau yang namanya minta maaf tak sulit baginya untuk mengatakan itu tapi menurutnya In Hwa juga bersalah, “Siapa yang memukul orang hanya karena mereka memungut makanan di lantai? Dan juga makanan bukan benda yang bisa sembarangan dibuang.”
In Hwa meninggikan suaranya, “Hei.. apa kau pikir kau dan aku sama? Tidak masuk akal. Aku sudah mengajakmu jauh-jauh kemari. Kau tak tahu tata krama.”
Hae Joo heran kenapa In Hwa marah. Hae Joo pun mengerti dan minta maaf. Ia berharap In Hwa tak marah lagi. In Hwa sewot tak peduli apa yang Hae Joo ucapkan ia bergegas masuk ke rumahnya. Hae Joo terheran-heran melihat emosi In Hwa yang mudah naik.
Dari jauh Park Gi Chul memperhatikan Hae Joo yang dengan riang gembira membawa 2 krat botol bekas. Ia mengikuti Hae Joo.
Hae Joo bernyanyi riang karena bisa memperoleh banyak botol bekas. Ia seolah tak merasakan sakit di kakinya yang terluka.
Ternyata ayahnya menunggu dirinya pulang. Hae Joo heran kenapa ayahnya ada di luar rumah. Hong Chul melihat kaki Hae Joo yang diperban. Ia bertanya apa yang terjadi dengan kaki putrinya. Sambil tersenyum Hae Joo mengatakan kalau ini bukan apa-apa. Tapi Hong Chul melihat banyak noda darah, ia juga melihat Hae Joo membawa banyak botol bekas. Ia marah, apa Hae Joo terluka karena memungut botol-botol ini. Hae Joo bilang bukan.
Hong Chul meninggikan suaranya khawatir, “Bagaimana bisa ini bukan apa-apa? Kau sama sekali tak berfikir tentang perasaan ayahmu?” Mendengar ayahnya marah Hae Joo menunduk.
Hong Chul memelankan suara dan memberi tahu kalau ia mendapat pekerjaan. Tentu saja Hae Joo senang mendengarnya. Ia pun penasaran dimana ayahnya bekerja. Hong Chul mengatakan kalau ia mendapat pekerjaan di bengkel khusus perkapalan. Jadi ia minta Hae Joo jangan melakukan ini lagi (jangan mencari botol bekas lagi)
Hae Joo senang ayahnya bekerja di bengkel perkapalan. Kalau ayahnya merepasasi kapal apa ayahnya juga bisa manaiki kapal itu. Hong Chul tak menjawab ia malah bertanya apa Hae Joo sudah makan. Hae Joo menjawab sudah dan berkata kalau perutnya hampir meledak karena kekenyangan. Ia pun bertanya apa ayahnya juga sudah makan. Hong Chul kembali tak menjawab ia mengajak putrinya segera masuk.
Hong Chul menarik troli yang berisi botol bekas. Ia melihat kalau Hae Joo berjalan terpincang-pincang. Ia menyuruh Hae Joo naik ke punggungnya. Hae Joo menolak dan berkata kalau ia baik-baik saja. Tapi Ayahnya berkata kalau ia hanya ingin mengukur berat badan Hae Joo seberapa besar putrinya ini sudah tumbuh.
Hae Joo pun segera naik ke punggung ayahnya. Sambil menggendong Hae Joo, Hong Chul menarik troli berisi botol bekas. Hae Joo bertanya apa ia tak berat. Ayahnya menjawab ya dan berkata kalau putrinya ini sudah tumbuh besar. Hae Joo meminta diturunkan karena ayahnya pasti lelah menggendong sambil menarik troli. Hong Chul tak mau menurunkan Hae Joo ia akan meneruskan menggendong Hae Joo semampunya. “Bagus sekali kalau aku bisa menggendongmu seumur hidupku!”
Keduanya sampai di rumah. Hong Chul menurunkan putrinya. Istrinya keluar rumah dan marah-marah karena Hae Joo baru pulang, “Hei gadis jalang dari mana saja kau sampai baru pulang sekarang?”
Hong Chul heran kenapa istrinya langsung menyumpah setiap kali melihat Hae Joo.
Dal Soon : “Apa aku kelihatan tak ingin menyumpah sekarang? Anak-anak merengek dan mengatakan kalau mereka lapar. Kalau aku masak dalam kondisi seperti ini dan sesuatu terjadi pada bayiku, apa kau dan perempuan itu mau bertanggung jawab?”
Hong Chul berkata pada istrinya kalau Hae Joo baru pulang memulung botol demi memperoleh uang untuk mereka makan. Istrinya mencibur apa hal itu pantas untuk disombongkan, “Saat kau membuat istrimu yang hamil menunduk untuk mengambil beras dari karung yang nyaris kosong dan membuat putrimu memungut botol, apa kau hebat sekali?”
Dal Soon membanting meja kecil yang ia bawa. Piring dan gelasnya berhamburan. Hong Chul meninggikan suara apa yang sudah dilakukan istrinya. Mendengar emosi ayahnya yang mulai meledak Hae Joo berusaha menenangkanya. Melihat tatapan Hae Joo yang memohon hati Hong Chul langsung melunak.
Hae Joo berusaha menyenangkan hati ibunya ini. Ia tersenyum dan minta maaf kalau semua ini salahnya jadi ia berharap ibunya ini tak perlu marah pada ayah. Dal Soon tak mengubrisnya, ia mengabaikan apa yang dikatakan Hae Joo dan masuk ke kamar. Hae Joo langsung membereskan piring, mangkuk dan gelas yang berserakan di tanah. Ayahnya membantu memunguti.
Tapi tiba-tiba pandangan Hong Chul tertuju ke satu arah. Ia melihat Park Gi Chul bersembunyi di balik pohon tak jauh dari rumahnya.
Keduanya bicara. Park Gi Chul marah apa yang sudah dilakukan temannya ini apa yang ia katakan tak didengar. Bukankah ia meminta Hong Chul untuk segera meninggalkan Ulsan karena temannya ini tak bisa tinggal di Ulsan. Hong Chul mengatakan kalau supir truk membuang semua barang-barang dari truk jadi ia tak punya pilihan lain kecuali tinggal di Ulsan.
Park Gi Chul memohon agar Hong Chul segera pergi ke tempat lain. Tapi Hong Chul minta maaf ia tak bisa memenuhi janjinya, bukankah temannya ini tahu kalau sewaktu-waktu istrinya bisa melahirkan kapan saja dan mereka tak punya tempat lain yang bisa mereka tuju. Park Gi Chul mengatakan kalau sekarang masalahnya bukan terletak pada Hong Chul melainkan Hae Joo yang terus saja datang ke rumah Presdir Jang. Ia memberi tahu kalau Hae Joo tak boleh datang kesini, sama sekali tak boleh.
Hong Chul tak mengerti putrinya hanya seorang anak-anak kenapa Gi Chul marah sekali. Gi Chul mengatakan bukankah temannya ini tahu kalau ia tinggal bersama keluarga Presdir Jang. Ia memberi tahu kalau Presdir Jang tak suka ada anak-anak keluar masuk rumah. Jadi ia memohon agar Hong Chul bisa membantunya. Hong Chul mengerti dan menilai kalau Presdir Jang ini orang yang aneh. Gi Chul meminta Hong Chul berjanji jangan membiarkan Hae Joo datang ke rumah Presdir Jang lagi.
Hae Joo tengah mencuci perabotan makan. Bersamaan dengan itu Young Joo melingkarkan tangannya ke leher Hae Joo. Young Joo mencium sesuatu dan bertanya pada kakaknya, apa kakaknya ini makan sesuatu sebelum pulang. Hae Joo balik bertanya bagaimana Young Joo bisa tahu. Young Joo mengatakan kalau aroma Hae Joo seperti makanan enak. Hae Joo jadi tak enak hati ia merasa bersalah karena tadi memang makan enak di rumah Presdir Jang. Ia mengatakan pada Young Joo kalau tadi ia makan daging. Ia minta maaf pada adiknya ini kalau saja ketika itu ia memikirkan Young Joo ia pasti akan membungkuskan sedikit untuk dibawa pulang.
Hong Chul datang menghampiri kedua putrinya. Ia mengatakan kalau ia mendengar Hae Joo pergi ke rumah Park Gi Chul. Hae Joo membenarkan dan mengatakan kalau temannya tinggal disana. Ayahnya bertanya kalau begitu Hae Joo pasti bertemu dengan Presdir pemilik rumah itu. Hae Joo kembali membenarkan dan mengatakan kalau Presdir Jang itu ayah temannya dan ia tadi makan malam bersama.
Ayahnya penasaran dan bertanya apa Presdir itu tak menyukai Hae Joo. Hae Joo bilang kalau Presdir Jang sangat baik padanya. Hong Chul heran dan bertanya-tanya untuk apa Park Gi Chul berbohong padanya.
Presdir Jang Do Hyun bertemu dengan Kakeknya Kang San, Kang Dae Pyung. Kedua pria berbeda generasi ini berdiri menatap perkebunan pir.
Kakek mengatakan kalau orang hidup itu harus mengetahui dimana posisi mereka dan posisi Presdir Jang adalah dimana Presdir Jang minum dari minyak hitam. (maksud minyak hitam disini adalah Migas. Jadi kakek menyindir kalau ambisi Presdir Jang untuk memiliki sebuah galangan kapal itu bukan posisi Presdir Jang)
Kakek mengatakan meskipun langit runtuh Presdir Jang tak seharusnya membangun sebuah pabrik galangan kapal di lahan perkebunan pir ini karena yang namanya kapal tak bisa dibangun oleh sembarangan orang. Presdir Jang minta maaf tapi bukankah kakek tahu kalau yang namnya kapal dan Migas, ia tertarik pada keduanya.
Kakek : “Kalau begitu apa kau bilang kau mau memulai pertarungan denganku?”
Kakek mengingatkan sebelum Presdir Jang menyesal dan berdarah-darah lebih baik menyerah saja untuk mendapatkan lahan pir itu dan sebaiknya serahkan saja padanya.
Presdir Jang jelas tak ingin melepaskan lahan incarannya begitu saja, “Jika aku memberikan semuanya pada anda. Setelah aku selesai memperoleh semua pancinganku. Aku akan kelihatan tak menarik.” Kakek mengatakan kalau ia akan membayar Presdir Jang dengan harga yang cukup agar Presdir Jang tak begitu merasa sedih.
Presdir Jang : “Presdir, disana di sungai Tae Hwa bagian depan air dan bagian belakang air. Berjuanglah disana sekarang. Ini sesuatu yang melelahkan untukmu, kan? Menjaga cucumu di rumah, istirahatlah sedikit!”
Kakek menatap tajam sementara Presdir Jang tertawa terbahak-bahak. (Hmmm Presdir Jang menyuruh agar kakek tak lagi mengerjakan bisnis lebih baik pensiun dan mengurus cucu saja)
Kakek kembali ke kantor perusahaan Hae Poong, sebuah Perusahaan galangan kapal besar yang ada di Ulsan. Dialah pemiliknya Presdir Kang Dae Pyung.
Kakek sampai di depan kantor disambut beberapa staf-nya. Bukannya senang ia malah marah karena sambutan ini menurutnya pekerjaan yang membuang-buang waktu. Dengan sikap tegas dan galak ia menendang kaki salah satu staf-nya, “Apa aku ini preman? Kenapa kalian berdiri berbaris disini? Kalau kalian punya banyak waktu kerjalah lebih banyak!” Bentak Kakek. Semuanya pun bubar.
“Presdir...!” panggil seseorang. Kakek menoleh tapi ia sedikit lupa dengan orang itu yang ternyata Yoon Jung Woo. Jung Woo bertanya apa kakek sudah lupa padanya, Jung Woo mengatakan namanya. Kakek langsung bisa mengenalinya, “Oh kau adiknya Hak Soo?”
Keduanya berada di ruangan kakek. Kakek tak menyangka kalau Jung Woo akan kembali ke desa itu. Ia meminta Jung Woo menganggap pertemuan ini sebagai keberuntungan, “Lupakan soal ujian atau apapun itu dan belajarlah bisnis dariku!”
(Presdir Kang ingin Jung Woo masuk ke perusahaannya tanpa tes nih)
Tapi niat Jung Woo berkunjung bukan untuk itu. Ia mengatakan kalau kedatangannya hanya untuk mengucapkan salam. Kakek berkata karena Jung Woo sudah mengucapkan salam lebih baik bekerja saja disini. Jung Woo menolak karena memang ia tak ada rencana untuk bekerja di Hae Poong Grup. Ia sadar betul orang seperti apa Kakek ini yang kemampuannya melebihi orang lain. Kedatangannya sengaja untuk menemui Kakek hanya kerana keduanya memiliki kenangan indah dimasa lalu. Jung Woo mohon diri.
Kakek : “Kau tahu kalau kalau perkebunan pir yang diberikan kakakmu pada masayarakat, Jang Do Hyun mencoba mengambilnya."
Jung Woo berkata kalau hal itu tak ada hubungan dengannya, ia pamit dan berterima kasih atas suguhan teh dari Kakek.
Park Chang Hee menerima penghargaan atas keberhasilannya memenangkan lomba matematika. Ia menerima sertifikat dan piala.
Pulang sekolah Hae Joo mencari tanaman bumbu yang bisa di masak.
Disaat yang sama Chang Hee melintas mengayuh sepedanya. Tiba-tiba Hae Joo muncul di depan jalur Chang Hee melintas. Jelas Chang Hee terkejut dan membanting stang sepedanya ke samping.
Bruk... Chang Hee pun jatuh dari sepedanya. Hae Joo jelas terkejut tak menyangka, “Kenapa kau tak lihat-lihat?” kata Hae Joo.
Chang Hee menatapnya dan Hae Joo langsung terdiam karena sebelumnya ia pernah bertemu dengan Chang Hee ketika disengat lebah. Chang Hee menahan kesal kenapa Hae Joo muncul tiba-tiba begitu.
Hae Joo jadi serba salah ia minta maaf. Chang Hee melihat sepedanya dan ternyata rantainya lepas. Hae Joo tak tahu apa ia bisa memperbaikinya atau tidak tapi ia akan mencobanya. Hae Joo pun memperbaiki rantai sepeda Chang Hee yang lepas dan ternyata berhasil (padahal kalau Chang Hee yang benerin itu juga bisa hehe)
Ternyata masalahnya bukan hanya rantai yang lepas. Karena setelah rantai sepeda itu terpasang dengan benar terlihat jeruji di roda belakang sepeda ada yang rusak. Hae Joo meminta Chang Hee tak perlu khawatir ia akan memperbaikinya.
Chang Hee teringat sesuatu dan mengambil tasnya yang terjatuh. Ia mengambil pialanya dan ternyata pialanya patah menjadi dua bagian. Melihat itu Hae Joo makin merasa bersalah.
Hae Joo mengajak Chang Hee ke tempat ayahnya bekerja. Ia meminta sepeda Chang Hee karena disana ia akan memperbaiki jeruji sepeda dan piala Chang Hee yang rusak. Chang Hee tak yakin apa Hae Joo bisa memperbaiki pialanya disini. Hae Joo meyakinkan kalau ia bisa melakukannya karena ayahnya bekerja disini jadi Chang Hee tak usah khawatir. Hae Joo meminta Chang Hee menunggu sebentar.
Hae Joo melihat seseorang tengah mengelas. Ia memanggilnya, “Ayah!” panggil Hae Joo. Berulang kali Hae Joo memanggil tapi tak ada sahutan. Hae Joo pun mendekat. Ternyata itu bukan ayahnya. “Apa kau melihat ayahku?” tanya Hae Joo.
Dan jreng... seseorang membuka penutup wajah. Kang San. Hae Joo jelas belum mengenal San. “Siapa kau?” tanya Hae Joo. San heran dan balik bertanya, “Siapa kau?”
Dengan sikap juteknya Hae Joo berkata kalau ia yang lebih dulu bertanya karena ini tempat kerja ayahnya. “Tapi siapa kau?” San heran, “Ayahmu? Apa ayahmu itu Manajer Choi?” Hae Joo menjawab bukan, “Ayahku adalah Cheon Hong Chul.”
San tahu pekerja baru itu dan menyebut ayah Hae Joo sebagai teknisi yang ceroboh. Ia mengatakan kalau ia tak tahu dimana ayah Hae Joo.
Tanpa berkata-kata lagi Hae Joo langsung bersiap akan mengelas jeruji sepeda Chang Hee. Ia merebut paksa peralatan mengelas yang tadi dipegang San. San jelas heran apa yang akan dilakukan Hae Joo. Hae Joo ngomel bagaimana mungkin San menggunakan barang milik orang.
Hae Joo memakai sarung tangan dan pelindung wajah. Ia mulai mengelas jeruji sepeda Chang Hee yang rusak. San memperhatikannya dengan seksama tak menyangka ternyata ada seorang anak perempuan yang bisa mengelas.
Selesai mengelas jeruji sepeda Hae Joo akan mengelas piala Chang Hee yang patah. San langsung berseru kalau Hae Joo tak boleh melakukannya, “Dasar bodoh itu terbuat dari kuningan!”
Hae Joo jelas tak terima dibilang bodoh. San berkata kalau las yang dipegang Hae Joo itu untuk mengelas bahan yang terbuat dari tembaga. Kalau untuk piala Hae Joo harus menggunakan pengelas dengan menggunakan oksigen dan penyemprot gas. Hae Joo tak paham ternyata ada berbagai macam teknik mengelas. Karena menurutnya mengelas untuk bahan lain pun sama saja.
Karena terlalu lama Chang Hee menyusul Hae Joo dan bertanya apa masih lama. San terkejut melihat temannya ada disana. Hae Joo heran ternyata kedua remaja pria ini saling mengenal.
San mengambil piala milik Chang Hee dan terkagum-kagum, “Kau sungguh jenius. Tapi bagaimana ini bisa rusak?” San membaca tulisan yang tertulis di piala, “Dasar. Kenapa mereka membuat piala untuk hal seperti ini? Apa kau mau aku membuatkan yang baru untukmu? Yang dibuat dari emas murni.”
Chang Hee tak ingin berlama-lama di sini. Ia mengambil pialanya dan berniat pulang saja tapi San berseru kalau Chang Hee harus menyambung kembali pialanya karena ayah Chang Hee pasti sedang menunggu.
Hae Joo terkagum-kagum melihat suasana pembuatan kapal. Ia berlari kesana kemari dan melihat kapal-kapal besar sedang dibuat dan diperbaiki. Ia heran kenapa kapalnya besar sekali.
“Bongkahan baja itu untuk apa?” tanya Hae Joo.
“Apa lagi? itu semua kapal.” Jawab San.
“Apa bongkahan baja itu kapal?” Hae Joo masih tak percaya.
San menjelaskan kalau balok-balok itu disatukan itu akan menjadi badan kapal. Hae Joo mengerti jadi itu sebabnya kapal sangat besar.
San mengingatkan bukankah Hae Joo mau mengelas piala Chang Hee. Hae Joo langsung teringat dan minta maaf pada Chang Hee karena lupa hehe.
San pun mengantar Hae Joo dan Chang Hee ke tempat las yang diperuntukan logam kuningan. San mengatakan kalau ia bisa melakukannya tapi ia menawarkan apa Hae Joo mau mencobanya. Tentu saja Hae Joo mau melakukannya. Ia menerima sarung tangan dan bertanya apa San tak punya helm pelindung. San mengatakan kalau metode pengelasan ini tidak akan menimbulkan percikan api yang banyak jadi pelindung kepala tak dibutuhkan.
Hae Joo langsung mencobanya dan ternyata wussss... semburan api membuatnya terkagum-kagum. San meminta Hae Joo menunggu sebentar, ia mengambil sebuah bubuk yang digunakan untuk alat penyemprot gas. San menjelaskan kalau bahan kuningan biasanya tak terlalu murni jadi dengan menggunakan bubuk ini dia akan meleleh bersamaan saat mengelas dan kalau bubuknya sudah meleleh bisa di las kembali.
Hae Joo mengangguk mengerti dan mengambil bubuk itu untuk membantu menyambung piala Chang Hee yang patah. Hae Joo melakukannya dengan cermat, ia betul-betul konsentrasi, pandangannya tajam ketika ia menyambung piala. Pikirannya fokus.
San jelas heran bagaimana bisa ada seorang gadis yang dengan tepat mengelas seperti ini. Chang Hee juga tak menyangka ternyata Hae Joo bisa melakukan hal seperti ini.
Piala Chang Hee pun sudah terpasang seperti semula. Chang Hee benar-benar heran bagaimana seorang gadis bisa melakukan hal seperti ini. Hae Joo tertawa-tawa dan berkata kalau ia belajar dari ayahnya. Tapi sepertinya ia masih kalah jauh kalau dibandingkan kakak itu (San)
Tentu saja sahut San. “Apa kau tahu ada berapa banyak metode pengelasan yang ada? Pengelasan karbon, pengelasan logam, pengelasan thermit, pengelasan atom hidrogen, pengelesan frekuensi tinggi, pengelasan ultrasonic, pengelasan cahaya elektron dll. Tak terhitung.” Jelas San.
Hae Joo terkagum-kagum, “Apa kau sudah mencoba semuanya?”
Ya bisa dibilang begitu sahut San membanggakan diri. Tapi menurutnya Hae Joo juga memiliki sedikit keahlian.
Hae Joo meminta lagi piala Chang Hee dan mengelap dengan bajunya agar terlihat lebih mengkilap. Hae Joo bilang kalau ia memiliki pemoles pialanya pasti akan terlihat jauh lebih baik.
Chang Hee dan Hae Joo akan pulang. Hae Joo minta maaf ia seharusnya melihat kiri kanan dulu. Chang Hee bertanya apa Hae Joo mau melihat-lihat pabrik kapal ini. Hae Joo menjawab tidak karena ia harus memasak di rumah. Chang Hee terkejut ternyata Hae Joo bisa memasak juga. Chang Hee bertanya dimana rumah Hae Joo. Ia akan mengantar Hae Joo pulang.
Chang Hee pun mengantar Hae Joo pulang. Hae Joo memboceng di belakang. Tangan Hae Joo mencengkeram baju Chang Hee sebagai pegangan.
Tiba-tiba jalur sepeda Chang Hee melewati kubangan kecil dan membuat sepedanya oleng. Hae Joo spontan terkejut dan melingkarkan kedua tangannya ke pinggang Chang Hee.
Setelah laju sepedanya normal Hae Joo segera melepas pegangannya dan kembali mencengkeram baju Chang Hee.
Keduanya sampai di depan rumah Hae Joo. “Apa ini rumahmu?” tanya Chang Hee. Hae Joo membenarkan dan berterima kasih ia bisa tiba di rumah super cepat karena bantuan Chang Hee yang mengantarnya pulang. Chang Hee pun pamit.
Setelah Chang Hee menjauh Hae Joo bergumam, “Seseorang yang sangat tampan dan juga pintar dalam pelajaran. Tapi kenapa dia kasar begitu?” Hae Joo tersenyum. (mungkin menurut Hae Joo sikap Chang Hee sangat dingin) Hae Joo langsung teringat kalau ia harus bergegas menyiapkan makan malam.
Chang Hee menunjukkan piala yang ia raih ke ayahnya. Park Gi Chul senang putranya berhasil ia tak pernah meragukan kemampuan putranya. Putranya yang terbaik tak ada yang bisa mengalahkan putranya. Tapi Chang Hee bersikap biasa saja.
Park Gi Chul menaruh piala itu di samping piala-piala lain yang pernah diraih Chang Hee. Ia tersenyum bangga. Tahu kalau putranya belum makan malam ia akan membeli daging untuk merayakan keberhasilan putranya. Ia meminta Chang Hee menunggu sebentar.
Setelah ayahnya keluar Chang Hee mengambil kembali piala yang baru saja ia peroleh. Ia menatap pialanya dan tersenyum (senyum karena ia memperoleh juara apa senyum karena seseorang yang memperbaiki pialanya dan yang pasti senyum Chang Hee sangat menawan huwaaaaaaa dia jarang banget tersenyum tapi ketika dia tersenyum wow... hahaha)
Malam-malam Presdir Jang berlatih golf di halaman rumahnya. Ia bertanya pada Park Gi Chul tentang perkebunan pir apa semuanya berjalan lancar. Park Gi Chul menjawab ya terbata-bata dan mengatakan kalau ia sedang bernegosiasi dengan pemiliknya. Kalau tak ada halangan seharusnya itu tak akan ada masalah yang besar.
Presdir Jang berkata bukan berarti tak ada masalah karena masalah sudah timbul. Ia mengatakan kalau perusahaaan pembuatan kapal Hae Poong Grup, Presdir Kang Dae Pyung sedang mengincar lahan itu juga. Ia menilai kalau Presdir Kang bisa mencium aroma uang dengan sangat baik seperti hantu. Dia mencoba menelan makanan yang sudah disiapkan oleh orang lain. Terlebih lagi dia tidak terima kalau orang lain melewati areanya.
Presdir Jang mengingatkan kalau ia tak bisa begini terus sebelum orang tua gila itu mulai bergerak. Kita harus segera menyelesaikan semuanya. Presdir Jang ingat kalau malam ini Park Gi Chul perlu melakukan sebuah tugas penting.
Park Gi Chul dan orang suruhan Presdir Jang mendatangi perkebunan pir malam-malam. Mereka menuangkan cairan ke akar tanaman pir.
Saatnya pembagian rapor dan yang mendapatkan rangking 1 siapa lagi kalau bukan Park Chang Hee. Semua memberikan tepuk tangan untuk Chang Hee tapi tidak bagi Il Moon. Ia menoleh menatap Chang He kesal.
Pak Guru mengatakan kalau Chang Hee memperoleh nilai terbaik karena sejak kelas 1 sampai sekarang dia bahkan tak pernah melewati kendala dalam belajarnya. Semua nilainya mencapai 100%.
Mendengar Pak Guru berulang kali memuji Chang Hee, Il Moon berusaha menahan marah mengepalkan tangan dan pena yang dipegangnya pun patah karena ia terlalu keras mencengkeramnya.
Pak Guru mendengar itu dan menatap Il Moon, Ia kemudian memuji kalau nilau yang Il Moon peroleh juga bagus. Kalau bukan karena Chang Hee, Il Moon pasti memperoleh nilai terbaik. Pak Guru mengajak semua muridnya untuk memberikan tepuk tangan pada Il Moon juga.
“Aigoo... Kang San! Kang San!” teriak Pak Guru memanggil San yang duduk di bangku paling belakang dan tertidur. San mengangkat wajahnya dengan tampang mengantuk.
“Dan kang San kita untuk nilai terbaik.... dia tak mendapatkannya!” ucap Pak Guru menahan kesal. Pak Guru heran San ini bukan berasal dari keluarega tukang roti tapi bagaimana mungkin dia selalu mendapat nilai nol.
Semua murid tertawa tapi San cuek. Ia menguap dan menggeliat kemudian melanjutkan tidurnya lagi. “Aigoo dasar kepala batu!” Pak Guru menahan kesal. Hahahaha....
Hae Joo pulang sekolah. Di depan sekolah San memanggilnya, “Hei tukang las!” Hae Joo menoleh dan heran kenapa San memanggilnya seperti itu. San bilang itu karena Hae Joo pintar mengelas maka ia memanggil Hae Joo tukang las, jadi apa salahnya.
San bertanya apa Hae Joo mau pulang. Hae Joo bersikap judes apa memangnya ia mau ke sekolah jam segini. “Kenapa kau galak sekali?” tanya San. San berkata kalau ada sesuatu yang ingin ia katakan pada Hae Joo.
“San Oppa!” teriak In Hwa. In Hwa langsung mengaitkan lengannya ke lengan San. San heran apa yang dilakukan In Hwa. In Hwa bertanya kenapa lama sekali ia tak melihat San. Bahkan San tak datang ke rumahnya belakangan ini.
San : “Kenapa aku harus mampir dan main denganmu?”
“Jangan begitu dan mampirlah sebentar.” sahut In Hwa manja. “Apa rencanamu besok? Besok kan hari minggu.” In Hwa menggandeng San. San meminta dilepaskan karena ada yang ingin ia katakan pada Hae Joo tapi In Hwa tak peduli dan menggandeng San pergi dari sana.
Di rumah Il Moon menyerahkan hasil rapor pada ayahnya. Presdir Jang bertanya apa putranya ini peringkat dua lagi dan apa Chang Hee peringkat pertama lagi. Il Moon menunduk yang berarti kalau tebakan ayahnya tepat.
Geum Hee datang membawakan minum untuk suaminya dan berkata kalau hasil yang Il Moon dapatkan sudah bagus meskipun itu peringkat dua. Geum Hee memuji kalau Il Moon tidak membuat banyak jawaban yang salah. Geum Hee bertanya apa Il Moon baik-baik saja bukankah sekarang waktunya untuk pergi les.
Il Moon berdiri dan meminta maaf pada ayahnya karena hasil kurang memuaskan untuk ayahnya. Presdir meminta daripada putranya minta maaf lebih baik tanyakan pada diri Il Moon sendiri kenapa putranya ini selalu kalah dari Chang hee. Il Moon diam tak berkata apa-apa sambil berlalu dari sana.
Geum Hee khawatir kalau Il Moon akan merasa tertekan dengan target suaminya. Ia meminta suaminya jangan terlalu menekan Il Moon karena suaminya tak akan tahu apa yang akan terjadi pada saat mereka masuk SMA nanti karena menurutnya mungkin ketika di SMA Il Moon akan lebih baik.
Presdir Jang bertanya apa istrinya ini tahu perbedaan antara singa dengan anjing liar. Singa yang kenyang tidak akan pernah menang melawan anjing liar yang kelaparan. Il Moon mendengar apa yang dikatakan ayahnya.
(apakah Il Moon singa yang kenyang dan Chang Hee anjing liar yang kelaparan?)
Il Moon keluar rumah dan melihat Park Gi Chul tengah memeriksa nilai rapor milik Chang Hee. Park Gi Chul senang nilai yang didapat Chang Hee semuanya sempurna, 100. Gi Chul bertanya apa Il Moon peringkat 2 lagi. Chang Hee menjawab ya pelan. Saking senangnya Park Gi Chul memeluk putra tersayangnya.
Il Moon menghampiri keduanya. Sadar kalau Il Moon memperhatikan keduanya Chang Hee melepas pelukan ayahnya. Park Gi Chul langsung terdiam ketika melihat Il Moon.
Il Moon duduk di bangku dan menyuruh Park Gi Chul membawakan air untuknya. Gi Chul menurut tapi Chang Hee mencegahnya ia yang akan mengambilkan minuman untuk Il Moon. Tapi Il Moon tak mau karena ia menyuruh Park Gi Chul bukan Chang Hee. Chang Hee manahan emosi. Gi Chul mengerti ia akan mengambilkan air untuk Il Moon dari rumahnya.
Park Gi Chul menyuguhkan air putih untuk Il Moon. Il Moon memandang sebentar air yang disuguhkan kemudian ia menumpahkannya. Kedua ayah dan anak ini terkejut melihat sikap Il Moon. Il Moon meminta diambilkan air lagi. Chang Hee akan maju untuk mengambilkan tapi ayahnya menahan agar Chang Hee bersikap lebih tenang. Park Gi Chul bersedia mengambilkannya lagi.
Il Moon menerima gelas kedua berisi air yang diambilkan Park Gi Chul dan sekali lagi ia menumpahkannya. Jelas ini membuat Chang Hee emosi tapi ia tetap berusaha menahannya. Park Gi Chul tak mengerti kenapa Il Moon berbuat begitu. Dengan tatapan santai nan dingin Il Moon mengatakan kalau sekarang cuacanya panas sekali tapi air yang dibawakan tidak dingin.
Chang Hee mengepalkan tangannya tapi ia tetap berusaha untuk bersikap tenang. Il Moon kembali menyuruh Park Gi Chul membawakan air dingin dari kulkas. Park Gi Chul mengatakan kalau di rumahnya tak ada kulkas. Il Moon berkata kalau di rumahnya ada. Park Gi Chul mengerti ia akan mengambilkan air dingin untuk Il Moon.
Ketika Park Gi Chul akan masuk ke rumah majikannya Il Moon mengingatkan agar Gi Chul meminta ibunya untuk meletakkan beberapa es batu di air minumnya. Park Gi Chul jelas terkejut karena Il Moon memerintah seperti itu terhadapnya. Ia sepertinya agak sungkan untuk masuk ke rumah majikannya.
Chang Hee mengambil gelas yang ada di nampan yang ayahnya pegang dan bergegas ke rumah Il Moon untuk mengambil air dingin. Il Moon memandangnya dan tersenyum sinis.
Chang Hee mengambil beberapa es batu dan menaruhnnya di gelas. Kemudian menungkan air putih dengan tangan gemetaran menahan emosi. Sampai-sampai air yang ia tuangkan pun tumpah tak karuan. Chang Hee mencengkeram gelas yang ia pegang dengan tangan gemetaran menahan marah.
Sambil menunggu Chang Hee keluar membawakan minuman dingin Il Moon bertanya apa Park Gi Chul menyukainya. Park Gi Chul tak mengerti apa maksud Il Moon. Il Moon tertawa remeh dan meminta rapor milik Chang Hee itu diberikan padanya.
Chang Hee datang membawakan minuman yang diminta Il Moon. Ia meletakan minumannya kasar. Il Moon yang tengah melihat nilai Chang Hee bersikap cuek dan bertanya jadi apa ini yang terbaik.
Il Moon mengambil air dingin dan menumpahkannya dia atas kertas rapor Chang Hee. Chang Hee jelas terkejut Il Moon membasahi kertas rapornya dengan sengaja.
Il Moon : “Kau tahu, meski begitu kau hanya pembantu di rumah kami!”
Sekian lama Chang Hee manahan diri sekarang ia tak bisa lagi menahan amarahnya dihina seperti ini. Dan Chang Hee pun melayangkan pukulan ke wajah Il Moon. Beberapa kali Chang Hee memukul, Il Moon tak melawan. Park Gi Chul panik dan berusaha menghalangi perbuatan putranya yang terbawa emosi.
Chang Hee meronta ingin melepaskan diri dari ayahnya dan memberi Il Moon pelajaran karena sudah merendahkan dirinya dan juga ayahnya. Tapi ayahnya malah memarahi Chang Hee dan menamparnya.
Il Moon berdiri dan mencibir apa Chang Hee sudah selesai memukulnya, jadi hanya sampai segini saja kekuatan si terbaik.
Park Gi Chul jelas ketakutan melihat Il Moon terluka. Ia minta maaf atas nama putranya. Ia terus memohon dan minta maaf sambil membersihkan pakaian Il Moon dari kotoran karena tersungkur di tanah tadi.
Il Moon merasakan sakit dan berdarah di ujung bibirnya. Ia bergumam kalau hari ini ia tak bisa berangkat les. Il Moon akan masuk ke rumahnya tapi Park Gi Chul menahan. Ia takut kalau Il Moon akan melaporkan hal ini ke Presdir Jang. Park Gi Chul menyuruh Chang Hee agar minta maaf pada Il Moon.
Chang Hee tak tahan lagi melihat ayahnya memohon seperti itu. Ia berteriak marah. Park Gi Chul berlutut meminta maaf menggantikan Chang Hee. Chang Hee tak bisa melihat ayahnya memohon seperti ini. Gi Chul terus minta maaf karena ia sudah salah mendidik Chang Hee.
Chang Hee meminta ayahnya jangan bersikap seperti ini dan menyuruh ayahnya bangun tapi Park Gi Chul tetap berlutut dan memohon memaafkan semuanya. Chang Hee tak tahan lagi ia berteriak dan memukulkan tangannya ke tanah sebagai ungkapan emosi karena keluarganya selalu direndahkan seperti ini.
Il Moon memandang remeh kedua ayah dan anak yang menangis ini, “Aku tak tahan lagi melihat air mata ini. Apa kalian sedang main film?” Il Moon berlalu dari sana.
Chang Hee berlari menuju tebing tempat dimana orang bisa melihat seluruh pabrik pembuatan kapal. Chang Hee berteriak sekencang-kencangnya untuk meluapkan emosinya.
Yoon Jung Woo berjalan melintasi perkebunan pir. Pandangannya terarah pada salah satu tempat di bawah pohon pir dimana ia pernah berfoto bersama kakaknya Hak Soo, kakak iparnya Geum Hee dan keponakan kecilnya Yoo Jin. Jung Woo memandang foto kenangannya.
Jung Woo berpapasan dengan salah satu pemilik lahan pir dan berkata kalau bapak ini pasti akan berangkat kerja. Bapak itu mengatakan kalau banyak pir yang hampir mati dan ini menjadi masalah besar. Jung Woo heran kenapa bisa begitu. Bapak itu tak tahu, beberapa orang mengatakan kalau ini karena masalah polusi dan beberapa orang lain bilang lahannya mulai kering.
Bapak itu menanyakan kabar Jung Woo apa Jung Woo memiliki makanan di rumah. Jung Woo menjawab ya, ia masih memiliki makanan yang bapak itu berikan padanya.
“Kalau kami memikirkan tentang kakak (Hak Soo) semua orang di desa banyak yang hatinya sedih.” Sahut si bapak.
Hae Joo kembali mengambil beberapa tanaman bumbu. Ia melihat Jung Woo lewat di depannya. “Ahjussi..!” panggil Hae Joo. Jung Woo menoleh dan senang bertemu dengan Hae Joo.
Hae Joo : “Aku berfikir bagaimana bisa punggung seorang paman bisa terlihat keren sekali. Ternyata itu paman kita.”
Jung Woo berterima kasih karena hanya Hae Joo satu-satunya yang mengenalinya. Keduanya tertawa. Jung Woo bertanya apa Hae Joo datang untuk memetik tanaman bumbu ini. Hae Joo membenarkan.
Di rumah ibu tengah memasak makanan. Semantara Ayah berada di sebelahnya tengah makan. Tepat saat itu Jung Woo dan Hae Joo datang. Jung Woo bergumam kalau ia mencium wangi aroma masakan. Ibu menyuruh Jung Woo duduk bersama. Melihat ibunya sibuk Hae Joo langsung bergegas mengambil alih pekerjaan ibunya. Ibu bersikap biasa saja dan berucap syukur karena kandungannya juga perlu makan.
Hae Joo penasaran kenapa tiba-tiba ada menu pancake. Ayah mengatakan kalau Jung Woo mengirimkan mereka sekarung tepung dan kentang. Hae Joo tanya apa Jung Woo yang melakukannya. Jung Woo tersenyum dan mengatakan kalau ia juga memperolehnya dari orang-orang di desa. Ia mengaku kalau ia tak pandai memasak dan berharap mencoba keahlian Hae Joo.
Hae Joo bertanya bagaimana dengan kakaknya dan Young Joo apa mereka sudah makan. Ibu mengatakan kalau mereka sudah makan dan sedang tidur siang. Ibu mendesah, “Aku tak tahu bagaimana kita hidup sampai hari dimana gajian.” Ayah menyahut kenapa tak bisa bukankah kita punya rumah dan makanan.
Ayah berandai-andai kalau saja ada anggur beras rasanya pasti lebih nikmat. Hae Joo menawarkan apa mau ia belikan satu untuk ayahnya. Ayahnya bilang kalau itu ide yang bagus tapi bukankah Hae Joo tahu kalau ia tak punya uang. Jung Woo menawarkan akan membelinya tapi Hae Joo bilang tak usah ia punya uang dan akan membelinya. Hae Joo segera bergegas membeli anggur beras untuk ayahnya.
Ayah penasaran darimana Hae Joo mendapatkan uang. Ia melirik ke tempat botol bekas yang Hae Joo dapatkan dari rumah Presdir Jang. Botol itu sudah tak ada ini berarti Hae Joo sudah menjualnya.
Jung Woo memuji kalau keluaraga Cheon ini terlihat hebat terutama Hae Joo, “Dia cantik. Aku ingin memiliki keponakan seperti dia.” (yah ahjussi dia keponakanmu)
“Apa dia cantik sekali dimatamu? Aigoo matamu benar-benar buruk!” Sahut Ibu. kemudian ibu bertanya kenapa Jung Woo bisa tinggal disini sendirian. Jung Woo berkata kalau ia tak punya keluarga. Ibu terus bicara siapa yang tak punya keluarga di dunia ini Jung Woo bahkan bukan yatim piatu. Hong Chul meminta istrinya diam dan mengatakan kalau itu situasi yang tak ingin Jung Woo bicarakan.
Keesokan harinya ketika Hae Joo tengah mencuci beras tiba-tiba datang gerombolan rentenir yang menendang tempat sampah membuat Hae Joo kaget setengah mati. Ia tak tahu siapa orang-orang ini. “Siapa kalian? Kenapa datang ke rumah orang pagi begini?”
Meraka tak manjawab malah melempar beras yang ada di tangan Hae Joo hingga terpental berserakan. Bos rentenir meminta anak buahnya menyeret mereka semua.
Hong Chul dan istrinya masih tertidur di kamar diseret keluar. Mereka memukul dan menendang Hong Chul hingga jatuh tersungkur. Bos rentenir berkata kalau ia dan Hong Chul sudah lama sekali tak bertemu. Sadar kalau yang datang penagih hutang Hong Chul berusaha melindungi keluarganya.
Ibu penasaran bagaimana bisa mereka mengetahui tempat ini. Bos rentenir mengatakan kalau sebuah supir truk pengantar memberitahukan tentang wanita hamil yang memiliki emosi buruk. Ibu mengumpat si supir truk.
Hong Chul bertanya apa Bos rentenir ini berfikir kalau ia datang ke Ulsan untuk melarikan diri dari hutangnya. Ia berjanji akan membayarnya dan mencari pekerjaan itu sebabnya ia pindah ke Ulsan.
“Aigoo dongsaeng apa itu sebabnya kau melarikan diri ditengah malam dengan semua anakmu?” Kata Bos rentenir. Anak buahnya berkata kalau di rumah ini tak ada barang berharga. Si bos rentenir marah dan menendang Hong Chul keras-keras.
Melihat ayahnya diperlakukan seperti itu Hae Joo ikut marah, “Jangan sembarangan pada ayahku. Siapa kau berani memukulnya?”
Si Bos marah mendengar celotehan Hae Joo dan menariknya supaya minggir. Melihat Hae Joo dikasari ayah tak terima, “Apa yang kau lakukan pada anak kecil?” Ucap ayah marah tapi kemarahannya ini langsung berhadiah pukulan dari si Bos rentenir. Hae Joo berusaha menolong ayahnya.
Hong Chul kembali dipukuli dan ditendang habis-habisan. Hae Joo berusaha mencegah dengan cara menggigiit kaki salah satu dari meraka tapi dengan sigap mereka menyingkirkan Hae Joo. Sang Tae pun berusaha membantu ayahnya tapi ia tak bisa berbuat banyak karena tenaganya yang kecil dengan mudah ia bisa dilumpuhkan.
Melihat orang tua dan kakaknya seperti itu Young Joo keluar dan menangis memanggil ayah dan ibunya.
Ibu menabok mereka meminta ini dihentikan. Tiba-tiba ibu merasakan sesuatu di perutnya, ibu langsung tergeletak. “Ya Tuhan perutku. Aku akan keguguran, aku akan keguguran karena penjahat ini.”
Si Bos rentenir manarik Hae Joo, “Kalau kau kehilangan bayimu maka kau akan kesulitan. Kalau begitu aku sebaiknya menjual gadis ini.” Sahut si Bos rentenir. Mereka membawa Hae Joo.
Hong Chul tak ingin terjadi sesuatu pada putrinya. Ia sekuat tenaga mengejar mereka meminta Hae Joo dilepaskan. Tapi Hong Chul kembali mendapatkan pukulan dari mereka. Hae Joo berusaha membantu ayahnya. Ia kembali menggigit tangan mereka yang menghalangi.
Mereka marah pada Hae Joo. Hong Chul mencoba menghalangi mereka yang akan melakukan sesuatu yang buruk pada Hae Joo. Ia mengatakan lebih baik bunuh saja dirinya mereka tak boleh membawa Hae Joo.
Hae Joo maju dengan lantang ia berkata kalau mereka mau membunuhnya bunuh saja dirinya. Kalau mau menjualnya jual saja tapi jangan memukul ayahnya. “Kalau kau memukulnya lagi, aku akan bunuh diri dengan menggigit lidahku. Aku akan mati dan menjadi hantu dan tak akan meninggalkan kalian. Jadi lakukan saja semaumu!” (artinya hae Joo akan terus menghantui gitu. Oh ya bunuh diri menggigit lidah kan ucapan Lee Se Ryung di The Princess Man ya)
Bos rentenir berusaha menahan emosi dan mengatakan kalau ia akan memberi peringatan terakhir untuk Hong Chul, “Bayar hutang sekaligus bunganya. Kalau kau lari lagi bahkan anak dalam kandungan istrimu pun tak akan selamat.” Mereka semua pergi.
Hong Chul terduduk lemas sambil menangis. Hae Joo mencemaskan ayahnya, ia meminta ayahnya jangan menangis karena sekarang sudah tak apa-apa. Tapi bukannya diam tangis Hong Chul semakin menjadi. Melihat ayahnya menangis seperti itu Hae Joo jadi ikutan menangis.
In Hwa duduk santai menelepon San. Ia mengingatkan apa San lupa bukankah San bilang kalau San akan datang ke rumahnya besok. San bilang kalau ia lupa dan tak bisa datang besok.
In Hwa tak mau tahu pokoknya San harus datang. Ia bahkan sudah mengatakan ini pada ibunya dan ibunya akan membuat banyak masakan. San mengingatkan bukankah ada banyak orang di rumah In Hwa ada Chang Hee dan Il Moon. In Hwa makan saja bagiannya karena ia harus pergi ke suatu tempat.
In Hwa ingin tahu San mau kemana. San bilang kalau anak kecil tak perlu tahu. In Hwa sewot kalau San tak memberitahunya ia akan pergi ke perusahaan kakek untuk mencari San disana. In Hwa kembali bertanya kemana San akan pergi besok. San tak menjawab ia menutup teleponnya dan bergumam, “Anak kecil itu ternyata dia sadar kalau aku ini tampan!” (hahaha pede banget)
Hae Joo mengantar makanan untuk ayahnya di tempat kerja. Ia melihat ayahnya tengah melamun. Ia pun menghampirinya.
Hong Chul bertanya pelan kenapa Hae Joo datang. Hae Joo berkata ia berfikir kalau ayahnya belum makan apapun jadi ia membawakan beberapa kentang rebus. Hae Joo menawarkan apakah ayahnya mau karena kentang rebusnya enak ia memberi garamnya sangat pas.
Dengan suara lemas Hong Chul bilang kalau ia tak selera makan. Hae Joo berusaha memaksa ayahnya untuk makan paling tidak satu saja. Ia sudah bekerja keras membuatkan makanan ini untuk ayahnya. Hong Chul pun mangambil satu dan memakannya.
Hae Joo mengatakan rencananya kalau ia akan memulung botol dan bekerja keras supaya bisa membantu ayahnya membayar bunga hutang jadi ia berharap agar ayahnya bisa bertahan. Mendengar itu Hong Chul jelas sedih kenapa putrinya harus melakukan itu. Ia bisa membayar bunga hutang dengan gajinya jadi putrinya ini tak perlu mengkhawatirkan apapun.
Hae Joo melihat kalau ayahnya sangat sedih dan terlihat lemah tak bertenaga seperti ini hatinya juga terasa sakit. Ayah menegaskan kalau ia baik-baik saja sambil sesekali mengusap air matanya.
Hong Chul meminta Hae Joo melihat ke depan, “Setelah dia menyelesaikan kapal itu meraka akan melakukan test drive.” katanya sambil menunjuk ke sebuah kapal kecil. Ia menawarkan apa putrinya mau ikut dengannya test drive. Tentu saja Hae Joo senang dan ingin ikut karena sudah lama sekali sejak terakhir kali ia naik kapal.
Keduanya pun menaiki kapal kecil. Sementara ayahnya mengemudi. Hae Joo berdiri di depan menikmati pemandangan laut. Ayah berteriak apa Hae Joo menyukainya.
“Berapa banyak yang bisa kuungkapkan? Rasanya seperti terbang ke langit!” seru Hae Joo.
“Kalau begitu haruskah aku membawamu terbang?” Ucap ayah.
Hae Joo tak mengerti. Hong Chul menyuruh putrinya yang menyetir. Tapi Hae Joo ragu. Ayahnya tanya kenapa apa Hae Joo tak mau. Hae Joo bilang kalau ia mau tapi ia tak tahu apa ia diperbolehkan. Ayahnya bertanya kenapa Hae Joo khawatir bukankah ia ada disini.
Hae Joo pun memegang setir kemudi kapal dibawah bimbingan ayahnya. Hae Joo memuji kalau ini sangat mengagumkan. Ternyata menyetir itu rasanya seperti ini. Ayahnya menyahut bukankah ini lebih baik daripada hanya menumpangi kapal. Hae Joo berkata tentu saja dan mengatakan kalau ia sungguh-sungguh merasa sedang terbang ke langit.
Hong Chul menyuruh putrinya menutup mata. Hae Joo menuruti apa yang dikatakan ayahnya.
“Bisakah kau merasakan ombaknya?” Tanya ayah
“Ya.” jawab Hae Joo dengan mata terpejam.
“Hae Joo, tak peduli betapa kerasnya dunia ini. Tak peduli betapa kuatnya ombak yang menerpa. Kalau kau mengingat perasaan saat ini kau bisa mengatasi semua kesulitan yang kau hadapi. Mengerti?”
“Ya.” jawab Hae Joo dengan mata tetap terpejam merasakan dengan lubuk hatinya apa yang dikatakan ayahnya.
“Meski disaat kau tak bisa melihat apapun karena matamu tertutup dan penuh kegelapan kau hanya perlu mengingat bahwa masih ada cahaya di dunia ini. Jadi jangan takut, kau paham?”
“Ya.” Hae Joo tersenyum sambil tetap memejamkan matanya.
Ayah meminta Hae Joo membuka mata sekarang. Hae Joo membuka matanya dan terkagum-kagum melihat begitu luasnya lautan yang ada di depannya dan juga dunia yang penuh dengan cahaya. Keduanya pun menyanyikan lagu tentang Ulsan.
(wow nasehat yang sangat bagus. Aku menebak kalau nasehat ini akan menjadi pedoman hidup Hae Joo. Ia akan mengingat pesan ayahnya ini ketika ia mengalami kesulitan kelak)
Kang San datang ke tempat pengelasan dan mencari keberadaan Hae Joo. Ia celingukan tapi tak melihatnya. Ia pun bertanya ke pekerja disana apa melihat anak kecil disekitar sini. Pekerja itu heran. San menjelaskan ciri-ciri orang yang ia maksud, “Dia bulat dan dia pintar mengelas. Oh ya dia putri dari supir Cheon yang seperti preman.” Jelasnya.
Tiba-tiba ada suara keras Hae Joo yang tak terima ayahnya dibilang seperti itu. San jelas senang bukan main bisa bertemu dengan Hae Joo dan seperti panggilan sebelumnya San tetap menyebut Hae Joo dengan sebutan tukang las. Hae Joo mengingatkan bukankah ia melarang San memanggilnya begitu. San bilang tak bisa karena itu sudah menempel di kepalanya. Hae Joo tetap bersikap jutek memangnya itu permen karet bagaimana bisa menempel begitu.
San melihat kalau Hae Joo membawa sesuatu di kantong plastik. Ia ingin tahu apa itu, apa sesuatu yang bisa dimakan. San ingin melihatnya tapi Hae Joo melarang kalau apa yang ia bawa tak ada hubungannya dengan San. Hae Joo langsung meninggalkan San.
Tapi San tak patah semangat mengejar Hae Joo. Ia mengikutinya dan penasaran dengan apa yang dibawa Hae Joo. keduanya pun tarik-tarikan kantong plastik yang dibawa Hae Joo. dan brat... plastiknya jatuh dan isinya bun berjatuhan. Kentang rebus untuk ayah Hae Joo.
Hae Joo jelas saja kesal kenapa San kasar sekali. Ia pun memunguti kentang rebusnya dan membersihkan tanah yang menempel. San bilang kalau itu cuma kentang.
“San Oppa!” panggil In Hwa. San jelas bete melihat kedatangan In Hwa. Hae Joo heran kenapa In Hwa bisa disini. In Hwa tak menjawab ia malah bertanya apa yang dilakukan Hae Joo bersama San. Hae Joo bilang kalau ini tempat kerja ayahnya.
San menilai kalau In Hwa ini sangat menakutkan bagaimana bisa In Hwa menemukan tempat ini. In Hwa berkata coba saja San bersembunyi dimanapun ia pasti akan menemukannya. Ia bertanya-tanya apa yang dilakukan San disini. San mengatakan kalau ia juga harus bekerja disini. In Hwa kembali heran pekerjaan apa yang bisa San lakukan disini.
In Hwa langsung mengaitkan lengannya dan mengajak San pergi dengannya. Tapi San tak mau. In Hwa memaksa dan mengatakan kalau ibunya sudah menunggu. San pun mau pergi tapi dengan syarat In Hwa juga harus mengajak Hae Joo. Ia bersalah karena sudah menjatuhkan kentang Hae Joo. Hae Joo menolak kenapa ia harus pergi dengan keduanya. In Hwa membenarkan dan bilang kalau Hae Joo itu tak penting. San menolak pergi kalau Hae Joo juga tak mau pergi. San bilang kalau ia ada urusan dengan Hae Joo, “Kalau dia tak mau pergi aku juga tak mau. Aku tak bisa pergi mengerti?”
In Hwa pun terpaksa mengajak Hae Joo. Tapi Hae Joo tetap tak mau. In Hwa mengeraskan suaranya, “Hei dengarkan aku. Kau pikir kau siapa? Kenapa kau tak mau mendengarkan aku?” Hae Joo terbengong-bengong melihat emosi In Hwa yang tiba-tiba. San tersenyum menatap Hae Joo.
Geum Hee menyiapkan banyak makanan di halaman rumahnya. Disana Il Moon sudah menunggu. San, Hae Joo dan In Hwa pun sampai. Tangan In Hwa tak pernah lepas dari San. Geum Hee senang San datang berkunjung karena sudah lama sekali ia tak melihat San. Ia juga hampir lupa dengan wajah San.
“Mana mungkin, bagaimana anda bisa melupakan wajah tampanku?” Seru San membuat Geum Hee tertawa. Geum Hee melihat kalau Hae Joo juga datang. Hae Joo tersenyum memberi salam.
San melihat Il Moon yang dari tadi diam saja, “Hei Jang Il Moon kau bahkan tak menyapa temanmu?” Il Moon bilang bukankah mereka bertemu setiap hari di sekolah jadi tak perlu saling sapa. San bilang tetap saja akan menyenangkan kalau bertemu di luar sekolah. “Apa kau tak senang bertemu denganku?”
“Tentu saja. Senang bertemu denganmu!” ucap Il Moon dingin sekaligus malas.
San melihat banyak makanan di meja. Ia kagum, “Apa anda yang menyiapkan semua ini? Kenapa anda menyiapkan banyak sekali?” Geum Hee mengatakan kalau ia menyiapkan makanan lebih karena ia mendengar kalau San akan datang. Geum Hee menyuruh mereka semua duduk.
Awalnya San akan duduk di sebelah Hae Joo. Tapi In Hwa tak suka melihatnya, ia menarik San agar duduk di kursi yang satunya sementara ia yang duduk di tengah. Ia tak ingin San duduk dekat dengan Hae Joo.
Melihat banyak makanan enak Hae Joo terakagum-kagum. San seperti kebiasaannya tetap menyapa Hae Joo dengan sebutan tukang las, ia menilai kalau Hae Joo beruntung sudah datang, “Bukankah ini jauh lebih baik daripada kentang.” Hae Joo tak menjawabnya.
Hae Joo minta ijin bolehkah ia membawa sisa makanannya untuk pulang nanti. Geum Hee jelas heran dengan permintaan Hae Joo tapi ia membolehkannya. Hae Joo jelas senang dan berterima kasih karena ia akan membawakan makanan enak untuk keluarganya.
Ibu membawa bungkusan yang berisi pakaian bayi, ia bergumam senang karena bayinya beruntung mendapatkan baju gratis. Ia berteriak memanggil Hae Joo, tapi tak ada sahutan. Ia heran apa Hae Joo belum di rumah.
Ia mencari Hae Joo di kamar tapi tak ada. Ia pun bertanya-tanya apa Hae Joo tengah membawa Young Joo pergi. Ia pun bertanya pada Sang Tae apa Hae Joo datang membawa Young Joo. Sang Tae menjawab tidak karena Hae Joo belum pulang. Ibu kembali bertanya kalau begitu dimana Young Joo. Sang Tae tak tahu dimana adik kecilnya. Ibu mencari Young Joo.
Hae Joo membungkus beberapa makanan untuk dibawa pulang. Sesekali ia pun melahapnya. Chang Hee dan ayahnya lewat. San menyapanya dan meminta temannya ini ikut bergabung. Il Moon mengiyakan dan menyuruh Chang Hee datang. Chang Hee diam saja. Il Moon kesal apa keduanya ini tak mendengar.
Chang Hee dan ayahnya menghampiri meja makan yang ada di halaman rumah. Melihat ada teman ayahnya Hae Joo langsung memberi salam. Dengan nada suara yang gelagapan karena melihat Hae Joo datang lagi ke rumah Presdir Jang., Park Gi Chul mencoba bersikap tenang.
“Kak Chang Hee, apa kau juga tinggal disini?” tanya Hae Joo. In Hwa mengatakan kalau Chang Hee ini putra Park Gi Chul.
San memberi salam pada Park Gi Chul dan mengatakan kalau ia ini teman sekolahnya Chang Hee. Il Moon heran kenapa San memberi salam pada Park Gi Chul. San mengatakan kalau Park Gi Chul itu ayah temannya. Jadi sudah sepantasnya kalau ia memberi salam. Il Moon mencibir, “Apa? Ayah? Dia hanya tukang bersih-bersih,”
Il Moon menyuruh Park Gi Chul mengambil makanan yang mereka mau lalu segera pergi dengan Chang Hee. Park Gi Chul bilang tak usah karena ada yang harus ia kerjakan. Il Moon kembali berkata seperti menghina, “Pekerjaan apa yang mau kau lakukan? memotong rumput atau pohon? Tak usah banyak alasan, makan saja dulu setelah itu baru bersih-bersih.”
Park Gi Chul minta maaf karena Presdir Jang memintanya melakukan beberapa pekerjaan. Park Gi Chul akan pergi tapi Il Moon menahannya, “Mau kemana kau? Aku bilang tinggal.” Mendengar Il Moon bicara tak sopan pada ayahnya Chang Hee berusaha menahan diri.
San kesal mendengar celotehan Il Moon yang tak sopan, “Hei Jang Il Moon!”
Hae Joo berkata kalau Il Moon terlalu berlebihan, “Walaupun kau ini anak dari pemilik rumah kau tak punya tata krama terhadap orang dewasa.”
Il Moon : “Apa? Tak punya tata krama?”
Hae Joo : “Ya tak punya tata krama. Dan juga berbicara dengan cara yang kasar. Kau seumuran dengan kakakku kau seharusnya tak boleh bertingkah seperti itu.”
Il Moon menahan marah mendengar omongan Hae Joo, ia menatap adiknya. “Hei kenapa kau membawa pengemis ini kesini?”
Dan sroott.... Il Moon menyiram wajah Hae Joo dengan air sebagai ungkapan kemarahannya pada Hae Joo.
Mereka semua jelas terkejut atas apa yang dilakukan Il Moon terhadap Hae Joo.
San marah dan meninggikan suaranya, “Apa kau mau mati?”
In Hwa pun kesal dengan sikap kakaknya, “Kakak kenapa kau bersikap seperti ini?”
Dengan wajah basah karena siraman Il Moon, Hae Joo juga meninggikan suaranya, “Aku ini bukan pengemis!” Hae Joo menatap marah Il Moon.
May Queen Episode 3 >
unni.. fightiiing..
ReplyDeleteun, ndak mau ngelanjutin buat sinopsis feast of the god kah? bener2 suka drama ini un..
untuk Feast Of The Gods pengen sih dilanjut tapi drama baru membuatku lebih tertarik untuk merecapsnya.
Deletehehehehe hayoo mb anis, ada yang nagih tuuch sinopnya,mbk my queen fixnya jd berapa episode??
DeleteUntuk sementara ini tetap 32 episode tapi entah ya kalau nanti ada penambahan episode...
Deleteapa kalo menggigit lidah tu beneran bisa mati ya??
ReplyDeletewehehe entah ya... tapi kalau lidah ke gigit waktu makan sih pernah dan rasanya emang sakit banget... hehe...
Deleteunnie,, thank you udh buat recap drama ini :)
ReplyDeletefighting ^^
Chang hee walopun dingin tp tetep klo senyum maniiiis abiiis^^,,, cocok deh dinikmati ditmpat tropis kaya indonesia, manis + dingin = suejuk (es campur kalee :p)
ReplyDeleteLanjut sinopnya nis,,
Hwaiting^^
kenapa perannya il woo + di CYHMY selalu judes, n g bisa senyum ceria, seperti kang san tuuch baguss hhahhaha walu tidur di kelas gurunya wezt pasraah saja
ReplyDelete