Hae Joo terduduk lemas dan menangis di jalan dekat rumahnya setelah mendengar kalau ibu yang selama ini hidup bersamanya bukan ibu kandungnya. Hong Chul yang khawatir karena takut Hae Joo mendengar semua segera mengajarnya.
Sambil menangis Hae Joo berkata kalau ia mendengar semuanya. Ia tahu kalau ibu bukan ibu kandunganya. Ia tak menyangka padahal ia melakukan apapun untuk menyenangkan hati ibu. Dengan mata penuh air mata Hae Joo bertanya pada ayahnya, “Siapa sebenarnya ibuku? Siapa ibu kandungku yang sebenarnya?”
Hong Chul berusaha mengelak, apa yang sedang Hae Joo bicarakan. “Ibumu hanya sedang marah dan salah bicara ibumu adalah ibumu. Apa bedanya dengan ibu kandung?”
Hae Joo bilang bukan. Ia tahu ada yang aneh sejak masih kecil karena banyak orang yang bilang kalau wajahnya tak mirip dengan ibu, “Ibu selalu membenciku. Ibu tidak seperti itu pada kakak dan Young Joo.”
Hong Chul membentak, “Aku bilang itu tak benar. kenapa kau bertingkah seperti ini?” Kalau Hae Joo mau membahas masalah kemiripan bukankah ia dan Hae Joo juga tidak mirip satu sama lain. “Apa kau mau bilang kalau kau bukan putriku juga? Apa itu mau-mu?”
Hea Joo menggeleng masih menangis. Kemudian Hong Chul berkata lembut pada Hae Joo ia mengingatkan, “Apapun yang dikatakan orang meskipun langit runtuh kau adalah putriku. Dan kalau kau putriku berarti kau juga putri ibumu. Kau mengerti?”
Hae Joo mencoba mengerti tapi ia diam saja masih menangis. Ayahnya tanya kenapa tak menjawab apa Hae Joo mengerti. Hae Joo menjawab ya pelan. Ayahnya kembali mengingatkan agar Hae Joo tak lagi memiliki pikiran bodoh seperti itu. “Kalau kau terus berfikir seperti itu pikirkan betapa sakitnya hatiku.”
Hae Joo minta maaf sambil menangis. Hong Chul memeluk erat putrinya yang terus menangis.
In Hwa masih belum sadar. Geum Hee menungguinya dengan sabar. Ia sedih melihat kondisi In Hwa, ia tak ingin kehilangan putri lagi setelah dirinya kehilangan Yoo Jin. Geum Hee menangis sambil mengusap kepala In Hwa.
Chang Hee sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Ia masih lemah, ayahnya membantu memapahnya berjalan. Di depan rumah keduanya berpapasan dengan Il Moon.
Park Gi Chul menanyakan akan pergi kemana Il Moon malam-malam begini. Il Moon menatap Chang Hee marah dan tanpa bertanya lagi Il Moon langsung memukul Chang Hee hingga terjatuh.
Chang Hee yang masih lemah tak bisa melawan. Tak puas hanya dengan memukulnya Il Moon pun menendang Chang Hee berulang kali untuk melampiaskan kemarahan. Park Gi Chul menarik dan menahan Il Moon apa kesalahan Chang Hee sampai tiba-tiba dipukuli seperti ini.
Il Moon giliran menatap marah Gi Chul, “Apa kesalahan Chang Hee?” Ia mengatakan kalau adiknya belum juga sadar tapi si brengsek ini berani-beraninya berjalan dengan kedua kakinya. Il Moon kembali menendang Chang Hee. Gi Chul mengatakan kalau itu bukan kesalahan Chang Hee ia meminta Il Moon jangan bersikap seperti ini.
“Si brengsek ini bukankah pergi untuk menjemput In Hwa. Kalau begitu seharusnya dia menyeret In Hwa pulang. Kenapa dia malah membiarkan In Hwa naik ke kepal?” Il Moon kembali menendang Chang Hee yang masih tergeletak di tanah.
Gi Chul kembali menahan Il Moon dan berkata kalau Chang Hee juga tidak tahu kalau akan terjadi kecelakaan kalau Chang Hee tahu tentu saja dia tak akan mengizinkan In Hwa naik kapal. Ia minta maaf dan berharap Il Moon tak bersikap seperti ini pada Chang Hee.
Il Moon mengancam kalau terjadi sesuatu pada adiknya ia memastikan kalau Chang Hee akan mati ditangannya. “Gara-gara pengemis seperti kalian tak pernah ada ketenangan di rumah ini. Dasar pengemis!” Il Moon meninggalkan keduanya.
Gi Chul membantu putranya berdiri tapi Chang Hee juga marah sudah diperlakukan seperti ini. Ia berlalu meninggalkan ayahnya.
Hae Joo tak bisa tidur. Ia duduk di depan rumahnya menatap bintang malam. Dal Soon membuka pintu kamar dan melihat kalau Hae Joo duduk diam. Ia pun kembali ke kamar dan menutup pintunya. Sambil menatap bintang Hae Joo bergumam sedih, “Ibu...”
Chang Hee ingin menghilangkan penat dengan melihat pabrik galangan kapal di tempat biasa ia melihatnya. Tanpa sengaja ia melihat Hae Joo juga ada disana. Chang Hee mamanggilnya. Hae Joo melihat luka di wajah Chang Hee, ia menanyakan penyebabnya. Chang Hee berbohong mengatakan kalau luka itu akibat ia terjatuh semalam. Hae Joo percaya saja dan berpesan agar Chang Hee hati-hati. Keduanya pun duduk bersama.
Chang Hee menanyakan apa yang dilakukan Hae Joo disini apa sudah terjadi sesuatu. Hae Joo bilang tak ada. Kemudian Hae Joo penasaran kenapa ia tak pernah melihat ibu Chang Hee dia bahkan tak datang ke rumah sakit. Dengan berat Chang Hee mengatakan kalau ia tak memiliki ibu. Hae Joo menebak apa Ibu Chang Hee sudah meninggal. Chang Hee bicara jujur kalau ibunya pergi meninggalkan ayah dan dirinya ia bahkan tak ingat wajah ibunya.
Hae Joo tersenyum miris dan berkata kalau ia dan Chang Hee memiliki nasib yang sama. Chang Hee tak mengerti. Hae Joo bicara jujur kalau ibunya yang sekarang bukanlah ibu kandungnya, “Ayah bilang dia ibu kandungku tapi aku tahu... sama seperti dirimu aku juga tak bisa mengingat wajah ibu kandungku.”
Chang Hee ingin tahu apa ibu Hae Joo yang sekarang memperlakukan Hae Joo dengan kejam. Hae Joo menyangkal. Chang Hee menebak apa Hae Joo mencoba menyenangkan hatinya karena dia bukan ibu kandung Hae Joo. Hae Joo mengiyakan karena saat ini ia takut kalau ibunya berkata ‘kau bukan putriku’ Ia sebenarnya ingin tahu orang seperti apa ibu kandungnya tapi ia juga takut kalau ibu kandungnya datang mencari dirinya.
Chang Hee bertanya kenapa. Hae Joo berkata kalau hal seperti itu terjadi otomatis ia akan berpisah dengan ayahnya. Kalau ia berpisah dengan ayahnya ia tak akan percaya diri menghadapi dunia ini.
Hae Joo mengingatkan kalau Chang Hee bisa menyimpan rahasia yang ia katakan karena kalau sampai ayahnya tahu hal ini akan menyakiti hati ayahnya. Chang Hee mengerti ia akan menyimpan rahasia Hae Joo dan sebagai gantinya apa yang ia katakan pada Hae Joo juga rahasia.
Keduanya pun berjanji akan menjaga rahasia masing-masing. Janji jari kelingking dan salaman. Chang Hee tersenyum dan merasakan kalau tangan Hae Joo sangat hangat. Tapi Hae Joo merasakan kalau tangan Chang Hee sangat dingin.
Chang Hee tersenyum dan berkata kalau ia tak memiliki hati yang hangat makanya tangannya dingin. Hae Joo tak setuju pendapat Chang Hee ia mengatakan kalau tangan ayahnya juga sangat dingin tapi ayahnya memiliki hati selembut sutra. Hae Joo merasa sangat menyenangkan kalau bisa menggenggam tangan ayahnya dimusim panas karena tanganya sendiri sangat panas.
“Kau seperti itu kak,” sahut Hae Joo menilai Chang Hee memiliki hati selembut sutra. Chang Hee tersenyum mendengarnya. Keduanya melepas tangan mereka tapi rasanya keduanya seakan tak ingin melepasnya hihi. keduanya memandang jauh pabrik galangan kapal. Tapi sesekali keduanya saling melirik dan tersenyum keduanya salah tingkah huhuuuu...
Hae Joo datang ke rumah sakit untuk menjenguk In Hwa. Ia mengintip di luar pintu.
Presdir Jang meminta istrinya istirahat karena dari kemarin terus menunggui In Hwa dan belum tidur selama 2 hari. Ia cemas kalau terus seperti ini istrinya bisa pingsan karena kelelahan.
Wajah Geum Hee sudah terlihat lelah tapi ia tak bisa meninggalkan In Hwa. Bagaimana mungkin ia bisa tidur disaat In Hwa seperti ini. In Hwa bahkan belum membuka matanya.
Hae Joo sedih melihat kondisi In Hwa yang belum sadar. Ia akan meninggalkan ruangan rawat In Hwa. Tapi ia mendengar suara kalau In Hwa sadar. Perlahan In Hwa membuka matanya. Geum Hee berseru senang Hae Joo tak jadi pergi.
Dengan tatapan lemah In Hwa melihat seluruh keluaraga yang mencemaskannya. “Ibu..” sebut In Hwa lirih. Geum Hee menangis senang In Hwa sadar. Hae Joo juga senang kondisi In Hwa sudah membaik.
“Ibu aku ingin makan pizza!” sahut In Hwa pelan.
Geum Hee menangis senang dan langsung memeluk In Hwa ia berterima kasih karena In Hwa kembali hidup. Presdir Jang menyuruh Il Moon memanggilkan dokter agar In Hwa diperiksa lebih lanjut.
Melihat Il Moon akan keluar Hae Joo menyingkir dari depan pintu. Il Moon terkejut melihat Hae Joo ada disana. Ia menatapnya sebal untuk apa pengemis seperti Hae Joo datang ke rumah sakit. Hae Joo kesal disebut sebagai pengemis bukankah ia sudah mengatakan kalau dirinya bukan pengemis. Sadar kalau ia sudah kelepasan bicara Hae Joo langsung terdiam dengan suara pelan Hae Joo menanyakan apa In Hwa baik-baik saja.
Il Moon kesal bagaimana bisa Hae Joo datang ke rumah sakit untuk menjenguk In Hwa bukankah Hae Joo sendiri yang menyebabkan In Hwa menjadi seperti ini.
Presdir Jang keluar karena mendengar ribut-ribut. Ia menatap heran kenapa putranya masih ada disini bukankah ia menyuruh putranya untuk memanggil dokter. Il Moon mengerti dan segera pergi memanggil dokter.
Hae Joo memberi hormat pada Presdir Jang. Ia mengutarakan maksud kedatangannya ingin menjenguk In Hwa. Presdir Jang berkata kalau In Hwa sudah tak ada urusan bertemu dengan Hae Joo tapi ia perlu bertemu dengan ayah Hae Joo. Hae Joo tak mengerti kenapa Presdir Jang ingin bertemu dengan ayahnya. Presdir Jang kembali masuk ke ruang rawat putrinya.
Geum Hee yang tengah memijit kaki In Hwa menanyakan apa ada orang di luar. Presdir Jang mengiyakan di luar ada Hae Joo. istrinya kaget Hae Joo datang lagi. In Hwa heran campur senang apa Hae Joo ada disini, apa semuanya baik-baik saja, apa San juga baik-baik saja.
Presdir Jang mengatakan kalau semuanya selamat.
In Hwa tersenyum lega. Ia meminta ayahnya menyuruh Hae Joo masuk. Tapi Geum Hee melarang In Hwa bertemu dengan Hae Joo. In Hwa tanya kenapa. Geum Hee mengatakan kalau Hae Joo lah yang menyebabkan In Hwa menjadi seperti ini ia juga mendengar kalau Hae Joo lah yang menyetir kapalnya.
Ia sudah merasa kalau dari awal anak itu (Hae Joo) memang anak yang aneh. Ia berpesan agar In Hwa jangan lagi dekat-dekat dengan Hae Joo karena menurut Geum Hee, Hae Joo itu anak yang tahu malu. Ia sudah jelas menyuruh Hae Joo untuk tidak datang menjenguk In Hwa karena memikirkannya saja sudah membuatnya muak, “Dari mana asalnya anak itu.” Geum Hee kesal setengah mati nih.
Presdir Jang meminta istrinya tak usah khawatir ia akan menemui ayah Hae Joo dan akan membuat mereka membayar semuanya termasuk kapalnya. Tapi In Hwa melarang ayahnya berbuat seperti itu.
Dengan perasaan bersalah In Hwa mengaku kalau ia-lah yang melakukannya.
Geum Hee tak mengerti apa yang dibicarakan putrinya ini. In Hwa mengaku kalau ia yang mengajak mereka manaiki kapal ayahnya karena ia ingin pamer, “Kuncinya tertinggal disana jadi aku menyalakannya lalu tiba-tiba kapalnya bergerak.”
Geum Hee tak mengerti bagaimana In Hwa bisa mengendarai kapalnya. In Hwa mengatakan kalau ia diam saja ketika kapalnya bergerak itu sebabnya Hae Joo yang mengambil alih menyetir.
Presdir tak peduli tetap saja Hae Joo yang mengendarai kapalnya. In Hwa memberi tahu kalau Hae Joo yang menyelamatkannya. Ia hampir mati karena kebanyakan minum air laut tapi Hae Joo menyelamatkan dirinya.
Presdir Jang dan istrinya tak menyangka ternyata kejadian sebenarnya seperti itu.
In Hwa merasakan sakit di kepalanya Geum Hee cemas melihatnya. In Hwa mengeluh kepalanya sakit dan rasanya seperti mau pecah. Geum Hee makin cemas dan bertanya tanya kenapa dokternya belum juga datang.
In Hwa masih merasa bersalah tentang kapal ayahnya yang tenggelam ia tak tahu apa yang harus dilakukannya kapal itu pasti harganya sangat mahal. Presdir meminta putrinya tak perlu membahas itu, apa sekarang yang menjadi masalah adalah kapal bahkan ia akan menukarkan 100 buah kapal demi putri tercintanya.
Il Moon datang bersama dokter dan perawat. Perawat akan memberikan suntikan untuk In Hwa tapi In Hwa ketakutan ia menolak disuntik. Ia langsung mengatakan kalau ia tak sakit ia sama sekali tak sakit. Hehehe.
Hae Joo sampai di rumah dan melihat ibunya tengah merapikan rambut Young Joo. Ibunya menyindir kalau Hae Joo itu pergi begitu saja setelah sarapan. “Apa kau menabrakan pesawat sekarang? Aigoo, kau gembira karena sekarang libur? Bagaimana bisa kau tinggal di rumah sakit disaat kau ingin sekali berkeliaran di jalan?
Hae Joo berusaha tak menanggapi sindiran ibunya. Ia tetap bersikap ceria dan meminta maaf. Ia mengatakan alasannya keluar karena ada perlu ke suatu tempat. “Ibu kau belum makan siang kan?”
Ibunya marah, “Kau tahu sekarang jam berapa? Makan siang? Kau pikir aku akan mati kelaparan karena menunggumu?”
Hae Joo bicara pada adiknya meminta Young Joo menunggu sebentar ia akan membuatkan makanan. Tapi Young Joo bilang kalau ia sudah makan siang. Ibu kesal dan menyuruh Hae Joo masuk.
Hae Joo ke kamar disana ternyata sudah ada kentang rebus. Terdengar ibunya membentak dari luar menyuruh Hae Joo cepat makan dan bagikan sedikit kentang rebus itu ke tetangga (Jung Woo) “Kita sudah kehabisan tepung. Mungkin dengan membagikan kentang rebus itu tetangga akan memberikan sedikit tepung.”
Hae Joo mengerti dan tersenyum gembira ternyata ibunya sudah menyiapkan makanan untuknya walaupun hanya kentang rebus. Hae Joo segera memakan kentang rebusnya sambil tersenyum. (lha kok kulitnya ga dikupas dulu ya)
Yoon Jung Woo dan Lee Bong Hee berada di perkebunan pir. Pemilik perkebunan merasa heran karena ini benar-benar aneh, “Tak peduli betapa derasnya hujan tahun lalu dedaunan ini tidak rontok dan buah pir-nya tidak busuk. Tapi sejak beberapa hari yang lalu pohon-pohonnya mati.”
Bong Hee memeriksa tanah dan menciumnya. Ia merasakan bau sesuatu. Jung Woo tanya apa ada yang salah dengan tanahnya. Bong Hee bertanya ke pemilik perkebunan sudah berapa lama sejak terakhir kali paman ini menyemprotkan pestisida ke perkebunan.
Paman itu mengatakan kalau beberapa pemilik perkebunan akhir-akhir ini tidak menggunakan pestisida karena anginnya sangat kencang.
Bong Hee memeriksa lebih detail pohon pir-nya. Ia memeriksa bagian akarnya. Jung Woo heran kenapa seluruh akarnya membusuk. Bong Hee menciumi akarnya ia merasa kalau mereka harus melalukan analisa kimia terhadap tanaman ini.
Jung Woo dan Bong Hee pulang ke gubuk Jung Woo. Di jalan dekat rumah Jung Woo, Bong Hee menanyakan apa Jung Woo memiliki mentimun dan kentang karena wajahnya perlu di facial.
Hae Joo sudah di depan rumah Jung Woo. Ia menunggu lama kedatangan Jung Woo. Hae Joo berkata kalau ia merasa sulit menemui Jung Woo akhir-akhir ini, “Paman aku merindukanmu.”
“Benarkah?” Jung Woo tak percaya tapi senang. Kalau begitu ia dan Hae Joo memiliki gelombang yang sama karena ia juga merindukan Hae Joo. keduanya tertawa.
Bong Hee yang dari tadi diam menanyakan siapa anak ini. Jung Woo mengenalkan Hae Joo sebagai seseorang yang tinggal di depan rumahnya. Bong Hee menatap kesal Jung Woo, “Hey bodoh. Ini sebabnya kau tak bisa menikah dan masih melajang. Dapatkan saja seorang wanita muda daripada anak kecil seperti dia.”
Hae Joo berkata kalau ia juga seorang wanita.
“Kenapa kau menyebut telur sebagai ayam betina? Bagaimana mungkin kau seorang wanita,” kata Bong Hee sambil mendorong kepala Hae Joo dengan jarinya (Menurut Bong Hee, Hae Joo itu hanya anak-anak bukan wanita hahaha)
“Bibi, kau terlihat seperti ayam betina tua.” sindir Hae Joo hahaha perawan tua gitu maksudnya. Hahaha.
“Apa?” Bong Hee tak percaya ada anak kecil yang berani mengatakan itu padanya. “Bibi? Ayam betina tua?” Bong Hee membentak, “Anak ini beraninya bicara begitu pada orang dewasa.”
Hae Joo : “Perkataan yang keluar darimu adalah batu, tapi apa kau berharap mendapatkan sutra sebagai balasannya?”
Hahaha ucapan keras Bong Hee pada Hae Joo ternyata dibalas dengan ucapan keras juga hahaha
Jung Woo tertawa mendengar obrolan kedua wanita berbeda usia ini. Bong Hee kesal bukan main, “Hei aku menahan diri karena aku baik hati. Catat ini, aku bukan Ahjumma!” Jung Woo mengajak keduanya masuk.
Lee Bong Hee memakan kentang kiriman Hae Joo. Hae Joo sewot karena kentang itu ingin ia berikan pada Jung Woo tapi malah dimakan Bong Hee. Ia meminta Bong Hee berhenti makan karena ia sengaja membawakan kentang rebus ini untuk pamannya.
Bong Hee memperingatkan agar Hae Joo tak mengganggu saat anjing sedang makan. “Bukankah aku jelas-jelas mengatakan kalau aku bukan Ahjumma.”
Hae Joo kembali menyindir, “Kau belum menikah karena kau mencuri makanan orang. Meskipun aku seorang pria aku tak akan menyukaimu.” Hahaha.
Bong Hee makin kesal, “Anak yang seperti kacang ini. Kenapa terus-terusan ingin mengalahkan orang dewasa. Agrhhh kalau kau putriku aku pasti akan langsung... hwaks...” Bong Hee mengancam akan memukul.
Hae Joo menyindir lagi, “Kau itu seperti mencari semangkuk sup di dalam sumur. Dapatkan seorang anak setelah kau menikah.”
Bong Hee yang sudah kesal berusaha tak menanggapi omongan Hae Joo ia terus makan kentang rebusnya.
Hae Joo bertanya pada Jung Woo apa pekerjaan ahjumma ini bagaimana bisa dia menjadi teman Jung Woo. Jung Woo mengatakan kalau Bong Hee ini seorang ahli perminyakan. Hae Joo heran ternyata ahjumma ini seorang yang ahli tapi menurutnya Bong Hee ini terlihat seperti seseorang yang memiliki kesulitan dalam belajar.
Bong Hee yang sudah kesal menyuruh Jung Woo mengusir Hae Joo pergi. Jung Woo tertawa melihat tingkah keduanya.
Jung Woo memberi tahu kalau di dapur ada sekantong tepung. Ia menyuruh Hae Joo membawa pulang dan berikan pada Ibu Hae Joo. Hae Joo menolak karena Jung Woo sudah pernah memberi keluarganya tepung. Tapi Jung Woo memaksa lagipula ia tak membutuhkan tepung itu karena ia hidup sendiri. Hae Joo pun menerimanya dengan senang hati dan berterima kasih.
Hae Joo kembali melirik Bong Hee dan mengingatkan Jung Woo, jangan biarkan Bibi memakan semua kentang rebusnya Jung Woo juga harus memakannya.
Mendengar itu Bong Hee berteriak kesal, “Aku tak akan makan. Aku tak akan makan. Apa kau pikir aku memakannya karena rasanya enak? Aku memakannya karena ini kulakukan daripada melakukan facial.”
Hae Joo pamit pulang. Jung Woo tertawa melihat tingkah keduanya. Bong Hee terus ngoceh kesal.
Jung Woo meminta pendapat Bong Hee bukankah anak itu cantik. Bong hee tak sependapat, “Siapa yang cantik? Makhluk kecil itu, dia pasti pernah memakan sengat lebah. Setiap kata yang keluar dari mulutnya terasa menyengat.”
Jung Woo berkata kalau Hae Joo membuatnya teringat pada Yoo Jin. Kalau Yoo Jin masih hidup pasti dia seumuran dengan Hae Joo. Bong Hee menyarankan agar Jung Woo segera menikah dan memiliki seorang putri.
“Lalu bagaimana denganmu?” Jung Woo balik bertanya.
“Aku? Aku akan menikah dengan minyak.” Ucap Bong Hee.
Bong Hee ingat kalau ia berencana akan mengunjungi kakaknya dalam waktu dekat ini. Ia menawarkan apa Jung Woo mau ikut dengannya.
Tatapan Jung Woo langsung berubah serius, kenapa ia harus kesana. Bong Hee heran kenapa Jung Woo sangat membenci kakaknya. Ia menjelaskan kalau hal itu bukan dengan sengaja dilakukan kakaknya. Kakaknya menikah lagi karena dia sudah janda. Kenapa kau sangat membencinya?
Jung Woo mengingatkan bukankah ia sudah pernah mengatakan untuk tak mengungkitnya kalau Bong Hee bersikap seperti ini tinggal saja di rumah kakak Bong Hee. Bong Hee tertawa kenapa Jung Woo marah-marah tanpa alasan.
In Hwa masih di rumah sakit untuk tahap penyembuhan. Geum Hee masih setia menungguinya. Sementara Presdir Jang tertidur di kursi. Geum Hee membangunkan suaminya dan berkata kalau ia sudah merasa bersalah pada Hae Joo ia sudah menuduh yang bukan-bukan. Ia tak tahu kalau Hae Joo menyelamatkan In Hwa. Ia bahkan sudah memukul Hae Joo. Presdir Jang juga merasa bersalah ia memikirkan cara untuk meminta maaf pada Hae Joo.
Presdir Jang mengadakan pesta makan bersama dengan keluarga korban tenggelamnya kapal. Hae Joo berserta seluruh keluarganya, San dengan kakeknya. Chang Hee juga ada bersama ayahnya.
Presdir Jang dan In Hwa memanggang daging dan udang, keduanya tertawa-tawa. Hong Chul melihat keakraban Presdir Jang dan In Hwa. Kemudian matanya beralih menatap Hae Joo yang makan dengan lahap. Hong Chul beralih menatap Geum Hee yang tengah melihat suaminya dan In Hwa yang tertawa bersama.
Tiba-tiba Hong Chul membayangkan kalau yang berdiri di tempat In Hwa adalah Hae Joo. Ya ia membayangkan Hae Joo tengah tertawa riang bersama Presdir Jang (Disini Hong Chul mengira kalau Hae Joo putri Presdir Jang) Hong Chul melamun tersenyum hingga istrinya pun membuyarkan lamunannya. Dal Soon heran kenapa suaminya belum makan.
In Hwa menyajikan daging dan udang panggang untuk Kakek. Sambil memberikan makanan ia meminta pendapat kakek tentang dirinya bukankah hari ini ia cantik. Kakek berkata kalau In Hwa selalu terlihat manis.
“Aku... akan menikah dengan Kak San kalau sudah besar!” seru In Hwa lantang. “Kakek bagaimana pendapatmu tentang aku menjadi cucu menantumu?”
Pertanyaan ini membuat San terbatuk-batuk tersedak hehe.
Geum Hee mengingatkan putrinya kalau seorang gadis tak seharusnya berkata hal seperti itu secara terang-terangan walaupun itu hanya sebuah candaan. Tapi In Hwa mengatakan kalau ia tak sedang bercanda, San itu miliknya. Dia adalah celupan pertamaku.
San melongo, “Hei memangnya aku daging kuah? Celup? Pada siapa?”
In Hwa duduk di dekat San dan berkata ia tak peduli kalau seandainya ia dan San harus bertunangan lebih dulu (hahaha) Kakek tersenyum geli mendengarnya.
San memukul kepala In Hwa dengan bunga, “Hei bocah sadar. Apa? Tunangan?”
“Kenapa? Dalam drama saeguk wanita menikah di usia yang sama denganku.” Seru In Hwa. Hihi.
Perkataan ini membuat kedua orang tua In Hwa dan kakek tertawa.
Hae Joo yang penasaran mendekatkan dirinya pada In Hwa dan bertanya bagaimana mungkin ayah San terlihat sangat tua apa San lahir saat ayah San sudah sangat tua kata Hae Joo sambil melirik Kakek Kang.
In Hwa heran apa Hae Joo tak tahu itu bukan ayah San melainkan kakeknya.
In Hwa memberi tahu pada Hae Joo kalau Kakek Kang itu Presdir perusahaan pembuatan kapal Hae Poong. Hae Joo jelas kaget apa kakek itu Presdir dari perusahaan pembuatan kapal raksasa. Hae Joo menatap kakek penuh kakaguman. Kemudian ia beralih menatap San yang sedang minum dengan sikap elegan wuih.
Geum Hee berkata kalau ia sudah mendengar kalau putra keluarga Chun alias si Sang Tae satu kelas dengan putranya, Il Moon. Ia melihat kalau Sang Tae ini terlihat pintar. Sang Tae cuek dirinya dibicarakan ia enak makan dengan lahap.
Il Moon memberi tahu ibunya kalau Sang Tae ini rangking terakhir di kelasnya. Geum Hee langsung terdiam merasa bersalah sudah memuji setinggi langit.
San langsung meralat ucapan Il Moon. Ia minta Il Moon kalau bicara yang benar yang rangking terakhir itu dirinya ucap San semangat sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi.
Semua tertawa mendengar pengakuan San.
Kakek heran apa menjadi peringkat terakhir itu sesuatu yang bisa cucu-nya banggakan, apa San perlu mengangkat tangan dan mengumumkannya dengan lantang.
In Hwa merasa ini aneh karena Hae Joo selalu masuk dalam sepuluh besar di kelasnya. Ia heran kenapa kakaknya Hae Joo ini paling terakhir peringkatnya. Kalian berdua tak sama sahut In Hwa.
Hong Chul mengeluh kalau putranya itu sudah membuatnya sakit kepala, “Dia bahkan memiliki kamar sendiri supaya bisa belajar tapi dia tetap saja begitu. Sungguh aku tak tahu dia mau jadi apa.” Dal Soon mendengarnya menahan kesal.
Presdir Jang menghampiri kakek menanyakan apa kakek sudah makan banyak ia mencari alasan kalau di luar sini panas ia mengajak kakek masuk ke ruang kerjanya karena ada yang ingin ia bicarakan dengan kakek.
Keduanya pun bicara di ruang kerja Presdir Jang masing-masing membawa minuman. Presdir berbasa-basi mengatakan kalau sepertinya In Hwa menyukai San. Ia meminta pendapat kakek, “Mereka masih kecil tapi menurutku tak buruk bagi kita seandainya kita berbesanan di masa depan.”
Kakek tertawa dan meminta Presdir Jang bicara jujur dan mengaku saja kalau Presdir Jang ini ingin bergabung ke dalam keluarganya. “Kau pikir aku tak tahu kalau kau ingin menelan perusahaan perkapalan Hae Poong setelah aku mati?”
Presdir Jang tertawa menyangkal apa yang dikatakan kakek. Karena menurutnya kakek ini akan hidup lebih lama daripada dirinya (Cup ya Presdir Jang akan mati duluan daripada kakek-kita lihat ya)
Kakek melihat-lihat ruang kerja Presdir Jang dan memuji kalau di ruangan itu banyak buku tentang pembangunan kapal. Kakek menyindir dengan mengatakan kalau ada banyak orang bodoh yang berusaha mempelajari tentang membangun sebuah kapal hanya dengan membaca sebuah buku.
Kakek mengambil sebuah buku ‘Fermat’s Last Theorem’ Ia meminta izin ingin meminjam buku ini. Presdir heran bukankah itu buku tentang soal matematika kenapa kakek ingin membacanya. Kakek berkata kalau ia tak berencana untuk membacanya ia berencana akan memberikannya pada San.
Presdir makin heran karena menurutnya ini bukan buku matematika untuk anak-anak. Kakek kesal dan meminta melupakan saja kalau Presdir Jang memang berniat tak mau meminjamkannya, “Apa kau bahkan tak mengijinkan aku meminjam sebuah buku?”
Presdir Jang menaruh gelas minumannya dan berkata kalau ia bisa membelikan kakek 1 juta buku yang seperti itu. “Jadi daripada membuat konsesi ijinkan aku yang mengambil pekebunan pir-nya.”
Kakek tak menyangka ternyata itu yang ingin dibicarakan Presdir Jang dengan dirinya. “Kau, apa kau masih belum mengenalku? Apa kau pernah melihatku menyerah?”
Presdir Jang menebak apa itu sebabnya kakek membuat adik Hak Soo yang bernama Jung Woo ikut terlibat. Menurutnya kakek tak bisa menggunakan tenaga Jung Woo untuk menghalanginya. Kakek menyuruh Presdir Jang tak perlu banyak bicara, “Kau bisa bicara kasar pada orang yang lebih tua karena ini rumahmu.”
“Presdir, aku melakukan ini karena aku tak mau menyakiti orang yang kuanggap sebagai guruku.” sanggah Presdir Jang. “Kenapa anda tak mundur sekarang, Presdir?”
Kakek bertanya dengan sebuah ungkapan apa Presdir Jang tahu apa yang akan terjadi saat anjing mengginggit seseorang.
Presdir Jang menyela kalau dunia sudah banyak berubah karena orang-orang dulu yang mendukung kakek dari belakang sekarang sudah banyak yang pensiun. “Presdir, anda harus melewati sisa hidup dengan ketenangan.” Kata Presdir Jang.
Kakek murka dan menyiram wajah Presdir Jang dengan minuman yang dibawanya. “Dasar sombong. Apa anjing kecil yang baru lahir menggonggong karena singa sudah tua? Berkacalah dan lihat bagaimana akhirmu nanti kalau kau terus menentangku.” gertak kakek kemudian meninggalkan ruang kerja Presdir Jang dengan kemarahannya.
Presdir Jang berusaha bersikap tenang menahan emosinya. Ia melihat wajahnya yang basah di kaca dan mengusap dengan kesal.
Kakek mengajak San pulang. San tanya kenapa pulang karena yang lain masih berkumpul. Kakek tak mengatakan alasannya pokoknya ia menyuruh cucu-nya berdiri dan segera pergi. San menyadari kalau suasana hati kakek sedang tak enak.
Geum Hee berkata kalau kakek sudah lama sekali sejak terakhir kali berkunjung ia berharap kakek tinggal lebih lama. Tapi kakek tak mau kalau ia terus makan dan bermain disini orang brengsek muda akan mengejarnya. Kakek kembali menyuruh San berdiri, San menurut.
In Hwa tak mengerti kenapa tiba-tiba kakek bersikap seperti ini karena ia masih ingin bersama dengan San. Kakek tak mengatakan apa-apa lagi ia langsung menarik paksa San membuat yang lain memandang tak mengerti.
San menanyakan apa telah terjadi sesuatu antara kakeknya dengan Presdir Jang. Kenapa tiba-tiba kakeknya bersikap seperti ini. Kakek tak menjawab ia membuka pintu mobil.
San mengingatkan kalau hari ini adalah pesta bagi anak-anak yang baru kembali dari jurang kematian kenapa kakek malah merusak suasana.
Kakek meminta San menunggu sampai besar nanti baru-lah San akan mengerti. “Kalau kau tidak menegakkan kepalamu kau akan mati.” Kata kakek, ia menyuruh cucunya masuk ke mobil. Keduanya meninggalkan rumah keluarga Presdir Jang.
Mereka masih menikmati pesta makan mewah. Geum Hee memuji kalau Hae Joo memiliki hati yang lapang. Ia sudah salah paham terhadap Hae Joo. Ia juga mengatakan kalau Hae Joo tak pernah membantah ucapannya padahal ia sudah mengatakan hal yang bukan-bukan. “Kau pasti senang memiliki putri yang cerdas dan baik hati seperti Hae Joo.” kata Geum Hee bicara pada Ibu.
Ibu bergumam kesal, “Coba saja hidup dalam posisiku dan kita lihat apa kau masih bicara begitu.” Geum Hee langsung terdiam tak mengerti apa ia sudah salah bicara.
Ibu melihat Hae Joo makan sangat lahap. Ia meminta Hae Joo berhenti makan dan manjaga Young Joo karena Young Joo tertidur. Ia menyuruh Hae Joo menggendong Young Joo. Hae Joo mengerti ia akan melakukannya tapi Chang Hee melarang ia menyuruh Hae Joo menyelesaikan makan dulu. Ibu kesal mendengar perkataan Chang Hee.
Chang Hee mangatakan kalau Young Joo itu sudah besar jadi tak perlu digendong agar bisa tidur dan juga Hae Joo ini masih anak-anak. Ibu tak suka ada yang mencampuri urusan keluaranya. Hae Joo paham betul ibunya sedang tak enak hati ia mengatakan pada Chang Hee kalau dirinya sudah makan banyak jadi tak masalah kalau ia harus menggendong Young Joo.
Kini giliran Geum Hee yang melarang. Geum Hee memanggil pembantunya ia menyuruh pembantu membaringkan Young Joo di kamarnya. Hong Chul tak enak hati dan menolak ia menyuruh putranya, Sang Tae menggendong Young Joo. Tapi itu membuat istrinya marah kenapa suaminya menyuruh Sanga Tae bukankah Hae Joo akan melakukannya.
In Hwa menilai kalau ibu Hae Joo ini aneh, “Kau bahkan tak pernah membawakan kotak makan siang untuk Hae Joo di sekolah. Dia selalu makan makanan yang sama setiap hari. Bibi, apa kau ini ibu tirinya?”
Geum Hee mengingatkan putrinya agar tak bicara sembarangan.
Ibu menahan marah, “Ibu tiri? Bagus sekali perkataanmu. Aku... perempuan itu...”
Park Gi Chul yang dari tadi diam berdiri menggebrak meja memarahi Ibu atau lebih tepatnya berusaha menghalangi Ibu untuk tak bicara lebih lebar lagi, “Kenapa kau bertingkah seperti ini?”
Dan semuanya menatap heran kenapa Park Gi Chul tiba-tiba ikut marah. Il Moon menanyakan apa yang Gi Chul lakukan. Park Gi Chul terbata-bata mengatakan kalau yang dikatakan Ibu itu menurutnya tidak sopan. Hong Chul melirik temannya kesal. Gi Chul langsung diam dan duduk kembali.
Ibu merasa kalau semua aneh baginya. Kenapa mereka semua berkata kalau hanya dirinya yang salah. Ibu berdiri marah dan meninggikan suara apa salahnya sampai semua orang menyalahkannya seperti ini, tidak orang dewasa bahkan anak-anak juga menyalahkannya.
Ibu akan meminum anggur, ia ingin minum sampai ia mati. Hong Chul memarahinya apa istrinya ini gila.
Ibu membenarkan kalau ia sudah gila. “Bagaimana bisa aku tidak gila? Hae Joo, dia ini perempuan yang berpura-pura baik hati sambil berkata pada semua orang kalau aku tak pernah memasak untuknya. Apa kau tak lihat kalau dia berusaha membuatmu terlihat seperti ayah yang bodoh?”
Geum Hee tak enak hati melihat pertengkaran ini.
Hong Chul tak habis pikir apa istrinya ini hanya bisa memuntahkan kata-kata. Kenapa istrinya tak setuju ada orang yang memuji putri mereka. Ia mengingatkan kalau ini bukan rumah sembarangan orang. Ia meminta istrinya menjaga sedikit sopan santun.
Bukannya sadar istrinya malah semakin menjadi, “Sopan santun? Salah siapa kalau sopan santunku hilang? Benar. Kalian mungkin memandangku rendah karena aku hidup seperti ini. Tapi aku tidak hidup susah seperti ini dari awal. Sebelum aku bertemu orang ini (Hong Chul) aku memiliki hidup yang baik. Tidak, bahkan kalau Hae Joo, perempuan ini tidak hadir dalam hidupku.”
Hong Chul marah mendengarnya dan menggebrak meja membuat semuanya kaget setengah mati. Melihat kemarahan suamianya emosi ibu tak juga mereda ia malah semakin menantang, “Hei Chun Hong Chul kau mau memukulku kan? Apa kau mau memukul seorang perempuan yang sekarang sedang mengandung anakmu? Baik, pukul aku. Pukul aku.” Ibu menyodorkan kepala siap dipukul penuh tantangan.
Hae Joo menghampiri keduanya berusaha melerai. Ia memohon ibunya menghentikan semua ini.
Mendengar kedua orang tuanya ribut Young Joo terbangun dan menangis. Hae Joo menatap ayahnya dengan tatapan penuh harap agar ayahnya tak meneruskan keributan ini. Tatapan mata Hong Chul berubah menjadi sendu ketika melihat wajah Hae Joo yang memohon penuh harap padanya.
Park Gi Chul menarik Hong Chul ke rumahnya. Ia heran kalau akhirnya terjadi keributan seperti ini untuk apa temannya datang. Apa maksud keributan ini. “Sersan Chun, kau tak berfikir yang tidak-tidak kan?”
Hong Chul ingin menanyakan satu hal, apa Hae Joo itu kembar.
Park Gi Chul berpura-pura tak mengerti. Hong Chul berkata kalau In Hwa dan Hae Joo berusia sama lalu kenapa Gi Chul membuang yang satu dan menyimpan yang lain. Ia merasa kalau dadanya sudah sesak dengan masalah ini. Ia tak memiliki motif buruk jadi lebih baik Gi Chul katakan yang sebenarnya. (Hong Chul mengira kalau Hae Joo dan In Hwa saudara kembar)
Tiba-tiba Chang Hee datang memberi tahu keduanya kalau ibu membawa Sang Tae dan Young Joo pulang. Hong Chul mencemaskan Hae Joo, bagaimana dengan dia.
Hae Joo berada di dalam rumah Presdir Jang. Geum Hee datang membawa sesuatu. Hae Joo minta maaf atas kejadian tadi. Ia merasa tak enak karena Geum Hee sudah bersusah payah membuatkan masakan yang enak tapi acaranya malah dikacaukan oleh keluarganya. Ia meyakinkan Geum Hee kalau ibunya bukan orang jahat, “Dia jadi seperti itu karena sedang hamil itu sebabnya dia sedikit sensitif.
Geum Hee memberikan sebuah baju untuk Hae Joo. Ia mengatakan kalau ia sengaja membelikan baju ini karena merasa bersalah pada Hae Joo. Hae Joo merasa kalau Geum Hee tak perlu melakukan ini.
Geum Hee memasangkan baju di tubuh Hae Joo. Ia ingin melihat apa itu muat atau tidak. Hae Joo tanya bolehkah ia mencobanya sekali. Hae Joo melepas rompi dan kaos-nya. Terlihat bekas luka di belakang leher Hae Joo.
Baju itu pas di badan Hae Joo. Geum Hee menilai kalau warna kuning sangat cocok untuk Hae Joo. Hae Joo meminta tolong bisakah Geum Hee membantu mengancingkan seleting bajunya (oh tidak)
Belum sempat Geum Hee memasangkan seleting-nya, Hong Chul datang. Hae Joo senang melihat ayahnya dan memberi tahu kalau Geum Hee memberinya baju. Hong Chul hanya menatap bingung tak enak ia pun jadi serba salah. Hae Joo meminta pendapat ayahnya apa ia terlihat cantik. Hong Chul mengangguk ya.
Hae Joo senang dan langsung berkaca, ia memuji dirinya. “Kata orang-orang baju adalah sayap. Chun Hae Joo berubah menjadi malaikat!” Ia berterima kasih pada Geum Hee karena sudah memberinya baju.
Geum Hee tersenyum senang melihat Hae Joo tertawa. Ia seolah merasakan sesuatu ketika menatap gadis ini.
Tapi hal berbalik ketika Hae Joo sampai di rumah. Ibu marah dan menyuruh dirinya melepaskan baju itu. Hong Chul masuk ke kamar dan heran dengan sikap istrinya. Ibu mengusir Hae Joo keluar dan tinggal di rumah orang itu saja. “Tinggal saja dengan In Hwa. Karena kau sudah menyelamatkan hidup gadis itu mereka mungkin akan menerimamu.” kata ibu sambil mendorong supaya Hae Joo pergi.
Hong Chul membentak kenapa istrinya terus bersikap seperti ini. Hae Joo menyerahkan baju barunya. Hong Chul bertanya kenapa istrinya menyuruh Hae Joo melepaskan baju itu. Ibu mengatakan kalau ia akan menjualnya.
Ibu mengatakan kalau dilihat dari kondisi keluarganya apa suaminya pikir mereka mampu membeli baju dari mall. “Kau membuat istri dan anakmu seperti orang bodoh di depan semua orang. Tapi kalau kau mendandani perempuan ini dengan baju bagus apa kau merasa bahagia?”
Hong Chul kembali membentak bahkan lebih keras kembali meminta istrinya jangan bersikap seperti ini. Hae Joo kaget mendengar suara keras ayahnya. Ibu tak habis pikir karena menurutnya teriakan suaminya ini akan membuat bayinya keluar.
“Benar. Kau semakin sering membentak dan memukulku sekarang. Salah siapa aku hidup begini sekarang? Beraninya kau meninggikan suaramu. Saat aku masih muda aku terkenal di Incheon. Tapi apa ini? Kalau aku pergi keluar sekarang dengan baju seperti ini kepala semua pria di jalan akan berpaling dan menatapku. Bagaimana bisa aku tak sehebat perempuan kaya itu? kau yang membuatku jadi seperti ini.”
Suara Hong Chul melemah menyadari kalau semua itu salahnya jadi ia berharap istrinya berhenti memperlakukan Hae Joo seperti ini. Mata Hae Joo sudah berkaca-kaca. Hong Chul mulai menangis memandang Hae Joo, ia hanya ingin hidup dengan Hae Joo.
Melihat ayahnya menangis Hae Joo juga tak kuasa menahan air matanya. Ia mengatakan kalau ia tak menginginkan baju ini jadi ayahnya tak perlu menangis. Hong Chul menangisi nasib Hae Joo yang harus menderita hidup bersamanya. Hong Chul terduduk lemas dan berkata kalau seperti ini seharusnya ia mati saja. Hae Joo memohon ayahnya jangan menangis karena ia sungguh tak apa-apa.
Ibu kesal melihat tangisan keduanya, “Aigoo kalau ada yang melihat ini mereka akan berfikir aku memukul perempuan ini habis-habisan.” Ibu membentak menyuruh keduanya berhenti menangis sambil melempar baju Hae Joo dan meninggalkan keduanya dengan kekesalan.
Hae Joo dan ayahnya terus menangis. Hae Joo menangis karena sedih melihat ayahnya seperti ini. Sementara Hong Chul menangis karena sedih melihat nasib Hae Joo yang sengsara hidup dengannya.
Seperti malam-malam sebelumnya Hae Joo tidur di luar. Hong Chul duduk di dekat putrinya yang tertidur lelap. Ia mengusap lembut kepala Hae Joo dan teringat kebahagiaan Geum Hee dan In Hwa. Sangat lain dengan kehidupan Hae Joo yang bersusah payah mencari botol-botol bekas untuk dijual. Ia teringat saat terakhir kali ia melihat Hae Joo tersenyum ketika memakai baju pemberian Geum Hee tadi dan teringat sikap murka istrinya pada Hae Joo.
Ia sedih ketika Hae Joo mengatakan kalau Hae Joo sudah berusaha semaksimal mungkin melakukan banyak hal untuk menyenangkan hati ibunya tapi ia tak pernah mendapatkan kasih sayang itu, hingga disaat Hae Joo menanyakan siapa ibu kandungnya. Ia merasa kalau Hae Joo juga pantas bahagia seperti In Hwa bukan hidup menderita bersamanya. Hong Chul mengusap air matanya ia teringat sesuatu. Hong Chul membetulkan letak selimut Hae Joo dan bergegas ke suatu tempat, sepertinya ke gudang.
Hong Chul membuka lemari dan mengambil sesuatu. Ternyata ia mengambil baju rajutan berwarna kuning dengan motif kapal. Baju itu adalah baju yang dikenakan Hae Joo bayi ketika ia menerima bayi kecil itu dari Park Gi Chul. Ia tampak memikirkan sesuatu.
Keesokan harinya Hong Chul menuju Perusahaan perminyakan Chun Ji. Sekertaris Presdir Jang menanyakan apa Hong Chul datang untuk menemui Presdir Jang. Hong Chul membenarkan. Sekertaris Presdir kembali menanyakan apa Hong Chul sudah membuat janji bertemu. Hong Chul bilang belum. Sekertaris mengatakan kalau belum memiliki janji akan sangat sulit menemui Presdir Jang.
Hong Chul memberi tahu kalau kemarin ia baru bertemu dengan Presdir Jang dan sekarang ia benar-benar perlu bertemu dengannya. Sekertaris mengatakan kalau Presdir Jang sekarang sedang bersama dengan klien. Ia menanyakan nama Hong Chul. Hong Chul mengatakan namanya dan memberi tahu kalau sekertaris mengatakan pada Presdir kalau ia ayah Hae Joo Presdir pasti tahu.
Ternyata di ruangannya Presdir Jang tengah menerima kunjungan Jung Woo. Presdir mengatakan kalau berdasarkan informasi dari Park Gi Chul, Jung Woo tinggal di daerah dekat dengan perkebunan pir. Ia mengatakan seharusnya Jung Woo datang lebih awal menemui dirinya. Ia menyuruh Jung Woo duduk, tapi Jung Woo enggan.
Presdir Jang menyadari kalau Jung Woo dari dulu tak pernah menyukainya apa itu sebabnya Jung Woo datang ke Presdir Kang Dae Pyung. Ia tak menyangka kalau Jung Woo akan memilih berada di sisi Kakek Kang.
Jung Woo tak menanggapi ucapan Presdir Jang. Ia malah memberikan Presdir Jang peringatan, “Jangan menyentuh perkebunan pir karena itu milik kakaknya. Siapa kau sampai bisa mendepak orang dari tanah yang telah diberikan kakakku?”
Presdir mengatakan alasannya ia mengambil perkebunan pir itu demi mewujudkan impian Hak Soo. “Saat kakakmu masih hidup kami tak bisa berbuat banyak karena kami tak memiliki teknologi apapun. Tapi kalau galangan kapal dibangun disana kita bisa merealisasikan mimpi itu.”
Jung Woo meminta Presdir Jang jangan seenaknya berbicara tentang kakaknya. Suara Jung Woo meninggi, “Kakakku tak akan membunuh pohon-pohon tempat orang menggantungkan hidup hanya demi mewujudkan impiannya!”
Presdir Jang berdiri dan ikut bersuara keras menegaskan kalau ia tak membunuh pohon itu ia menghidupkannya kembali. “Meski mereka memelihara perkebunan pir itu sepanjang hidup mereka, hidup mereka akan tetap sama. Tapi, kalau galangan kapal dibangun disini hidup mereka akan menjadi 100 kali lebih baik. Tidak kah kau tahu itu?”
Jung Woo berkata kalau Presdir Jang tak perlu membuat berbagai alasan yang tidak mendasar. Ia tahu perbuatan jahat yang Presdir Jang lakukan terhadap kakaknya dimasa lalu.
“Kau. Bicara apa kau ini?”
Presdir Jang berpura-pura tak mengerti.
“Kalau kau punya hati tanya pada dirimu sendiri.”
Jung Woo kembali memperingatkan selama ia masih disini Presdir Jang tak akan bisa memiliki satu meter persegi pun tanah dari perkebunan itu. Kalau Presdir Jang ingin membangun galangan kapal bayarlah dengan jumlah yang benar saat membelinya. Jung Woo meninggalkan ruangan Presdir.
Jung Woo masuk ke lift, Hong Chul melihatnya dan merasa heran kenapa Jung Woo ada di sini.
Presdir Jang menyambut senang kedatangan Hong Chul. Hong Chul tak enak hati menemui Presdir Jang di kantor, ia berharap kalau kedatangannya tak mengganggu kesibukan Presdir Jang. Presdir bilang tak apa-apa dan mempersilakan Hong Chul duduk.
Presdir langsung menanyakan maksud kedatangan Hong Chul yang jauh-jauh ke kantornya. Hong Chul bingung tak tahu harus mengatakannya dari mana. Presdir menebak apa ada yang salah dengan Hae Joo. Hong Chul bilang kalau bukan.
Hong Chul mencoba memberanikan diri, “Presdir apa dulu anda pernah kehilangan seorang putri di laut?” Wajah Presdir Jang langsung menunjukan keterkejutannya tapi ia mencoba bersikap santai.
Hong Chul berkata kalau ia mendengar nama anak itu adalah Yoo Jin dan kejadiannya 11 tahun yang lalu.
Presdir Jang berusaha menahan diri dan tetap bersikap tenang. Ia mengatakan kalau ia tak kehilangan seorang putri, dia meninggal. Tapi memangnya kenapa?
Hong Chul menunjukan baju rajutan kuning yang ia bawa. Presdir Jang tambah terkejut melihat baju kuning itu ia tak mengerti kenapa Hong Chul memiliki benda itu. Hong Chul bertanya apa Presdir ingat dengan baju ini, ini adalah baju yang dikenakan bayi pada waktu itu.
Presdir berpura-pura menunjukan wajah bingung ketika mengamati baju itu dan berkata kalau ini pertama kalinya ia melihat baju ini, “Apa hubungannya baju ini dan Yoo Jin?”
Hong Chul tak percaya kalau Presdir tak tahu baju ini, ia meminta Presdir memperhatikan baik-baik karena tak diragukan lagi kalau baju ini milik putri Presdir Jang.
Presdir kembali mencoba mengamati bajunya dan berkata kalau itu bukan baju milik bayi mereka. Hong Chul menebak mungkin karena sudah lama jadi Presdir lupa. Mungkin kalau Presdir Jang menunjukkan baju ini pada istri Presdir dia akan tahu.
Presdir membentak, “Kau ini sedang mencoba berbuat apa? Bayi kami jelas-jelas meninggal. Kami bahkan menemukan jenazah bayi itu. Apa kau tahu betapa sulitnya istriku berusaha melupakan bayi itu? Tapi kenapa kau tiba-tiba datang dan berusaha membuka luka itu? Dimana kau memungut baju ini? Kenapa kau mencoba membuka luka yang sudah membusuk?”
Hong Chul terdiam ia tak mengatakan apa-apa lagi. Ia memberi hormat dan bergegas meninggalkan ruangan Presdir. Tak lupa ia membawa kembali baju rajutan kuningnya. Presdir menatap marah Hong Chul yang baru saja keluar dari ruangannya.
Di luar ruangan Presdir, Hong Chul kebingungan kenapa Presdir mengatakan kalau mereka menemukan jenazah bayi itu. Ia berpapasan dengan sekertaris Presdir yang masuk ruangan membawakan minuman.
Di ruangannya tangan Presdir Jang gemetaran. Ia pun bertanya-tanya kenapa tangannaya gemetaran seperti ini. Sekertarisnya masuk membawakan minuman, Presir memasukan tangannya ke dalam jas agar apa yang terjadi pada tangannya tak terlihat. Presdir menanyakan dimana keberadaan Park Gi Chul.
Park Gi Chul tengah bernegosiasi dengan salah satu pemilik perkebunan. Presdir Jang menemuinya. Presdir menyuruh Gi Chul masuk ke mobilnya. Presdir menghentikan mobilnya di tepi pantai. Keduanya keluar dari mobil dan bicara.
Keduanya bicara di tepi pantai. Gi Chul melaporkan hasil pekerjaan yang menurutnya bagus. Ia sudah meyakinkan pemiliki lahan. Belum sempat Gi Chul menyelesaikan laporannya Presdir memotongnya ucapannya dengan pertanyaan, “Chun Hong Chul orang seperti apa dia?”
Park Gi Chul heran dengan pertanyaan Presdir kenapa tiba-tiba menanyakan Hong Chul. Ia menjelaskan kalau Hong Chul itu seniornya selama wamil dan sekarang seperti yang Presdir Jang tahu kalau dia bekerja sebagai teknisi.
Presdir memberi tahu kalau Hong Chul datang mencarinya. Hong Chul bertanya padanya tentang Yoo Jin. “Dia bertanya apakah aku kehilangan seorang putri?”
Gi Chul terkejut ternyata Hong Chul berani mengatakan itu pada Presdir Jang. Tanpa sengaja ia menjatuhkan tas dan dokumen yang dipegangnya. Tubuhnya gemetaran, ia berusaha memunguti dokumen yang tadi berjatuhan.
“Anak itu, dia masih hidup kan?” Tanya Presdir Jang.
Gi Chul ketakutan dan terbata-bata mengatakan kalau itu tidak benar. Presdir marah dan memukul Gi Chul. “Dia masih hidup kan?” Bentaknya sambil menendang Gi Chul hingga terjebur ke air.
“Aku akan bertanya sekali lagi? dia hidup kan?” Tanya Presdir lagi.
Gi Chul berkata kalau anak itu tidak hidup. Presdir membentak kalau begitu kenapa Hong Chul datang menemuinya dan bertanya tentang Yoo Jin, kenapa hong chul bisa memiliki baju Yoo Jin. “Dia hidup kan?”
Gi Chul meyakinkan kalau hal itu tidak mungkin. Presdir Jang meraih tubuh Gi Chul dan kembali berteriak agar Gi Chul mengatakan yang sebenarnya, ia menarik paksa dan menceburkannya ke air. Ia menenggelamkan kepala Gi Chul. Gi Chul menangis meronta megap-megap kesulitan bernafas.
Presdir Jang mengingatkan, “Bukankah aku pernah berkata jangan coba-coba menglebui aku? Apa kau akan membiarkan anak itu hidup kemudian menghianati aku? Beraninya kau!” Presdir kembali memukul hingga Hong Chul terlempar ke air.
Park Gi Chul berlutut di depan Presdir Jang. Ia meyakinkan kalau anak itu benar-benar sudah meninggal karena ia melihatnya sendiri. Presdir meminta penjelasan kenapa baju itu bisa ada di tangan Hong Chul. Gi Chul menangis diam.
Presdir Jang marah apa Gi Chul tak mau bicara. Gi Chul pun bicara, “Sebenarnya aku tak bisa membunuh anak itu dengan tanganku. Jadi aku mengajak Sersan Chun melakukannya. Orang itu yang membunuh anak itu.”
“Apa kau melihatnya mati?” Tanya Presdir Jang.
“Y ya...” jawab Gi Chul terbata-bata. “Tapi orang itu sepertinya berubah pikiran dan mneymbunyikan baju. Aku benar-benar melupakan soal itu tapi orang memiliki hutang yang banyak dan menggunakan baju itu untuk mengancammu Presdir.
Presdir Jang sepertinya bisa mengerti itu ia sadar betul kalau Park Gi Chul tak cukup jantan untuk membunuh seseorang dan bahkan tak bisa bermimpi untuk mengancamku. Gi Chul membenarkan ia tak akan berani mengancam Presdir Jang, ia memomohon Presdir Jang percaya padanya.
Presdir Jang sepertinya percaya saja ia meminta Gi Chul membawa kembali Hong Chul padanya, “Kalau yang kau katakan benar ayo kita lakukan percakapan langsung. Bawa dia padaku.”
Dengan pakaian basah kuyup Park Gi Chul mengingat perkataan Presdir Jang, “Kalau saja orang itu pergi menemui Geum Hee akibat buruk apa yang akan terjadi. Ini hal yang harus kau pikirkan dengan hati-hati. Kau juga harus memikirkan masa depan anakmu.”
Gi Chul mencengkeram erat tas yang dibawanya. (sepertinya ia cukup marah karena selalu diperlakukan buruk oleh Presdir Jang tapi ia berusaha bertahan sampai saatnya tiba)
Lee Bong Hee mengunjungi kakaknya, Geum Hee. Geum Hee menilai adiknya ini keterlaluan sudah seminggu berada disini tapi baru sekarang datang menamuinya. Bong Hee berkata tanpa dirinya bukankah kakaknya ini sudah hidup dengan baik. Kau punya suami kaya dan anak anak yang manis.
Geum Hee ingin tahu adiknya ini tinggal dimana. Dengan santai Bong Hee mengatakan kalau ia tinggal di rumah seorang pria. Geum Hee kaget sekaligus penasaran, benarkah? pria seperti apa dia? Dimana tinggalnya? Apa pekerjaannya?
Bong Hee : “Aigoo... kakak aku tak akan punya alasan untuk mampir ke sini kalau aku punya seorang pria dalam hidupku. Aku akan sibuk memeluk dan menciumnya daripada datang kesini.”
Geum Hee tahu betul kalau adiknya akan begitu, ia menyarankan adiknya datang ke rumahnya lagi besok. Ia akan mengatur kencan buta untuk adiknya. Tapi Bong Hee bilang tak perlu. “Jaman seperti apa sekarang sampai-sampai masih perlu pergi kencan buta?”
Geum Hee berkata itu karena adiknya tak menjaga diri sendiri. “Kau bukan lagi ayam betina muda. Berapa lama lagi kau mau hidup dengan caramu seperti ini?”
Bong Hee berkata kalau ini dirinya itulah sebabnya ia belum pernah menikah sementara kakaknya sudah dua kali menikah. Ia akan memilih pasangannya sendiri jadi tak perlu memaksanya. Mendengar adiknya berkata begitu Geum Hee menyindir seperti adiknya ini sudah membuat pilihan pasangan yang tepat saja. Ia ingin tahu pasangan seperti apa yang adiknya inginkan.
“Kau tahu, aku ingin seseorang seperti almarhum kakak iparku.” sahut Bong Hee menginginkan pasangan hidup seperti Hak Soo.
Geum Hee langsung terdiam. Bong Hee bertanya apa anak-anak bersikap baik karena sudah lama ia tak melihat mereka.
Bong Hee melihat keadaan rumah kakaknya, ia menilai kalau rumah ini bagus bagaimana kakaknya bisa hidup seperti ini. Geum Hee masih terdiam adiknya membahas almarhum suaminya yang telah tiada.
Jam sekolah usai Chang Hee menuntun sepedanya bersiap pulang. Tiba-tiba San merangkul membuat Chang Hee terkejut. San menanyakan apa Chang Hee akan pergi tanpa dirinya. Chang Hee balik bertanya dari mana saja San kenapa ia tak melihat San di kelas. San bilang kalau ia bosan jadi ia tertidur di taman.
Chang Hee mengingatkan kalau San membolos jam pelajaran... Belum sempat Chang Hee meneruskan kata-katanya tiba-tiba Hae Joo datang dan bertanya apa yang keduanya lakukan.
Seperti biasa San masih menyebut Hae Joo dengan sebutan tukang las. Ia bertanya apa Hae Joo sedang menunggunya. Dengan sikap jutek Hae Joo membenarkan darimana San tahu.
“Benarkah?” San tak percaya Hae Joo menunggunya.
Hae Joo pamit pada Chang Hee karena ia harus bicara dengan si pembohong ini. Chang Hee mengangguk mengerti. Hae Joo langsung menarik tangan San. San tersenyum melambaikan tangan pada Chang Hee. Chang Hee pun tersenyum membalas lambaiannya.
Hae Joo terus menarik tangan San. San merasa heran kenapa tiba-tiba Hae Joo mencarinya lebih dulu. Hae Joo sebal ia meminta San menunjukkan jalannya. San bingung kemana. Hae Joo mengatakan kalau ia harus pergi ke galangan kapal. San kembali bertanya kenapa ke galangan kapal.
Hae Joo balik bertanya kenapa sebelumnya San tak mengatakan padanya kalau San ini cucu dari Presdir pemiliki galangan kapal. San jadi serba salah menjelaskan kalau sebenarnya ia tak mencoba menyembunyikan apapan.
San tersenyum senang, “Kenapa? Apa dimatamu aku terlihat berbeda?”
Plok... Hae Joo menabok membuat San meringis kesakitan. Ia heran gadis seperti apa Hae Joo kenapa memukul sekuat ini. Hae Joo kesal kalau saja San mengatakan padanya lebih awal ia tak perlu melihatnya dari jauh (melihat galangan kapal dari jauh)
San masih belum mengerti apa yang Hae Joo bicarakan. Hae Joo tak mau tahu pokoknya San harus cepat memimpin jalan menuju galangan kapal.
Keduanya sampai di galangan kapal. Hae Joo melihat lihat kapal besar ia terkagum-kagum melihatnya.
San memanggilnya, “Hei tukang las apa kau mau berdiri terus disana dengan mulut menganga seperti burung jalak?”
Hae Joo tertawa, baik ayo pergi.
Hae Joo menanyakan apa ia bisa naik sampai ke atas sana kata Hae Joo sambil menunjuk ke atas kapal. San menilai kalau Hae Joo ini bicara omong kosong bagaimana bisa Hae Joo ke atas sana. Hae Joo melihat sekeliling dan disana ada tangga menuju ke atas kapal. San membolehkan kalau Hae Joo memang ingin pergi ke atas silakan saja.
Hae Joo heran apa San tidak mau ikut. San memberi tahu kalau ia sudah sering melihatnya dan ia bisa pergi ke atas sana setiap saat. Hae Joo melirik curiga, “Apa mungkin kau takut ketinggian?”
San menyangkal berusaha menutupi, “Kau ini melihatku seperti apa?”
Keduanya pun naik melalui tangga menuju bagian atas kapal. Hae Joo lari jingkat-jingkat kegirangan sementara San berjalan sangat pelan berpegangan pada pagar pembatas takut hihi.... Ia seperti kesulitan melangkah hehehe tampangnya lucu nih.
Hae Joo senang bisa melihat pemandangan seluruh galangan kapal dari atas sana. San berdiri menjauh tak berani ke tepi kapal ia menelan ludah ketakutannya. Hehe.
Hae Joo memberi tanda agar San mendekat. Dengan tampang ketakutannya San menggelang tak berani. San berusaha mengatur nafasnya berusaha bersikap tenang tak gugup ketika berada di ketinggian.
Dengan sikap isengnya Hae Joo manarik San untuk berdiri di tepi kapal melihat seluruh pemandangan. “Bisakah kau melihat semuanya?” tanya Hae Joo. San berkata kalau ia sudah melihat semuanya jadi apa gunanya melihat lagi.
Hae Joo : “Setelah kupikir-pikir kau itu takut api dan ketinggian. Pria seperti apa itu?”
San menatap cemas. Tapi Hae Joo malah kegirangan berada di atas sana. Ia lari kesana kemari. San dengan wajah cemas mengingatkan jangan lari-lari.
Hae Joo ingin tahu kapal apa ini. San berkata kalau ini Bulk Carriers (kapal kargo). Ia bertanya apa Hae Joo tahu fungsi dari kapal kargo. Apa kapal pengangkut barang tebak Hae Joo.
San menjelaskan kalau Bulk Carriers dikategorikan dari ukuran kalau yang ini disebut kapal kargo ini beratnya lebuh dari 80rb DWT (dead weight tonnage-satuan ukuran dalam perkapalan) ini termasuk kapal terbesar yang bisa memasuki dermaga di teluk Richards Afrika Selatan.
Hae Joo berkata kalau San ternyata sedikit mengerti tentang kapal tapi ia menebak kalau tubuh San tak bisa diajak bekerja sama. San kesal Hae Joo selalu menyindirnya, ia sewot apa Hae Joo tak mau melihat-lihat lagi. Hae Joo menilai kalau San ini kemayu kayak cewek haha.
San ingin membuat perjanjian dengan Hae Joo. Ia akan menunjukan semua hal tentang pembuatan kapal dan sebagai gantinya Hae Joo harus mengajarkan padanya tentang cara mengelas yang benar. Hae Joo tak masalah tapi ia tahu kalau San ini pembohong jadi ia meragukannya.
San meyakinkan bukankah Hae Joo sudah tahu siapa dirinya, “Aku adalah pewaris galangan kapal ini. Semua ini milikku.” Jadi Hae Joo tak usah takut ia tak akan berbohong. Hae Joo setuju. San tentu saja senang ia ingin pengelasannya dimulai sekarang juga. Tapi Hae Joo tak bisa sekarang ia harus pulang dan memasak untuk keluarganya.
San heran kenapa Hae Joo memasak bukankah itu bisa dilakukan oleh rice cooker. Hae Joo pamit ia harus segera pulang. Hae Joo lari-lari, San berusaha mengimbangi lari Hae Joo tapi ia ketakutan lari-lari di tempat tinggi seperti itu. Ia berhenti dan tersenyum menatap Hae Joo yang lari menjauh.
Hae Joo sampai di jalan depan rumahnya. Sampai disana ia terkejut melihat rentenir yang kemarin berdiri di depan rumahnya, ia pun sembunyi. Tanpa pikir panjang lagi Hae Joo segera kabur dari sana tapi sialnya si bos rentenir melihatnya lari. Mereka mengikuti Hae Joo.
Park Gi Chul dan Hong Chul bicara berdua di tepi tebing. Hong Chul menanyakan untuk apa keduanya sampai jauh-jauh datang kesini. Gi Chul berkata kalau ia mendengar Hong Chul menemui Presdir Jang. Hong Chul membenarkan.
Park Gi Chul mengingatkan bukankah ia sudah memohon kenapa Hong Chul masih pergi kesana. Hong Chul minta maaf, ia menebak sepertinya Hae Joo bukan putri PresdirJjang, “Kalau begitu siapa orang tua Hae Joo?”
Gi Chul diam saja. Hong Chul mengerti Gi Chul tak perlu mengatakannya. Ia merasa kalau ia tak perlu tahu. Ia memandang lautan jauh berjalan mendekati tepi tebing.
Hong Chul berkata kalau ia hanya menghayal sesaat ia tak perlu tahu apapun tentang orang tua kandung Hae Joo. “Tak peduli apapun yang dikatakan orang Hae Joo adalah putriku? Di kapal yang melaju cepat kami berdua sampai aku mati aku akan hidup bahagia bersamanya.”
Park Gi Chul mendekati Hong Chul perlahan. Muncul niat jahatnya untuk melenyapkan Hong Chul. Dengan tangan gemetaran ia akan mendorong Hong Chul dari atas tebing. Hong Chul tak menyadarinya.
“Paman....!” panggil Hae Joo yang tiba-tiba datang. Gi Chul berbalik dan terkejut melihat Hae Joo ada disana. Hong Chul ikut menoleh.
Hae Joo memandang kaget ia tak mengerti apa yang akan dilakukan Park Gi Chul terhadap ayahnya.
Makasih mba anis..dtunggu sinopsis episode selnjutny,
ReplyDeletesemangat mba aniiiis \^^/
lanjutin ya mba ditunggu.....
ReplyDeleteayoooo mba anis lanjutkan, ga sabar nunggu episode 9 ketika sudah pd dewasa hihihi
ReplyDeletesama saya juga ga sabar jadi pengen loncat ke episode 9 hahaha...
Deleteg sabar liat mereka dewasa....^^
ReplyDeletetapi familiar bgt deh liat chang hee remaja.....
dy tuh yg jd baek eun jo "playfull kiss" bkn y?
he26x....mirip soalnya
klo dewasanya yg maen joo won pasti mirip bgts....
ngarep.com
baek eun jo hmmm bukan kok...ini namanya park gun tae
Delete@ anonim :yg jadi chang hee remaja bukan yg jadi baek eun jo (kl dia choi wong hong) kl park gun tae yang main di king 2 heart yang jadi jae kang pas msh kecil^^
Deletemb anis: brsn ikutin sinopis nya lam kenal mb anis...mba may queen jd nya 38 ep ya..udh smp brp skr^^