Rokka (Locker) mendatangi
sebuah warung makanan siap saji. Ia membeli dua paket nasi. Tanpa bersuara, ia
berkomunikasi menggunakan kode. Rokka memperhatikan si penjual yang sedang
melayani.
Tak jauh dari sana, Mao menerima
data-data calon orang tua asuh yang baru dari Mizusawa. Mao tanya apa orang-orang
ini sudah ditelusuri secara langsung dan mereka tahu peraturannya. Mizusawa
berkata jangan khawatir. Mou mengingatkan kalau Mizusawa dipecat, ia yang akan
repot karena sumber informasi berharganya akan lenyap.
Mizusawa berkata kalau ia
tidak melakukan ini untuk kepentingan Mao. “Aku hanya ingin tahu mengenai
bagaimana orang tua memilih anaknya sekarang ini. Seharusnya anak pun memiliki
hak untuk memilih orang tuanya.”
Mizusawa : “Anak-anak itu
hanya membutuhkan tempat untuk mereka bisa pulang.”
Mao : “Tempat? Jadi yang
dibutuhkan itu tempat, bukan orang.”
Mizusawa : “Karena
bergantung pada orang itu tidak hanya menciptakan tragedi.”
Mao : “apa? Apa kau juga
pernah melihat pria yang punya pengalaman pahit? Hanya menebak saja.”
“aku tak merasakan
pengalaman pahit itu.” ucap Mizusawa kemudian berlalu dari sana.
Mao masuk ke mobil dan
disana sudah ada Rokka dengan paket nasi yang dibeli tadi. Rokka menyerahkan
satu paket nasi pada Mao. Mao memandang jauh ke depan pada si penjual nasi
paket itu.
Posuto berada di rumah
calon orang tua angkatnya. Ia bersama ibu itu sedang membuat kue. Si ibu
meminta Posuto untuk duduk saja tapi Posuto ingin membantu membuat kue. Ibu senang
Posuto akan membantunya karena bisa membuat makanan bersama seorang anak itu
seperti mimpi untuknya. Posuto tersenyum ia juga seperti itu. Ibu merasa kalau
suaminya akan senang jika tahu Posuto ikut membantu memasak. Posuto tersenyum
lebar.
Sementara itu, Piami, Bombi
dan Maki berada di kamar. Piami bertanya-tanya apa Posuto baik-baik saja. Maki
yang tiduran diam saja memandangi parfum ibunya. Piami berseru kalau rambutnya
bercabang.
Maki.. Maki.. Terdengar
suara seseorang memanggil Maki. Maki yang terkejut campur heran berusaha mengenali
suara siapa itu. Ia berlari ke arah jendela untuk memastikannya.
Seorang wanita melambaikan
tangannya pada Maki. “Ibu….” seru Maki bahagia melihat ibunya datang. Ia pun
segera berlari turun menemui ibunya.
Maki memeluk erat ibunya.
Piami dan Bombi yang melihat dari kamar lantai atas hanya bisa diam iri.
Ternyata ibu Maki benar-benar datang.
Posuto selesai membuat
kue. Ia minta ijin pada calon ibu angkatnya akan ke toilet. Ibu berkata kalau
sebentar lagi rumah ini akan menjadi rumah Posuto juga, bukankah Posuto tahu disebelah
mana toiletnya. Posuto tersenyum mengiyakan.
Posuto terkejut dan
terheran-heran karena di ruangan itu banyak sekali boneka yang memakai pakaian
indah-indah, sama seperti pakaian yang dikenakannya.
Tiba-tiba si ibu angkat
masuk ke ruangan itu, “Kupikir kau pergi toilet.” ucapnya dengan tatapan tajam.
Oh itu.. Posuto berjalan
mundur.
Ibu : “Ini hobi orang itu.
Hadiah boneka dariku juga ada. Tapi akhir-akhir ini dia terlihat kurang senang.
Tapi sekejap saja melihatmu, aku tahu. Inilah yang orang itu inginkan dalam
hidupnya.”
Posuto terdiam terpojok.
Ibu : “Boneka… ahhh
manisnya… orang itu pasti akan senang, aku yakin. Makanya aku menginginkanmu
secepatnya kesini, hari ini. Seperti selingkuhan muda yang tinggal menetap.”
Posuto : “selingkuhan?”
Posuto berusaha melepaskan
diri dengan cara halus, “tapi aku bukan boneka…” ucapnya terbata-bata.
“Tenanglah…” ucap si ibu
sambil mengelus pipi Posuto. “Tapi rambut ini benar-benar seharusnya tak
dipotong seperti ini supaya cocok dengan gaunnya.”
Si ibu mengeluarkan
gunting dan akan memotong rambut Posuto. Posuto meronta tapi rambutnya dijambak
oleh ibu itu. Si ibu menyeringai dan kres… menggunting sedikit rambut Posuto. Posuto
marah, ia menginjak kaki si ibu.
Ibu Maki berkata kalau ia
senang melihat putrinya baik-baik saja. Ia minta maaf karena sudah membuat Maki
khawatir. Maki membenarkan ia benar-benar khawatir. Ia meminta ibunya menunggu
sebentar karena ia harus mengambil kopernya dulu. Ibu berseru tak usah mengambil
koper. Maki menatap heran.
Posuto berusaha lari dengan
menuruni tangga tapi ia terpeleset dan jatuh. Si ibu ikut turun menyusul Posuto
sambil tetap membawa gunting, “apa yang tidak kau suka? Gaunnya? Kalau begitu
ayo kita ganti.”
Posuto marah, “kau saja
yang pakai.”
“Apa itu cocok untukku?”
Tanya si ibu dengan tatapan tajam.
Posuto menggeleng dan itu
membuat si ibu murka. Ia berteriak sambil mengacungkan gunting di tangannya.
Posuto lari menyelamatkan diri.
Maki terkejut mendengar
penjelasan ibunya. Ibu Maki kembali berkata kalau ia ingin menikah lagi. Maki
tanya apa menikah dengan pria itu (pacar yang dipukul pakai asbak) ibu Maki
mengangguk membenarkan. Maki heran kenapa ibunya akan menikah dengan pria itu,
ia tak setuju.
Ibu Maki : “Orang itu bilang
kalau dia menyukaiku. Dia sudah bilang begitu dan aku juga menyukainya. Tapi
kalau ayah Maki, dia bilang akan berpisah dengan istrinya tapi dia tak menepati
janjinya. Dia tak memilih ibu. Tapi Takuya berbeda. Ini pertama kalinya, ada
orang seperti dia. Ibu juga ingin bisa hidup bersama dengannya. Jadi kau bisa
mengerti, kan?”
Maki menjawab lirih kalau
ia mengerti. Ibu Maki senang karena ia yakin Maki pasti akan mengerti itu. Maki
merasa tinggal bersama sepertinya cukup menyenangkan. Tapi ibu Maki melarang.
Maki terkejut apa maksudnya. Ibu Maki merasa kalau Maki lebih bahagia tinggal
disini. Maki makin tak mengerti apa maksud perkataan ibunya.
Ibu Maki menjelaskan
bukankah banyak berita tentang ketidakpedulian terhadap anak bawaan pernikahan
sebelumnya. Ibu juga tak ingin melihat Takuya dan Maki seperti itu.
Maki pun paham maksudnya,
ia berjanji pada ibunya kalau ia akan menjadi anak baik dan bersahabat dengan
suami ibunya kelak. Ia hanya ingin tinggal dengan ibu.
Ibu Maki tak ingin
pernikahannya bermasalah karena ia membawa anak ke dalam pernikahan barunya, “Maki
ibu mencintai orang itu.”
“Mencintai?” Maki melepas
tangan ibunya.
Ibu Maki minta maaf. Ia
memeluk putrinya dan berkeyakinan jika putrinya dewasa nanti dan mendapatkan
seseorang yang dicintai pasti akan mengerti perasaannya. Bukankah disini banyak
teman dan suasannya juga menyenangkan. Maki terdiam tanpa bisa menangis.
Posuto yang lari
menghindari ibu angkatnya yang aneh masuk ke sebuah ruangan. Ia bersembunyi dan
mengunci ruangan itu.
Si ibu terdengar marah dan
berusaha membuka pintu dimana Posuto sembunyi, “Apa kau juga ingin
mempermainkanku? Sama seperti wanita itu. Kau pikir karena kau masih muda maka
kau bisa dimaafkan?”
Terdengar suara si suami
ibu itu pulang dari bekerja. Si ibu menyapa ramah suaminya dan berkata kalau ia
dan Posuto sedang bermain petak umpet. Si suami terdengar ramah pada istrinya.
Ia bertanya sudah belum bermain petak umpetnya, “aku punya kunci duplikatnya.”
Kunci pintu ruangan itu
perlahan dibuka. Posuto yang berada di dalam ruangan itu menahan nafas tegang.
Si suami calon ayah angkat
Posuto mengantar Posuto kembali ke panti. Ia minta maaf pada Mao atas perbuatan
istrinya. Mao yang mengerti dan berkata tak apa-apa.
Si suami pun menjelaskan, “Kami
tak bisa memiliki anak. Hubungan kami sudah tak baik karena itu mental istriku
memburuk. Aku mohon, ini perkara mudah kan. Jika saja kami punya anak… kami
memang tak memenuhi kualifikasi untuk mengadopsi anak. Aku mohon dengan sangat
anggap permasalahan kita ini tak pernah terjadi.” (istrinya ternyata stres)
Mao melirik ke arah Posuto
yang masih duduk diam di dalam mobil. Ia membuka pintu mobil itu. Posuto pun
keluar dari mobil.
Tiba-tiba posuto menirukan
apa yang diucapkan si istri yang stres itu. “Orang ini…” ucapnya sambil
menunjuk si suami, “Ber-se-ling-kuh….” teriak Posuto seperti teriakan si istri
yang stres.
Posuto masuk ke rumah.
Piami bertanya apa yang terjadi di luar karena ia mendengar teriakan Posuto
tadi. Posuto bilang bukan apa-apa.
Maki yang membawa pakaian
kotor menyambut Posuto dengan senyuman. “Apa ada pakaianmu yang kotor? Biar sekalian
aku cuci.” Posuto heran dengan sikap Maki, ia mengatakan kalau ia tak punya
pakaian kotor. Maki tersenyum sumringah dan berkata kalau ada pakaian kotor
katakan saja padanya. Maki menuju ruang cuci.
Posuto heran dengan sikap Maki,
“Kenapa dengannya?” Piami menenebak mungkin itu karena Maki akan tinggal disini
dalam waktu yang lama. Sepertinya Maki ingin menjalin hubungan yang baik dengan
Posuto.
Posuto : “Dalam waktu
lama?”
Piami : “Seperti yang kau
katakan. Anak itu ternyata dibuang ibunya.”
Maki menari-nari sambil
memasukan pakaian kotor ke mesin cuci. Ia tampak riang. Posuto memperhatikan
dengan seksama sikap ceria yang ditunjukan Maki. Ia tahu kalau itu palsu. Itu hanya
untuk menutupi perasaan sedihnya saja.
Maki bahkan rajin bersih-bersih.
Ia mengelap meja makan sambil bersenandung. Ia menegur anak laki-laki yang ada
disana yang dari tadi bermain saja. Posuto terus memperhatikannya sambil
memainkan ikat rambutnya.
Pletak.. pletak… Posuto
terus memainkan ikat rambutnya hingga menimbulkan suara yang keras. Posuto
memakai jaketnya dan mengambil jaket milik Maki. Ia menarik tangan Maki.
Di sebuah ruangan di panti
itu, dimana hanya ada Mao dan Rokka. Rokka memasukan data ke file map anak yang
sudah diadopsi oleh keluarga baru.
Mao duduk berdoa, “Nampaknya
hasrat dunia manusia itu sebanyak 108. Selanjutnya berapa orang lagi… Berapa
lagi hingga ada 108 orang. Berapa lagi agar aku bisa bebas. Lalu.. aku…”
Terdengar suara Maki yang
meronta meminta Posuto melepaskan tangannya.
Kedua anak ini berada di
depan rumah. Maki heran kenapa tiba-tiba Posuko seperti itu padanya. Posuto
berkata sepertinya ada yang sedang patah hati. Maki paham maksud perkataan Posuto.
Ia berusaha menghibur dirinya, “aku baik-baik saja, asal ibuku bahagia.”
Posuto : “Sampai kapan?
Sampai kapan kau ingin mencintai ibumu tanpa balasan? Kau berkata padaku ‘tidak
pernah melihat wajah orang tuaku’ kau berkata seperti itu, kan? Tapi yang tak
pernah melihat itu, bukankah itu kau yang percaya dan berpegang teguh pada yang
namanya hubungan darah. Berpura-pura tak melihat wajah buruknya. Entah kau
menjadi anak sebaik apapun, ibumu tak akan kembali.”
Maki : “itu.. apapun yang
kau katakan…”
Posuto mencengekram baju
Maki dan mengendus-endus, “Hari ini, hari membuang sampah, benar kan? 18
januari, hari ini.. hari dimana ibumu meninggalkanmu.”
Maki menilai ucapan Posuto
itu salah. Posuto membenarkan, “itu salah.” Sambil berjalan lebih dulu, ia
menoleh. “Hari ini akan menjadi hari dimana kau membuang orang tuamu.” Maki
berlari menyusul Posuto.
Dari jendela lantai atas Rokka
memperhatikan dua anak kecil itu.
Mao berdecak, “ck.. hari ini
hari tomobiki.” (tomobiki : hari untuk tidak mengadakan pemakaman. Jika ada
orang yang meninggal, maka akan mengajak temannya yang masih hidup unyuk ikut
dengannya)
Maki mengkuti Posuto
menuju suatu tempat. Posuto berkata bahwa yang namanya patah hati itu bukan
menghancurkan diri sendiri dan berusaha untuk kuat. “Bahkan aku pun, jika orang
tuaku ada di hadapanku, aku ingin membuang mereka. Tapi tak ada yang namanya ‘orang
tua yang terbuang’ Karena itulah aku membuang namaku.”
Maki terkejut.
Posuto : “karena itu adalah
satu-satunya yang tersisa dari orang tua. Ayo bersama denganku kita tulis nama
kita pada kertas yang kugunakan. Ichi mai peratto. Aku tak lagi membutuhkan
nama yang diberikan orang tuaku.”
Maki berkata kalau malam
itu ia berada disana ketika ibunya memukul pria itu. “Ekspresi ibu benar-benar…
aku tak pernah melihat wajah yang mengerikan itu. Mengayunkan asbak dan mengejar
pria itu dengan rambut acak-acakan. Aku tahu itu bukanlah ibuku. Tapi mungkin
itu ibu yang sebenarnya. Ibu yang baik itu bohong.”
Posuto : “Aku rasa tidak
semuanya bohong. Tapi orang dewasa itu aneh. Apa yang kau lihat itu bukanlah
ibu, itulah wajah wanita.”
Maki : “wanita?”
Posuto tertawa, aku
bercanda. Ia pun menjulurkan lidahnya seperti anjing hehe.
Keduanya sampai di depan
kompleks rumah ibu Maki. Terdengar oleh Maki dan Posuto ibu Maki sedang
bersenda gurau, bercanda dengan pria itu. Keduanya terdengar sedang bersenang-senang,
tawa bahagia. Maki menatap sedih jendela dimana ia pernah tinggal dengan
ibunya.
Maki menoleh ke belakang
dan Posuto sudah mengeluarkan parfum milik ibu Maki. Posuto melemparkan parfum
itu ke Maki. Maki membuka tutup parfum itu dan menciumi aromanya. “Selamat
tinggal.” ucap maki.
Maki menoleh ke posuto, ia
pun membulatkan tekad untuk membuang ibunya. Sama seperti ibunya yang
meninggalkannya. Maki melempar parfum itu kuat kuat ke arah jendela rumah
ibunya.
Prang.. kaca di rumah itu
pecah. Yang berada di dalam rumah kaget. Maki dan Posuto langsung lari, kabur.
Maki berhenti berlari,
biarpun ia berteriak lepas seperti itu tapi hatinya tetap sakit. Ia menangis
meraung-raung. “Ibuuuu…. Kenapa…. Ibuuuuu…”
“Kau pantas mendapatkannya.”
sahut Posuto. Melihat Maki menangis ia berpendapat kalau yang tadi itu ternyata
tak satupun berarti. “Seperti yang kau katakan, aku memang tak bisa mengingat
wajah ibuku. Tapi ini sama saja kan? Kau dan aku sama saja. Mengingatnya hanya
membuatku muak, aku tak akan mengingatnya lagi.”
“Kau kejam.” Maki terus
menangis.
Bombi membela Posuto, apa
yang Maki katakan, Posuto tidaklah kejam seperti itu. Piami membenarkan ia
berkata kalau Posuto yang ia kenal selalu bilang bahwa kita itu bahagia. Anak
lain tak bisa memilih orang tuanya sendiri tapi kita bisa memilihnya. Karena
itulah kita bahagia.
Posuto meninggikan
suaranya, “Kalian jangan bicara hal yang tak berguna. Aku marah untuk
menghilangkan kesedihanku. Tak penting aku atau siapapun menerima begitu saja
perlakukan buruk dari seorang ibu, kalian jangan bercanda. Dasar bodoh. Aku
pasti akan bahagia.”
Posuto memelankan suaranya
menangis penuh emosi, “Tapi apa itu bahagia? ‘Mendapatkan kasih sayang dari ibu
yang sebenarnya apa itu kebahagiaan’ apa seperti itu. Kita tak mengenal siapapun.
Ibu yang hidup kemarin pun, hari ini, besok akan menghilang. Tiba-tiba
menghilang. Besok… ibu… akan menghilang…”
Posuto yang menangis marah
pergi lebih dulu. Maki yang juga menangis menyusul Posuto. Piami dan Bombi juga
menysul mereka.
Keempatnya sampai di panti
kemalaman. Mereka sembunyi-sembunyi masuk rumah tapi di pintu Mao sudah menunggu
mereka dengan tatapan marah. “Kalian pikir jam berapa sekarang?”
Mao menghukum mereka berdiri
di kamar mandi sambil mengangkat ember berrisi air penuh di kedua tangan
mereka.
Ck…. Mao tak menerima alasan
Posuto
Ck.
Ck.
Ck ck ck ck Mao kesal
dengan alasan keempat anak ini. Ia keluar dari kamar mandi. (udah kayak cicak
nih si Mao)
Maki tiba-tiba tertawa.
Piami heran kenapa Maki tertawa. Maki menjawab tidak apa-apa. “Aku hanya
berpikir, ibu memang tidak ada tapi aku jadi memiliki teman.”
“Baik-baik Maki-chan.”
Sahut Piami.
Maki : “Donki.”
Piami terkejut.
Maki : “Mulai besok,
namaku Donki.”
“Aduh ga tahan nih…” sahut
Bmbi keberatan mengangkat dua ember air.
Maki penasaran dengan nama
Posuto yang sebenarnya. Piami yang tahu nama sebenarnya Posuto jadi tertawa.
Posuto cemberut tak suka mereka membahas namanya yang sebenarnya.
“Ga tahan nih…” teriak Bombi
keberatan.
Piami membisikan sesuatu
ke telinga Maki. Maki tertawa, “Ya ampun lucunya.. itu berarti panggilannya…”
Pleng… Maki, Piami dan Bombi
melempar ember berisi air yang berat itu.
“Dokyun.” ucap ketiganya
bersamaan ke arah posuto. (Dokyun : aneh/bodoh. Dokyun disini dimaksudkan ke
nama Posuto sebenarnya yang aneh)
Posuto cemberut diam.
Hahaha.
Bagaimana kisah mereka selengkapnya, akankah mereka menemukan kebahagiaan bersama orang tua angkat yang mereka harapkan...?
Bersambung ke episode 2
ceritanya menarik .
ReplyDeletesemangat buat lanjut nulisnya mbak Anis !! ^_^
Seruuuu.. Anis keren dh kalo recap drama aplge ttg anak2..
ReplyDelete.Boucye.
Mba Anis,, lanjutannya kok ga ada sih,, aq pengen tau kelanjutannya mpe akhir.. huhuhuu...
ReplyDeleteRealita kehidupan, kenyataan'a emang banyak orang tua yg seperti itu, TQ sinop'a semangat yaaa :D
ReplyDeletepaling suka sma Posuto,
ReplyDeleteblak2an dan g jaim :) SUKKAA..
hmm.. ngomong2 si Posuto yg main di Usagi Drop jg kan ??