Di sebuah kamar rumah sakit, Guru Ma masih terbaring tak sadarkan diri. Guru Goo dan Guru Yang berada di ruangan itu menemani Guru Ma.
Dokter yang merawat Guru Ma masuk ke ruangan. Ia bertanya apa kondisi pasien masih sama. Guru Yang membenarkan ia ingin tahu kira-kira kapan Guru Ma akan sadar. Guru Goo yang juga khawatir ikut bertanya apa sakitnya Guru Ma parah. Dokter bilang tidak, Guru Ma sekarang hanya tertidur karena pengaruh bius. Dia di diagnosa terkena anemia. Tapi tes livernya masih tinggi. “Anda bilang pasien seorang guru, apa dia banyak minum alkohol?” Guru Yang menjawab tidak, yang ia tahu Guru Ma tidak pernah minum alkohol.
Dokter menebak kalau begitu Guru Ma sudah bekerja terlalu keras, “Dia kurang tidur dan nutrisinya kurang seimbang. Artinya tingkat stres-nya sangat serius. Kurasa dia harus dirawat minimal selama seminggu, beristirahat dan melakukan beberapa tes. Kalau stres-nya berlanjut, hal buruk mungkin akan terjadi.”
Guru Goo dan Guru Yang keluar dari ruang rawat Guru Ma. Guru Goo tak menyangka kalau Guru Ma ini seseorang yang penuh kejutan. Guru Yang masih bersyukur Guru Ma tidak terkena serangan stroke, ia sedikit lega. Guru Goo menilai Guru Ma itu orang yang keras kepala, bagaimana bisa dia membiarkan tubuhnya seperti itu.
Guru Yang : “Dia harus beristirahat dari rutinitas sekolah kan?”
Guru Goo : “Itu yang dikatakan dokter, kalau dia tidak istirahat dia bisa-bisa tambah sakit. Kita harus menghubungi keluarganya.”
Guru Yang berkata kalau ia sudah menanyakan itu pada Guru Jung. Ia akan menghubungi Guru Jung kembali untuk menanyakan perihal keluarga Guru Ma.
Guru Jung berada di ruang guru menerima telepon dari Guru Yang. Ia tengah membuka file biodata Guru Ma untuk mencari tahu kontak informasi keluarga Guru Ma. Ia menyampaikan pada Guru Yang bahwa dalam catatan diri guru, Guru Ma tak punya kontak keluarga yang ada hanya alamatnya saja. Ia menyudahi teleponnya.
Guru Jung terus berusaha mencari data tentang Guru Ma di meja kerja Guru Ma. Ia akan membuka laci meja tapii laci meja Guru Ma terkunci.
Guru Jung melihat disana ada daftar nama dan nomor telepon, “Dia menulis semua info penting tentang siswa bahkan nomor tetangganya, tapi dia sendiri tak ada kontak info satu pun.”
Guru Jung membuka map dokumen milik Guru Ma. Ia terkejut begitu membaca dokumen itu. “Kenapa dia memiliki ini?” ucapnya heran.
Berdasarkan informasi yang didapat Guru Jung, Guru Yang dan Guru Goo mendatangi rumah kontrakan Guru Ma. Rumah kontrakan susun yang sederhana. Guru Goo bertanya pada pemilik kontrakan berapa kepala keluarga yang tinggal disini. Pemilik kontrakan menjawab ada sekitar 18 kepala keluarga.
Pemilik kontrakan giliran bertanya apa Guru Ma sakit parah. Guru Yang menjawab kalau Guru Ma hanya kelelahan karena terlalu banyak bekerja. Pemilik kontrakan sudah menduganya, “Aku tidak pernah melihat lampunya mati setiap malam. Sepulang dari sekolah aku tak tahu apa yang dilakukannya setiap malam.” Pemilik kontrakan membukakan pintu rumah Guru Ma.
Guru Yang dan Guru Goo masuk ke rumah, suasana rumah itu gelap. Guru Goo menyalakan lampu dan keduanya tercengang melihat suasana tempat tinggal Guru Ma. Sedangkan si pemilik rumah, Guru Ma, dia masih belum sadarkan diri.
Keesokan harinya di rumah Ha Na. Ibu menyiapkan sarapan, ia menyiapkan banyak tomat yang Ha Yoon sukai dan menyingkirkan wortelnya. Jadi ia harap putrinya makan itu dan jangan membeli makanan di sekolah. Ha Yoon yang kesal menolak makan makanan seperti itu lagi.
Ibu bertanya pada ayah apa hari ini akan pulang terlambat lagi. Ayah bilang tidak akan terlalu terlambat.
Ha Yoon bertanya pada adiknya, “Aku dengar dewan pendidikan menyelidikinya, apa gurumu akhirnya dipecat?” Ha Na menunduk tak tahu pasti. Mendengar hal itu ibu ingin berkumbul dengan ibu-ibu lain untuk mendiskusikannya.
Ha Na : “Oh iya Bu, sebelumnya ibu bertanya padaku bagaimaan perasaanku pada Guru kelasku. Aku punya kesimpulan, apa yang ibu guru lakukan pada kami aku tak tahu itu buruk atau baik bagi kami, tapi ada satu hal yang pasti, kalau bu guru selalu mengajar kami dengan sungguh-sungguh.
Tidak ada pertanyaan yang tidak dia jawab. Kalau kami berbuat salah, dia tegas lebih dari siapapun. Tapi saat kami melakukan sesuatu bersama, dia selalu mengabulkan. Jadi, aku ingin belajar banyak dari Guru Ma.”
Ha Yoon heran, “Kau... apa kau akhirnya menyukai gurumu itu?”
Ayah tersenyum bangga, “Putri bungsuku telah dewasa.” Ia pun mendukung keputusan Ha Na.
Ibu ingin tahu apa anak-anak lain juga berfikir sama seperti Ha Na. Ha Na berkata kalau ia dan teman-temannya mengalami waktu yang sulit karena Guru Ma. Tapi mereka semua ingin belajar dari Guru Ma. Ibu mengerti, ia pun akan berusaha menjelaskan pada ibu-ibu lainnya.
Ha Na sampai di kelas. Ia tersenyum menyapa teman-temannya. Mereka serempak membalas sapaan Ha Na dengan gembira.
Ha Na merasa pagi ini terasa sangat baik. Dong Goo berharap semoga suasana ceria pagi ini jangan sampai berubah karena nenek sihir itu.
Ha Na heran melihat Bo Mi yang menunduk tegang. Seo Hyun tersenyum memberi tahu kalau minggu ini giliran Bo Mi yang menjadi ketua kelas.
Bo Mi terlihat gugup dan cemas, “Aku bertanya-tanya, apa aku bisa mengemukakan pendapat dengan jelas seperti Seo Hyun di depan Guru Ma?” Dong Goo bilang ada kok caranya. Bo Mi antusias ingin tahu apa itu.
Dong Goo : “Pandangi dia seperti kau memandang Oh Dong Goo maka kau akan bisa memakannya hidup-hidup.” (wakakakaka)
Mereka tertawa. Bo Mi kesal dan menabok Dong Goo. Haha.
Alarm ponsel Seok Hwan bunyi, “10 detik sebelum Guru Ma datang!” teriak Seok Hwan memberi pengumuman. Anak-anak pun bergegas duduk rapi.
Teng nong neng nong, bel masuk pun bunyi. Tapi anak-anak heran karena Guru Ma belum juga masuk ke kelas. Mereka saling berpandangan heran. Waktu menunjukan pukul 9 lebih tapi Guru Ma tak juga masuk kelas. Anak-anak jelas heran karena tak seperti biasanya guru mereka terlambat.
Ada guru yang masuk ke kelas 6-3 tapi itu bukan Guru Ma melainkan wakil kepala sekolah. Anak-anak terkejut campur heran. Apalagi wakasek masuk ke kelas sambil menerima telepon dan bawa tongkat kecil.
Usai menelepon wakasek memberi tahu anak-anak kalau Guru Ma tidak bisa hadir karena mengalami gangguan kesehatan. Ia akan menjadi guru sementara di kelas 6-3.
Wakasek melihat jadwal pelajaran yang tertempel di dinding, pelajaran tentang Rakyat Korea. “Rakyar Korea, berapa banyak yang kalian ketahui?”
Bit Na menyampaikan kalau mereka bukan sampai pada bab itu tapi sudah lebih. Wakasek heran cepat sekali hahaha.
Seo Hyun berdiri ingin bertanya, “Pak wakasek, ada apa dengan kesehatan guru kelas kami?” Wakasek berkata kalau itu bukan penyakit yang serius jadi anak-anak tak perlu khawatir.
Dong Goo juga ikut bertanya, “Kalau begitu apa Bu guru akan kembali setelah satu atau dua hari beristirahat?” Wakasek tak menjawab pertanyaan Dong Goo, ia menyuruh anak-anak berhenti menanyakan hal yang tak ada gunanya. Karena hari ini tanggal 17 maka ia menyuruh siswa dengan nomor absen 17 membacakan teks di buku bacaan.
Di rumah sakit, Guru Ma perlahan membuka matanya. Guru Goo terkejut campur senang melihat Guru Ma sudah sadar. Guru Ma berusaha bangun, “Aku harus mengajar anak-anak.” ucap Guru Ma dengan nada lemas. Guru Goo tak mengizinkan Guru Ma bangun, “Sekarang tak boleh. Masih ada tes kesehatan yang harus dilakukan. Anda juga harus istirahat.”
Guru Goo menyampaikan kalau untuk sementara wakil kepala sekolah yang mengajar di kelas 6-3 sedangkan kelasnya untuk hari ini ia titipkan ke guru lain. Ia harus mengatakan sesuatu pada Guru Ma jadi ia tetap menunggu sampai Guru Ma bangun.
Guru Goo : “Karena kami tak bisa menemukan informasi tentang keluarga anda meskipun itu bukan hal yang tepat untuk dilakukan tadi malam bersama Guru Yang aku pergi ke tempat tinggalmu.”
Flashback
Ketika Guru Goo menyalakan lampu rumah Guru Ma, ia dan Guru Yang terkejut melihat suasana di rumah itu. Tempat tinggal yang penuh dengan buku-buku di tiap rak. Buku-buku itu tersusun rapi di tempatnya.
Guru Yang menemukan ada benda rampasan dari siswa. Guru Ma menuliskan nama pemilik benda itu dan kapan waktu ia merampasnya pada siswa. Salah satunya kartu milik Park Kyung Hyun. Ia menyimpannya rapi dibungkus dengan plastik.
Flashback end
Guru Goo : “Meskipun kami sudah menduganya tapi kami masih saja terkejut. Meskipun di rumah, yang kau pikirkan hanya anak-anak. Dokter bilang, kau tidak tidur nyenyak selama berbulan-bulan, dokter bilang kau kelelahan. Dari luar kau terlihat kuat dari siapapun. Namun di dalam, kau selalu khawatir kalau anak-anak akan terluka karena dirimu dan kau sangat memperhatikan mereka, aku merasakan itu. Aku merasa tak nyaman saat melihatmu. Aku hanya ingin menuntaskan pekerjaan tapi kau selalu fokus pada anak-anak, lebih dan lebih lagi. Meskipun kau guru yang lebih muda dariku, kurasa kau lebih pantas menjadi guru dibandikan aku. Jadi kalau kau tak mau meninggalkan kelas, melunaklah!”
Guru Ma : “Aku tak pernah merasa pantas menjadi guru. Aku tak mau tahu seperti apa guru yang pantas itu.”
Ha Na membaca buku cerita di kamarnya. Disana juga ada Bo Mi yang tengah menggambar. Ha Na tak konsentrasi membaca, “Aku tak bisa membayangkannya kalau Guru Ma benar-benar berada di rumah sakit dan terbaring.”
Bo Mi : “Itu karena dia sebenarnya bukanlah nenek sihir. Kurasa di rumah Guru Ma, dia menyimpan bola kristal dan melihat semuanya.”
Ha Na menyudahi membaca buku ia bertanya pada Bo Mi, “Kalau kau punya kekuatan super, kekuatan apa yang akan kau pilih?”
“Kurasa menjadi tak terlihat.” ucap Bo Mi memilih kekuatan super yang ia inginkan.
Ha Na : “Kalau aku, aku ingin melihat masa depan. Aku masih belum punya impian. Kalau aku melihat diriku dimasa depan dan kembali akankah aku tahu mimpiku?”
Bo Mi mengangguk tersenyum.
Ibu mengetuk pintu kamar Ha Na, ia masuk membawakan buah-buahan. Ia terkagum-kagum melihat gambar yang dibuat Bo Mi. Ibu bertanya gambar apa ini, ibu menunjukan gambar seorang guru yang memeluk siswa-siswanya. Bo Mi mengatakan kalau itu sketsa proyek kelulusan kelasnya. Ibu memuji itu sangat keren ia pun jadi ingin minta tanda tangan Bo Mi. Ia yakin kalau Bo Mi pasti akan menjadi kartunis terkenal.
Ha Na yang makan buah bertanya pada ibunya, “Apa cita-cita ibu ketika masih kelas enam?” Ibu mengingat-ingat tapi tetap saja tak ingat karena sudah lama sekali. “Kalau begitu ibu tak bisa mewujudkan mimpi ibu.” sahut Ha Na.
Ibu terdiam terkejut. Ha Na tak enak sudah mengatakan itu. Ia kemudian berkata bahwa tidak setiap orang bisa mewujudkan mimpi mereka. Ibu tersenyum miris membenarkan.
Di kamar, ibu bertanya pada ayah apa mimpi ayah. Ayah menjawab menghasilkan uang yang banyak. Ibu meralat bukan mimpi sekarang tapi impian ketika ayah masih muda dulu. Ayah heran memangnya ada yang salah.
Ibu : “Aku bertanya-tanya, apa aku harus bekerja lagi?”
Ayah : “Anak muda mengeluh karena sulit mencari kerja. Siapa yang akan mempekerjakan ahjumma sepertimu?”
Ibu kesal, “Itu sebabnya aku harus melakukannya sebelum terlambat. Bukankah sia-sia bagiku hanya menggantungkan hidupku padamu? Aku bahkan tak tahu apa kau juga hidup hanya untuk memperhatikanku.”
Ayah tak mengerti, ada apa dengan Ibu, bukankah itu semua masa lalu dan juga bukankah keduanya sudah menyelesaikan kesalahpahaman itu. Ibu berkata tapi ia tak mau hidup hanya memikirkan apa yang suaminya lakukan saat berbisnis.
Ayah menyemangati, “Cobalah lakukan. Tapi kalau kau ingin menggunakan keahlianmu, kau harus pergi ke perusahaan make up. Tapi ini tidak akan mudah karena tren-nya sudah banyak berubah.”
“Siapa yang tahu, aku harus mengambil tantangan dengan keberanian seperti putri kecil kita.” ucap ibu sambil menggenggam produk make up yang ada di tangannya.
Malam hari ketika ayah sudah terlelap, ibu masih tetap terjaga mengisi formulir kerja.
Di bar Nyonya Oh, Dong Goo terlihat murung. Nyonya Oh yang heran bertanya kenapa Dong Goo hari ini terlihat seperti orang yang depresi.
“Dia tidak masuk sekolah karena sakit.” ucap Dong Goo tak semangat. Nyonya Oh tanya siapa. Dong Goo menjawab Guru Ma. Nyonya Oh kaget, “Apa dia tidak enak badan?” Dong Goo bilang kalau sakitnya guru Ma tidak parah, jadi dia akan segera kembali.
Ada seorang tamu wanita yang datang ke bar Nyonya Oh. “Ji Sun Noona!” Dong Goo mengenali wanita itu. Ji Sun berkata kalau ia sudah menemukan panti asuhan bagus untuk Dong Goo. Dong Goo dan Nyonya Oh saling berpandangan.
Ji Sun mengangguk. Dong Goo pun tak mempermasalahkan dimana panti asuhannya. Selama ia tidak pindah sekolah itu tidak apa-apa. Ia akan ikut mengurus anak-anak yang masih kecil, lagi pula ia punya banyak teman di sekolah.
Ji Sun berkata kalau ini panti asuhan yang masih baru jadi Dong Goo tidak bisa tinggal lama disana, Dong Goo tetap harus pindah setelah masuk SMP. Dong Goo menunduk sedih.
Ji Sun mengangguk memandang Nyonya Oh, ia memberi tanda akan mengatakannya pada Dong Goo. “Tapi Dong Goo, Ibumu bilang dia ingin tinggal denganmu. Apa kau ingin tinggal dengan ibumu, dan tidak pergi ke panti asuhan itu?”
Dong Goo terdiam terkejut, tapi kemudian ia tertawa. “Ibuku? Rosa?” Dong Goo menilai itu tak mungkin, ibunya tak mungkin ingin tinggal dengannya.
Ji Sun : “Dong Goo, karena kau akan masuk SMP tahun depan dalam mengambil keputusan pendapatmulah yang terpenting. Pikirkanlah baik-baik!”
Keesokan harinya di sekolah. Wakasek menghadap ibu kepsek. Ia mengatakan meskipun ia menggantikan Guru Ma tapi karena masih banyak waktu di semester 2 bukankah mereka harus cepat-cepat mencari guru baru untuk pengganti Guru Ma.
Ibu kepsek terkejut, “Bukankah Guru Ma di rumah sakit hanya karena kelelahan?”
Wakasek berkata bukankah sudah jelas keputusan dari departemen pendidikan. Ibu kepsek menyindir wakasek ini ternyata punya bakat yang luar biasa bisa melihat masa depan. (belum ada keputusan apakah Guru Ma diberhentikan atau belum)
Wakasek : “Demi sekolah, aku akan memberikan satu nasehat untuk anda, untuk menghindarkan malu karena pendisiplinan oleh dewan pendidikan dan untuk menghindarkan anda menerima peringatan di tahun terakhir, kurasa memindahkan guru Ma juga merupakan hal yang harus anda pertimbangkan.”
Ibu kepsek : “Kurasa seorang pendidik tidak harus berpikir begitu.”
Wakasek mengingatkan kalau orang tua juga akan ikut campur terhadap masalah ini. Ibu kepsek tak peduli, biarkan Tuhan yang memutuskannya. “Kalau kau dan aku punya rasa tanggung jawab kita seharusnya tidak menghindarinya.”
Wakasek pun tak memaksa lagi. Setelah menerima dokumen yang ditandatangani kepsek, ia pun mohon diri.
Ibu mendatangi perusahaan kosmetik Re:NK (nama merk kosmetik yang ada di perusahannya Cha Dong Joo hahaha. Gambaran kantor-nya pun sama hahaha) Ibu menyerahkan berkas formulir yang semalam ia isi.
Ibu-ibu berkumpul di sebuah restouran. Ibu Na Ri menyerahkan berkas pada ibu-ibu lain untuk ditanda tangani. Ia mengatakan kalau pengacaranya sudah melayangkan masalah ini jadi isinya sudah pasti tepat. Ia menyuruh ibu-ibu untuk menuliskan nama dan alamat masing-masing.
Ibu Ha Na : “Dia guru kelas anak-anak kita, apa kita harus mengajukan tuntutan?”
Ibu Na Ri merasa kalau sebagai ibu ia tak bisa hanya melihat saja. Dari yang ia ketahui departeman pendidikan juga menyimpulkan kalau Guru Ma tidak mampu menjadi guru.
Ibu Hwa Jung : “Kalau departemen pendidikan sudah memutuskan begitu kita tidak perlu mengajukan tuntutan lagi.”
Ibu Na Ri berkata lebih baik disiapkan, “Kalau kita duduk dan melihat saja, anak-anak kita mungkin lulus, lalu apa gunanya?”
“Tapi dibandingkan bagi sekolah atau bagi kita para ibu, bukankah masalah ini lebih penting bagi anak-anak? Bukankah ini tentang mereka?”
Ibu Ha Na juga mengerti maksud ibu Na Ri tapi ia harap ibu-ibu ini memikirkan anak-anak yang sudah banyak berubah sejak tahun terakhir. Jujur ia sendiri kaget dengan perubahan Ha Na. Tidakkah ibu-ibu ini juga merasakan hal yang sama, bukankah kita sudah melihatnya ketika kelas bersama orang tua.
Ibu In Bo bertanya-tanya apa Ha Na menyukai guru kelasnya. Ibu Ha Na menjawab tidak pasti tapi Ha Na mengatakan padanya bahwa putrinya ingin belajar dari Guru Ma sampai lulus. Ha Na juga bilang kalau anak lain juga merasakan hal yang sama. Jadi ia harap lebih baik bicarakan dulu dengan anak-anak sebelum menandatangani berkas ini.
Ibu Na Ri menatap tak suka idenya ini ditentang. Ia pun menegaskan kalau anak-anak itu masih muda, untuk masalah ini orang dewasa-lah yang harus memutuskan. Ibu Sun Young setuju pendapat Ibu Na Ri.
Ibu Ha Na tak mempermasalahkan perbedaan-pendapat seperti ini karena setiap orang memiliki keputusannya sendiri. Tapi kalau dirinya ia ingin mengikuti pilihan putrinya. Ibu Na Ri menatap jengkel.
Di halaman sekolah, siswa kelas 6-3 bergantian melakukan pose untuk foto album kenangan mereka. Ha Na bertugas memotret mereka satu persatu. Huwaaa seru banget.
Foto yang sudah jadi mereka serahkan pada Bo Mi untuk di konsep karena Bo Mi disini berperan sebagai pembuat sketsa proyek kelulusan. Teman-temannya pun banyak yang menginginkan ini itu untuk sketsa penampilan mereka.
Sun Young ingin dibuatkan gambar sketsa dengan kaki yang lebih panjang dan hidung yang mancung hahaha. Bit Na ingin behel di giginya dihilangkan tapi Bo Mi melarang karena ini merupakan ciri khas Bit Na. Yeon Hoo ingin ia dengan konsep pemain sepak bola.
Seo Hyun, Do Jin dan In Bo bertugas mendata barang-barang yang mereka butuhkan untuk membuat proyek kelulusan. Ketiganya juga mengecek daftar harga barang-barang tersebut, mulai dari harga cat hingga harga kuasnya. Mereka pun akan membelinya dengan cara patungan. Hehe.
Bo Mi menyampaikan pada teman-temannya konsep apa yang mereka inginkan. Ia mengumumkan kalau In Bo menginginkan sketsa dengan konsep ilmuwan dan untuk anak perempuan kebanyakan menginginkan konsep idol.
Disela-sela diskusi mereka, ibu kepsek datang menanyakan apa yang dilakukan anak-anak. Bo Mi mengatakan kalau mereka sedang menyiapkan proyek kelulusan. Ha Na menambahkan kalau mereka memulainya lebih awal supaya Guru Ma senang. Ibu kepsek menilai kalau proyeknya pasti menyenangkan karena ia melihat anak-anak tampak bahagia melakukannya. Ia yakin kalau Guru Ma juga akan menyukainya.
Ha Na kemudian bertanya kapan guru kelasnya akan kembali. Belum sempat ibu kepsek menjawab Kyung Hyun juga bertanya, Guru Ma tidak sakit parah kan. Ibu kepsek berkata kalau Guru Ma hanya membutuhkan istirahat.
Na Ri meminta izin ia dan teman-temannya menjenguk Guru Ma ke rumah sakit. Ya semuanya ingin menjenguk Guru Ma. Ibu kepsek mengerti anak-anak ini ingin menjenguk Guru Ma tapi kalau semuanya pergi bukankah itu hanya akan mengganggu istirahatnya Guru Ma. Sebaliknya kalau anak-anak ini tetap bersikap baik di sekolah mungkin Guru Ma akan kembali ke sekolah dengan cepat. Ia pun mempersilakan anak-anak melanjutkan apa yang mereka kerjakan.
Ibu kepsek menjenguk Guru Ma di rumah sakit. Ia menasehati kalau seorang guru itu harus memperhatikan kesehatan tubuhnya supaya bisa terus mengajar. Ia berharap Guru Ma membuat surat pernyataan untuknya, tapi itu pun kalau memang Guru Ma akan berubah. Kalau Guru Ma bersedia melakukan itu ia sendiri yang akan bicara ke dewan pendidikan dan meminta maaf untuk Guru Ma. Tapi Guru Ma tetap pada pendirian cara mengajarnya. Ia harap ibu kepsek juga tetap memegang teguh janji itu.
Ibu kepsek pun mengerti dalam situasi apapun ia tak akan melindungi atau membela Guru Ma. Ia mengingat itu dan ia akan menjaga janji itu. “Tapi aku tidak sedang melindungi ataupun membelamu. Anak-anak sedang menunggumu. Demi anak-anak yang menunggumu, sebagai kepala sekolah aku melakukan tugasku. Fokus saja pada kepulihan kesehatanmu. Jangan pikirkan apapun kecuali anak-anak. Tak peduli caranya mengajar, guru yang tidak berdiri di depan kelas bukanlah seorang guru. Sebagai kepala sekolah, aku mohon padamu cepatlah kembali mengajar ke kelas!”
Anak-anak pun berbelanja kebutuhan proyek kelulusan mereka. Cat air, kuas, kertas, dll.
Yang asyik nih.
Dong Goo, Jung Soo n Do Jin milih kayu. Kayunya dipake buat perang-perangan dan dengan isengnya si Do Jin ngegetok kepala Jung Soo pake kayu. (pelan kok ngegetoknya) hehe.
Han Gook dan Seo Hyun yang lagi milih-milih bahan lain cuma cengingisan geleng-geleng kepala. Ah ya ampun nih persahabatan anak-anak sweetu banget.
Setelah semua barang kebutuhan dibeli mereka kembali ke kelas untuk bekerja sama membuat proyek kelulusan mereka.
Huwaaaa tawa riang terlihat di wajah mereka.
Tak ada yang nganggur semuanya bekerja. Tak ada raut wajah lelah, semuanya gembira dan menikmati apa yang mereka kerjakan.
Na Ri yang baru kembali dari luar kelas memberi tahu teman-temannya berita yang mengejutkan, “Teman-teman... Guru Ma, dia dilarang mengajar selama setahun. Dia harus meninggalkan sekolah ini!”
Anak-anak terdiam terkejut. Tawa riang yang ada di wajah mereka tadi menghilang dalam sekejap. Yang ada hanya raut wajah sedih.
Guru Ma yang kesehatannya sudah pulih dipanggil menemui dewan pendidikan. Ia menghadap Choi Young Ho. Tn Choi bertanya apa Guru Ma sekarang sudah sehat karena ia mendengar Guru Ma sakit. Guru Ma berkata kalau sekarang ia baik-baik saja.
Tn Choi : “Sebelum membacakan keputusanku aku sudah memberi anda kesempatan untuk membela diri tapi anda menolaknya.”
Guru Ma : “Tidak ada hal yang ingin aku tambahkan. Dengan mengevaluasi KBM di kelas, kurasa anda sudah mempunyai informasi yang dibutuhkan.”
Tn Choi : “Bahkan anak-anak tahu dua hal. Pertama apakah gurunya mampu, kedua apakah gurunya tulus. Anak-anak yang kutemui dan kuwawancarai sudah dewasa seperti yang anda inginkan. Tapi di sekolah cara yang digunakan untuk meraih tujuan anda itu harus sesuai dengan standar pendidik.”
Guru Ma tetap berpegang teguh pada caranya mengajar. Ia tidak punya niat merubahnya. Tn Choi menilai kalau Guru Ma sudah bersikap jahat dan mempengaruhi anak-anak untuk melawan balik seorang guru dan akhirnya Guru Ma mengarahkan mereka untuk mengalahkan Guru Ma. Apa Guru Ma akan mempertahankan cara mengajar yang demikian.
Guru Ma : “Selama realita dimana hidup anak-anak tidak berubah, di kelasku, aku akan terus mengajar dengan cara seperti itu.”
Tn Choi : “Bukankah menurut anda itu bisa sangat berbahaya?”
Guru Ma : “Aku bukannya tidak percaya pada keajaiban tapi kemungkinan yang ada dalam diri setiap anak, aku mempercayainya.”
Guru Ma : “Aku bukannya tidak percaya pada keajaiban tapi kemungkinan yang ada dalam diri setiap anak, aku mempercayainya.”
(Tn Choi disini sudah bersikap bijak, sebenarnya dia tidak ingin Guru Ma mengajar seperti itu karena ditakutkan anak-anak akan melawan dengan cara kasar. Tapi Guru Ma tetap dengan pendiriannya dan memiliki keyakinan bahwa ia percaya kalau anak-anak mampu menjadi lebih baik. Seperti sebuah permainan judi ya. Padahal Guru Ma sendiri tidak tahu sikap apa yang akan diambil anak-anak, tapi ternyata setidaknya dia berhasil membuka mata mereka, padahal dia sendiri sepertinya tidak begitu yakin)
Di ruang guru dimana guru kelas 6 berkumpul, Guru Goo merasa larangan mengajar selama setahun yang dijatuhkan pada Guru Ma ini seperti pengunduran diri. Guru Yang bertanya kenapa, bukankah Guru Ma bisa kembali mengajar setelah setahun.
Guru Jung berkata pada awalnya ia menyangka Guru Ma itu rubah tapi ternyata dia itu beruang, “Bahkan saat hampir dipecat, saat dia masih memiliki waktu untuk berubah, dia tetap pada pendiriannya.”
Guru Jung berkata pada awalnya ia bertanya-tanya dokumen apa ini. “Ini evaluasi siswa kelas 6-3. Kemampuan masing-maisng siswa, kepribadian, keadaan keluarga dan bakat khusus dituliskan dengan jelas. Dia mungkin telah membuatnya setelah tahu akan dipecat. Memikirkan apa yang dia rasakan, itu membuatku marah dan juga sedih.”
Guru Goo membolak-balik tiap lembar catatan tentang siswa yang dibuat Guru Ma. Lengkap bahkan ada catatan kecilnya segala. Guru Goo dan Guru Yang terdiam terharu membaca catatan itu.
akhirnya bisa baca kelanjutan sinopnya.
ReplyDeletemakasih and salam kenal..
>met lebaran :)
nb: kak aq suka bagroundnya blog ini, jadi pengen punya
keren semangat ya mb nulis sinop nya !!! :D :)
ReplyDeleteThnks mb sinopnya, ditunggu kelanjutannya ya :)
ReplyDelete~rahma
kereeennnn
ReplyDeletemaaf baru koment..hehe
abisnya kuota minim ..hehe
Nangis liat guru ma kaya gituu :'( tapi salut ama anak2 kls 6-3 (y) :D
ReplyDeleteTerima kasih buat sinopsisnya mba anis :) lanjutkan ya ..
Mba, download drama nya dimana ya mba? Boleh minta link nya mba? Terimakasih mba..
ReplyDelete