Bo Mi menunjukan gambar yang ia buat atas apa yang dilihatnya pada Guru Ma.
Na Ri menemui Guru Ma, “Apa ibu memanggilku?” suara Na Ri terdengar takut-takut. Guru Ma menginginkan Na Ri melaporkan hal tak berguna yang dilakukan anak-anak di luar sana. Na Ri menebak apa Guru Ma meminta dirinya untuk menjadi mata-mata.
Guru Ma berkata kalau ia sudah tahu siapa yang menjahili Ha Na dan membuat dia dikucilkan. Ia juga tahu siapa sebenarnya yang mencuri dompet dan memotret Soo Jin. Na Ri terdiam terkejut. Ia pun apa boleh buat terpaksa menerima tugas sebagai mata-mata.
Ibu Na Ri dipanggil menghadap Guru Ma. Na Ri juga ada bersama mereka. Mereka sepertinya membicarakan tentang tempat belajar yang bagus. Guru Ma merasa pedoman pendidikan yang dipegang teguh oleh ibu Na Ri itu benar, disaat semua orang ingin menyekolahkan anak mereka ke Gangnam, tapi ibu Na Ri malah tak seperti itu.
Ibu Na Ri berkata kalau hal itu tak bisa dikatakan sebagai pedoman. Ketika ada diskon ia tak pergi ke pusat perbelanjaan karena ia tak tahan dengan yang namanya keramaian. Apa yang ia inginkan itu lebih penting, bukan masalah harga yang diutamakan tapi lebih karena kelas yang sesungguhnya.
Guru Ma bisa menyimpulkan, kalau begitu ini bukan karena Ibu Na Ri tak bisa ke Gangnam melainkan lebih memilih tidak pergi, benar begitu. Ibu Na Ri membenarkan, itu karena ia memiliki strategi tertentu untuk pendidikan putrinya. Guru Ma mengatakan kalau pendidikan di Gangnam memiliki sisi positif tapi juga punya sisi negatif. Mereka mengatakan kalau kondisinya baik tapi pengucilan dan kekerasan sekolah, ada banyak aspek yang rumit sehingga banyak anak yang gagal.
Ibu Na Ri : “Mereka bilang hubungan antar anak penting jadi mereka membesarkannya di Gangnam. Tapi apa berada di kelas yang sama selalu membuat mereka berteman? Pemikiran itu lebih cocok untuk Gangbook. Kelas sosial tidaklah sama dengan kelas itu, bukankah anda mengetahuinya? Belakangan ini kudengar ada beranekaragam jenis barang di Gangnam?”
Setelah obrolan panjang lebar mengenai tempat dan kualitas belajar, Ibu Na Ri pun bertanya apa alasan Guru Ma memanggilnya datang hari ini, apa Na Ri terlibat masalah. Na Ri menunduk cemas. Ia takut kalau-kalau Guru Ma mengatakan perihal sebenarnya.
Guru Ma mengatakan kalau ia akan mengadakan kelas khusus selama liburan. Karena Ibu Na Ri merupakan anggota dewan sekolah, ia merasa seharusnya memberi tahu ibu Na Ri terlebih dahulu.
Ibu Na Ri membaca surat persetujuan perihal aktivitas anak selama liburan. Ia pun menyetujuinya. Menurutnya ini bagus karena ada banyak ibu yang pusing memikirkan kemana mereka akan mengirim anak-anak selama liburan. Ia merasa para orang tua juga akan menyetujuinya. Dalam rapat dewan sekolah nanti ia akan memastikan kalau Guru Ma tak akan mendapat masalah mengenai persetujuannya. Guru Ma berterima kasih atas partisipasi Ibu Na Ri.
Guru Ma mendengar kalau Na Ri sebenarnya akan pergi ke perkemanan musim panas yang diselenggarakan Ivy-League. Ibu Na Ri membenarkan dan sangat disayangkan Na Ri tak bisa ikut bahkan sebelumnya ia sudah mengatur jadwal kegiatan Na Ri. Bukan hanya untuk belajar Bahasa Inggris, dia juga akan melakukan kegiatan santai seperti berlayar, berkuda dan juga melihat sekolah Ivy League itu.
Guru Ma melihat kalau Na Ri sepertinya memiliki pemikiran yang berbeda. Ibu Na Ri tak mengerti. Na Ri menjelaskan kalau maksudnya bukan berarti ia belum pernah ke Amerika dan bukan karena kemampuan bahasanya yang buruk. Tapi itu tidak seperti belajar di luar negeri agar bisa masuk SMP. Menurutnya kelas khusus liburan juga akan sangat membantu dan itu sudah cukup. Ibu Na Ri merasa kalau putrinya ini sudah lebih menghargai belajar sejak nilainya meningkat. Ia pun akan mempertimbangkan pendapat Guru Ma.
Wakil kepala sekolah akhirnya tahu kalau Guru Ma berencana mengisi liburan dengan tetap melaksanakan kegiatan belajar. Ia kesal karena Guru Ma mengabaikan jadwal sekolah yang ditetapkan. Ditambah lagi untuk masalah sepenting ini tak ada yang memberitahunya.
Guru Jung khawatir kalau orang tua kelas lain tahu mereka akan mengatakan kalau Guru lain hanya makan gaji buta selama liburan. Guru Goo membela diri, mereka mengatakan itu karena mereka tak tahu. Semua waktu libur yang tak bisa dilaksanakan selama jadwal sekolah, kita hanya menggabungkannya menjadi waktu liburan yang panjang. Guru Yang berpendapat kalau yang namanya bermain juga sama penting seperti belajar. Jadi kita harus menjamin liburan anak-anak.
Wakasek merasa kalau pendapat yang disampaikan para guru ini masuk akal karena akibat yang ditimbulkan dari masalah ini bisa menjadi besar. Ia akan membicarakan hal ini dengan Guru Ma. Guru Goo pun menyerahkan sepenuhnya masalah ini pada wakasek.
Di kelas, Guru Ma menujukan sebuah kartu yang didalamnya terdapat beberapa tempelan stiker merah. Ia menjelaskan bahwa selama kelas liburan, jika anak-anak mendapatkan nilai bagus dari kegiatan apapun maka ia akan menempelkan stiker sebagai penghargaannya. Tapi sebaliknya ia akan melepas stiker jika ada hal yang salah atau pelanggaran. Anak-anak pun diharuskan selalu memakai kartu stiker ini di leher seperti kalung.
Anak-anak mengeluh, masa harus mengalungkan ini. Ah.. sungguh Memalukan. Mereka pun diberi modal 10 stiker hehehe.
Guru Ma memanggil Bo Mi ke ruang guru. Ia mengatakan kalau ibu Bo Mi tidak mengembalikan surat persetujuan Bo Mi mengikuti kegiatan selama liburan. Apa Bo Mi tak ingin mengikuti kelas liburan. “Kalau kau tak suka tak masalah kalau tak berangkat. Kau tak bersungguh-sungguh memikirkan pelajaran.”
Bo Mi bilang kalau bukan begitu, ia akan menjelaskan.
Tapi disaat bersamaan ibu Na Ri masuk ke ruangan guru, menyapa mereka semua.
Ibu Na Ri mengatakan kalau ia datang ke sekolah untuk menghadiri rapat dewan sekolah jadi ia sempatkan untuk mampir ke ruang guru untuk menyapa. Ibu Na Ri menyampaikan bahwa berdasarkan rapat dewan sekolah mereka menyetujui kelas liburan yang diadakan Guru Ma.
Ibu Na Ri juga mengatakan kalau tak lama lagi ia akan mengadakan pesta. Ia harap para guru jangan sampai tidak datang. Guru Jung dan Guru Goo bersemangat akan hadir, mereka memuji makanan pesta terakhir kali sangat enak.
Melihat Bo Mi masih ada di ruang guru, Guru Ma mempersilakan Bo Mi pergi. Di pintu masuk ruang guru Bo Mi berpapasan dengan Na Ri. Na Ri tersenyum sinis sambil berlalu dari hadapan Bo Mi untuk menemui ibunya.
Bo Mi menyerahkan surat persetujuan yang belum ibunya tanda tangani. Ibu Bo Mi menebak apa ini bayaran yang harus ia bayar (hahaha belum apa-apa sudah menduga yang ga-ga nih ibu) Bo MI mengatakan kalau itu surat persetujuan dirinya untuk mengikuti kelas selama liburan. Ibu Bo Mi pun langsung menandatanganinya, ia menilai kegiatan ini bagus untuk putrinya, ditambah lagi ia bisa ngirit uang bimbel.
Bo Mi bertanya apa ibunya tak ingin datang ke sekolahnya sekali saja. Ibu heran kenapa, apa guru kelas Bo Mi menyuruhnya datang. Bo Mi menggeleng bukan begitu, itu karena ibu yang lain sudah pernah kesana.
Ibu Bo Mi kesal, bukankah Bo Mi tahu kalau ia ini sibuk. Apa menurut Bo Mi ia sama seperti ibu rumah tangga lain yang punya waktu. Ia menyuruh putrinya mengambil satu bungkus kripik buat teman belajar (yah kurang bu hehehe) Bo Mi pun segera pergi dari toko ibunya.
Ny Kim, pegawai ibu Bo Mi mengatakan bahwa seharusnya ibu Bo Mi melakukana apa yang seharusnya dilakukan seorang ibu, bukankah sekarang Bo Mi sudah kelas 6. Ibu Bo Mi mengatakan kalau tugas seorang ibu itu memberi makan anak, memberi pakaian dan mengirimnya bimbel di Hagwon, menurutnya itu sudah cukup.
Na Ri cs bolos bimbel mereka malah akan nonton. Hwa Jung berkata kalau tidak ke Hagwon ternyata ada untungnya juga, mereka bisa mendapatkan tempat duduk yang bagus. Na Ri berkata kalau nonton Film 3-D di tempat duduk jelek itu bisa membuat mereka sakit kepala.
Sun Young mengeluh, “Nenek sihir itu menjengkelkan sekali, siapa coba yang mau belajar saat liburan?” Hwa Jung juga mengeluh apa lagi ibunya menilai kelas liburan itu bagus karena ia malas saat liburan.
Sun Young heran kenapa Na Ri tak pergi ke perkemahan musim panas. Hwa Jung tahu kegiatan itu diselenggarakan oleh Ivy League, ia menilai sepertinya itu menyenangkan. Na Ri berkata kalau ia sudah sering pergi ke kegiatan itu.
Na Ri dapat sms dari Guru Ma, ia kesal menerima sms yang mengganggunya. Sun Young ingin tahu dari siapa, apa dari ibu Na Ri. Na Ri berbohong membenarkan. Hwa Jung panik apa ibu Na Ri mengetahui mereka membolos dari Hagwon. Na Ri berbohong mengatakan kalau nenek-nya datang dan ibunya menyuruhnya untuk segera pulang.
Na Ri menemui Guru Ma di suatu tempat. Ia tampak kesal melakukan tugas mata-mata yang memberatkannya. Tapi ia terpaksa melakukannya karena Guru Ma mengetahui kartu matinya.
Guru Ma menanyakan apa Na Ri tak menyesal tidak pergi ke perkemahan musim panas. Na Ri bilang tidak menyesal kok (tapi terpaksa tuh ngomongnya)
Guru Ma mengatakan kalau liburan akan dimulai besok jadi ia harap Na Ri jangan berfikir bahwa apa yang dimulai sejak awal itu akan berakhir dengan mudah. Na Ri mengerti, itu sebabnya ia akan mengatakan ini pada Guru Ma. Apakah itu?
Suasana di hari libur SD Sandeul tampak sepi. Kelas kosong, koridor sepi, tapi ruang kelas 6-3 terisi penuh oleh ke 24 siswa. Mereka belajar seperti biasanya.
Choi Bit Na, Na Ri dan Bo Mi menjawab soal bahasa inggris di papan tulis.
Na Ri melirik ke arah Sun Young dan Hwa Jung yang tengah menghadap Guru Ma. Guru Ma melepas satu stiker Sun Young dan Hwa Jung karena ketahuan nonton di jam bimbel. Guru Ma mendapatkan bukti berupa foto-foto keduanya.
Dan foto-foto itu sengaja dipotret oleh Na Ri. huwaaaaaaa.
Sun Young dan Hwa Jung kesal dari mana sih Guru Ma bisa tahu.
Jawaban Bit Na dan Na Ri betul sedangkan jawaban Bo Mi salah. Sebagai hadiah Bit Na dan Na Ri mendapatkan satu stiker. Sementara Bo Mi harus kehilangan satu stikernya. Guru Ma meningatkan Na Ri agar kartu stikernya dikalungkan. Na Ri setengah enggan memakainya. Ia juga sepertinya tak bersemangat mengikuti kelas liburan ini ditambah lagi ia harus jadi spy.
Ibu kepala sekolah mencabuti tanaman yang mati, di sampingnya ada Guru Ma. Ia menggerutu tak tahu kenapa ia memulai ini, menderita di hari panas. Hanya karena sekolah sedang liburan bukan berarti anak-anak bisa liburan, jadi ia tahu kalau hal ini akan jadi seperti ini. Lagi pula anak-anak ataupun bunga, membesarkan makhluk hidup pasti tak semudah yang dipikirkan. “Kudengar kau ada kelas saat liburan, apa banyak siswa yang hadir?”
Guru Ma menjawab kalau semua siswanya hadir. Bu kepsek terkejut tak menyangka, ia menilai Guru Ma hebat bisa membuat anak-anak berangkat sekolah semua selama liburan. “Karena kau menaikan nilai mereka, para orang tua pasti mempercayaimu dan menyerahkan anaknya padamu.” Ia menilai itu bagus.
Ibu kepsek berkata kalau di tempatnya merapikan tanaman ada banyak cairan lengket, Ia sudah menggunakan pestisida yang terbuat dari daun ginko tapi karena pertama kali mencoba dan sepertinya terlalu berlebihan ketika menyemprotkan. Hingga pada akhirnya setengah tanaman bunganya mati. Ibu kepsek mencabuti bunga-bunga yang mati.
Ibu kepsek berkata kalau ada teori yang menyatakan racun daun ginko membuat dinosaurus punah. Ya tentu saja punah karena bagaimanapun yang namanya racun tetap racun. Mereka bilang kalau kita menggunakannya dengan tepat itu akan jadi obat tapi kalau tidak itu hanya akan menjadi racun.
Bu Kepsek : “Kalau hanya memikirkan hasilnya dan berfikir terlalu jauh dan melukai hati para siswa aku penasaran apa itu akan jadi obat.”
Guru Ma diam memperhatikan apa yang baru saja ibu kepsek ucapkan.
Bo Mi ke perpustakaan, penjaga perpustakaan minta tolong pada Bo Mi untuk menggantikannya menjaga perpus sebentar karena dia harus ke toilet. Bo Mi pun bersedia.
Ketika Bo Mi duduk di tempat petugas perpus, Ha Na datang. Ha Na mengira Bo Mi petugas perpus, ia bertanya apa ada buku tentang serangga. Ha Na terkejut begitu melihat kalau yang disana itu Bo Mi. Bo Mi mencari buku yang dimaksud di daftar dan memberi tahu kalau buku yang dicari Ha Na itu ada.
Dong Goo juga ke perpustakaan. Ia bertanya apa Ha Na menemukan buku tentang kumbang. Dong Goo terkejut melihat Bo Mi ada di perpustakaan. Ia menatap sebal, “Oh penghianat, apa yang kau lakukan disana? apa kau bekerja disana karena sering kesini?” Dong Goo menarik nafas, “Karena kau tak menuliskan namaku akhir-akhir ini, apa jarimu tak tumbuh tanduk?” (hahaha)
Ha Na mengajak Dong Goo pergi dari sana dari pada ucapan Dong Goo semakin ngawur. Bo Mi menerima sms dan itu membuatnya senang bukan main. Ia segera berlari menuju kelas.
Ternyata ibu Bo Mi menemui Guru Ma. Ia melihat ibunya dari luar pintu. Ibunya sedang bicara dengan Guru Ma.
Ibu Bo Mi berkata kalau seharusnya ia mendatangi Guru Ma lebih awal, ia minta maaf. Ia meminta tolong pada Guru Ma untuk menjaga Bo Mi. Guru Ma mengerti dan menebak kalau ibu Bo Mi ini pasti sangat sibuk. Bo Mi tersenyum gembira karena ini bentuk kepedulian ibu terhadapnya.
Bo Mi pulang bersama ibunya. Guru Ma memperhatikan keduanya dengan tatapan dingin dari lantai atas di kelas 6-3.
Kedatangan ibu Bo Mi bukan hanya dengan tangan kosong. Dia membawa satu kardus minuman. Di dalam kardus itu juga ada amplop (huwaaaaaa uang suap supaya anaknya lebih diperhatikan)
Ibu Na Ri benar-benar menjamu para guru di sebuah restouran. Wakasek, dan guru kelas 6 kecuali Guru Ma ada disana. Mereka makan di meja yang sama. Guru Goo makan paling lahap. Guru Goo berterima kasih, berkat ibu Na Ri ia bisa makan enak setiap musimnya. Ibu Na Ri menawarkan haruskah mereka melakukan makan bersama seperti ini sebulan sekali.
“Wah keren sekali aku suka, aku suka!” Guru Goo berseru kegirangan kayak anak kecil, hahahah. Wakasek mendelik mengingatkan kalau Guru Goo harus memperhatikan sopan santun jangan membuat kesalahan seperti dulu. Guru Goo langsung diam mengerti.
Menurut ibu Na Ri yang namanya guru juga perlu sesekali melepaskan stres. Ia tahu kalau mereka pasti stres karena anak-anak. Hari ini ia disini bukan sebagai orang tua melainkan sebagai anggota dewan sekolah.
Guru Yang berbisik pada Guru Jung kalau wakasek marah sekali karena kelas liburan kelas 6-3. Guru Jung menyahut kalau ibu Na Ri sudah menyetujuinya jadi wakasek tak bisa menolaknya.
Ibu Na Ri bertanya pada Guru Yang kira-kira berapa usia Guru Yang tahun ini. Karena liburan Guru Yang pasti sibuk. Guru Yang tak mengerti maksud pertanyaan ibu Na Ri. Guru Jung malah paham, kenapa Guru Yang pura-pura tak tahu, semuanya setuju kalau Guru Yang itu kandidat pengantin baru. Ini musim kencan buta untuk guru jomblo. Ibu Na Ri bertanya apa Guru Yang punya banyak jadwal kencan. Guru Yang bilang tidak ada.
Ibu Na Ri : “Ya ampun, kalau begitu aku harus mengatur kencan buta untukmu. Na Ri itu punya hubungan dengan banyak profesi resmi dan aku banyak berhubungan dengan profesi medis, mana yang Guru Yang suka?”
Guru Yang jadi bingung mengatakannya, “Ah aku masih......” (ingin jomblo hahaha)
“Tidak apa-apa Guru Yang.” kata wakasek, “Kau tak perlu merasa malu karena aku ada disini. Guru Yang kan bukan guru kelasnya Na Ri, jadi tidak apa-apa, silakan lanjutkan saja.” hahaha.
Guru Goo ikut bicara, memangnya Guru Yang ingin jadi istrinya hakim atau pengacara.
Guru Goo kemudian memperagakan gaya imut, “Anak baik, aku anak baik,” sumpeh ketawa ngelihatnya hahaha
Wakasek mendelik mengingatkan Guru Goo untuk menjaga tingkah lakunya. Guru Goo langsung diam hehe.
Wakasek heran kenapa Guru Ma belum juga datang. Ibu Na Ri berkata kalau ia membebaskan Guru Ma mau datang atau tidak. Ia membebaskan pilihan pada Guru Ma untuk melakukan apa saja yang bisa membuat Guru Ma nyaman. Tapi wakil kepala sekolah merasa kalau acara ini sudah direncanakan dan seharusnya Guru Ma juga datang. Ibu Na Ri berkata kalau makan-makan ini mungkin akan menyita waktu Guru Ma jadi ia menghormati keputusan Guru Ma yang tidak bisa hadir.
Wakasek melihat kalau nilai Na Ri semakin membaik setelah bertemu Guru Ma. Ibu Na Ri membenarkan, tapi putrinya belum puas karena ingin menjadi pemimpin. (ah kayaknya ibunya deh yang pengen anaknya tak tertandingi)
Ha Na berada di Hagwon tempat bimbel-nya. Ia merasakan perutnya lapar, ini waktu yang cocok untuk makan kimbab, keluhnya.
Na Ri dan kedua temannya berada di sebuah rumah makan. Ia makan lahap dan banyak. Sepertinya bukan karena lapar tapi tertekan, stres hehe. Sun Young merasa kalau nenek sihir itu sudah kelewatan, sepertinya dia membuntuti kita sepanjang hari. Hwa Jung khawatir kalau-kalau bolos-nya ia dari Hagwon untuk nonton diketahui ibunya, kalau ketahuan ia bisa mati.
Sun Young merasa Na Ri sungguh beruntung mendapatkan telepon disaat yang tepat. Na Ri yang terus makan berusaha tersenyum membenarkan, padahal kan yang motret Na Ri sendiri.
Belum juga habis makanan di piringnya Na Ri sudah pesan makanan lagi. Ia memesan kimbab. Hwa Jung heran, ada apa dengan Na Ri tak biasanya makan banyak. Ditambah lagi yang sedang Na Ri makan adalah makanan yang digoreng. Na Ri berkata kalau rasanya enak. Kimbab datang, Na Ri langsung melahapnya sampai penuh tuh mulut. Hwa Jung mengeluh ia ingin sekali makan seperti Na Ri tanpa perlu mengkhawatirkan berat badan.
Na Ri merasakan ada yang aneh dengannya, perutnya mual. Ia segera keluar menuju toilet dan memuntahkan semua makanan yang tadi ia makan. Sun Young menebak pasti Na Ri sudah stres karena ibunya.
Ha Na ternyata akan ke rumah makan yang sama dengan Na Ri. Ia berdiri di pintu melihat Sun Young dan Hwa Jung ada di dalam sana.
Ha Na akan pergi dari sana tapi ia berpapasan dengan Na Ri yang baru keluar dari toilet.
Na Ri bersikap jutek, “Kenapa kau mengasihaniku? Dimana temanmu itu, Oh Dong Goo? Kalian benar-benar serasi. Apa kau senang?”
Ha Na tak menjawab ia malah menanyakan kabar Na Ri. Belum sempat Na Ri menjawab, perutnya sudah mual lagi. Ia pun segera kembali ke toilet. Ha Na khawatir melihatnya.
Ha Na berada di rumah bersama Ha Yoon. Ha Yoon merasa kalau adiknya ini orang yang selalu bersemangat ketika bermain dan juga santai santai tapi kenapa sekarang membaca buku. “Apa kau berkelahi dengan Na Ri?” Ha Na tak menjawab. Ha Yoon menebak sepertinya yang ia tanyakan itu benar.
Ha Na ingin tahu apa Ha Yoon juga seperti itu. Akhir-akhir ini ia merasa semuanya menjadi sulit dan rumit. Ia pikir dengan mengatakan ‘maaf, tidak apa-apa dan terima kasih’ sudah cukup untuk menjadi teman.
Ha Yoon menyarankan adiknya agar berteman sewajarnya saja. Bukankah nanti Ha Na akan mendapatkan teman baru di SMP. Ha Na menarik nafas merasa tak sepandapat dengan kakaknya.
Bo Mi tersenyum pamitan pada Ibunya akan berangkat sekolah. Setelah Bo Mi pergi pegawai ibunya, si Ny Kim datang. Ny Kim bertanya apa ibu Bo Mi sudah menemui Guru kelas Bo Mi. Ibu Bo Mi tersenyum tanda mengiyakan. Ny Kim menilai itu bagus sekali dan tunggu saja Ibu Bo Mi pasti akan melihat hasilnya.
Di kelas Guru Ma memerintahkan ketua kelompok untuk mengambil minuman yang ia terima dari ibu Bo Mi. Mereka masing-masing mengambil 4 karena tiap kelompok berjumlah 4 anak. Guru Ma mengatakan pada siswanya kalau kemarin ibu Bo Mi membawa minuman ini karena anak-anak sudah giat belajar meskipun liburan. Ia pun menyuruh siswanya meminum minuman sebagai tanda rasa terima kasih kepada ibu Bo Mi.
Bo Mi mengambil paling terakhir, ia tersenyum senang. Ketika akan kembali ke tempat duduk Guru Ma memanggilnya. Ia mengembalikan amplop yang diterima dari ibu Bo Mi. Guru Ma mengatakan kalau amplop ini ada di dalam kotak minuman saat ibu Bo Mi meninggalkan kotak itu.
Bo Mi dan teman-temannya terkejut, mereka bisa menilai kalau amplop itu pasti suap. Mereka tak menyangka ibu Bo Mi melakukan tindakan memalukan itu. Bo Mi yang terkejut menerima amplop itu dengan tangan gemetaran.
Guru Ma : “Kekuatan materi, kekuatan emas. Di dunia ini dimana uang adalah kekuatan dan kekuatan adalah uang. Berusaha menyelesaikan semuanya dengan uang itu bisa dimengerti,”
Bo Mi masih berdiri terpaku sedih dan tak menyangka dengan sikap ibunya yang sudah melakukan hal memalukan. Guru Ma berharap Bo Mi tak malu mengetahui ini, karena ibu Bo Mi menginginkan yang terbaik untuk putrinya.
Guru Ma : “Menyuap bukanlah cara yang adil, tapi kalian harus mengerti orang tua kalian yang tidak bisa mengungkapkan perasaan sayang mereka dengan cara yang lain.”
Guru Ma mengatakan pada Bo Mi untuk menyampakan terima kasih dan juga katakan padanya untuk menggunakan uang itu dengan baik. Bo Mi menangis menahan kecewa dan malu.
Kelas liburan untuk hari ini selesai. Anak-anak bersiap pulang. Bo Mi masih duduk menunduk sedih di kursinya. Ha Na terus memperhatikannya, ia ikut sedih dan mengerti perasaan Bo Mi yang kecewa dan malu.
Teman-teman yang sudah habis meminum minuman itu meletakan botol kosong ke meja Bo Mi. Mereka mengucapkan terima kasih dengan nada sinis. Bo Mi yang sedih segera membereskan bukunya dan bergegas pulang.
Ha Na tentu saja mencemaskan Bo Mi. Seo Hyun mengerti sifat Ha Na, ia mengatakan terkadang perasaan nyaman itu bukan perasaan nyaman yang sesungguhnya. Disaat seperti ini ia harap Ha Na membiarkan Bo Mi sendiri dulu karena itu yang lebih baik.
Ha Na membuka loker dan menemukan sebuah buku bacaan tentang serangga. Ada pesan yang tertulis di buku itu, pinjaman akan diperpanjang 7 hari. Disana juga ada gambar wajah yang tersenyum dan ada tanda hati-nya juga. Ha Na tahu buku itu pasti dari Bo Mi.
Ha Na mencari rumah Bo Mi. Ia melihat kerumunan orang di depan sebuah toko. Ya toko milik ibunya Bo Mi. Ternyata disana ada penagih hutang. Mereka pun menyuruh ibu Bo Mi untuk menjual organ tubuh supaya bisa bayar utang. Ibu menyuruh penagih hutang minta pada suaminya saja, kenapa minta padanya, bukankah itu hutang suaminya.
Si penagih hutang marah dan akan memukul ibu Bo Mi. Bo Mi juga ada disana. Mereka mengeluh karena tak ada barang berharga yang bisa diambil. Mereka pun mulai menghancurkan barang yang ada disana. Pengunjung toko ketakutan.
Si penagih hutang melihat ke arah Bo Mi, “Ternyata anak pemilik toko Eun sudah besar ya?” Ny Kim berusaha melindungi Bo Mi. Ibu Bo Mi memohon, ia bahkan sudah tak pernah melihat ayahnya Bo Mi lagi.
Si penagih hutang berkata kalau ayah Bo MI tak pernah datang melihat istrinya ia yakin kalau ayah Bo Mi akan datang untuk melihat putrinya. “Haruskah kami menunggunya di depan sekolah anaknya besok? bentak si penagih hutang.
Ibu Bo Mi memohon untuk memberinya waktu. Si penagih hutang meminta ibu Bo Mi menunjukan sesuatu di depan Bo Mi kalau memang ibu sudah berusaha. Ibu pun memberikan semua uang yang ada di sakunya, uang hasil penjualannya hari ini.
Ha Na mengikuti Bo Mi yang berjalan cepat. Bo Mi berbalik tiba-tiba menatap marah, “Apa sekarang? apa kau senang? Apa kau senang sekarang?”
Ha Na tak mengerti kenapa Bo Mi tiba-tiba marah.
Bo Mi menyindir apa Ha Na kesini untuk menghiburnya. “Untuk mengatakan kalau kau itu temanku? Shim Ha Na, kau jangan pura-pura baik. Kau pikir kau berbeda dari aku? Kau dan aku, kita ini sama. Orang seperti kita, sekeras apapun berusaha kita tak akan menang melawan Go Na Ri. Kita bukan tandingannya.”
Bo MI : “Baik, apa kau mau bilang kalau kau lebih baik dariku? Lebih baik tentang belajar, menari, dikhianati kau tetap tersenyum. Dikucilkan kau tersenyum. Lalu apa? Seberapa baiknya kau dariku? Dengan menjadi orang yang dikucilkan. Shim Ha Na, kau palsu.”
Bo Mi tertawa marah, “Benar aku orang yang lemah. Aku lemah, aku menyedihkan, dan kau merasa kasihan padaku. Meskipun kau yang dikucilkan, Eun Bo Mi menyedihkan bagimu.” Bo Mi menatap marah, “Aku tak membutuhkanmu. Jadi lupakan saja. Aku tak butuh teman. Jadi kau pergi, pergilah!” Bentak Bo Mi.
Ha Na yang dari tadi diam mendengarkan tak menyangka kalau Bo Mi akan mengatakan semua itu. Ia pun menampar wajah Bo Mi. Matanya berkaca-kaca, “Aku tidak datang kesini untuk menjadi temanmu. Aku datang kesini bukan untuk bersikap baik. Aku kesini untuk bisa memintamu menjadi temanku.”
Ha Na yang juga emosi menitikan air mata, “Apa kau pikir itu sulit dan menakutkan hanya untukmu saja? aku juga mengalaminya. Untuk pertama kalinya sejak aku dilahirkan, aku begitu keras menginginkan mati. Memang benar kau mengkhianatiku dan benar kau membuatku menderita tapi aku tak merasa bahagia ataupun pantas merasakannya.”
“Kau tidak lemah dan aku tidak menertawakanmu. Hanya... aku menyukaimu. Aku mau berteman denganmu. Kau juga sepertiku. Kau juga ingin menjadi temanku. Tak bisakah kita berteman lagi? apa sulit dan rumit ini untukmu?” Ha Na menangis penuh emosi.
Bo Mi juga menangis sesenggukan. Keduanya menangis melampiaskan perasaan mereka masing-masing.
Keduanya duduk di bangku taman bermain. Bo Mi menunduk merasa bersalah pada Ha Na. Keduanya diam tak ada yang memulai pembicaraan.
Ha Na memecah keheningan dengan bertanya, “Tadi itu, orang-orang yang tadi..” Bo Mi mengatakan kalau setelah mereka melakukannya sekali mereka akan diam sebentar. Itu sama seperti anak-anak yang berbuat usil pada mereka. Kalau kau terus bertahan, dia akan berhenti dengan sendirinya.
Bo Mi memberanikan diri bertanya bukankah Ha Na membencinya. Ha Na membenarkan. Bo Mi bertanya lagi bukankah Ha Na juga marah padanya. Ha Na kembali membenarkan. Bo Mi tak mengerti, kalau begitu kenapa Ha Na ingin berteman dengannya. Ha Na berkata itu karena ia dan Bo Mi sudah menjadi teman. Keduanya tersenyum.
Bo Mi : “Tapi Oh Dong Goo itu bukan satu satunya lho.”
“Apanya?” Ha Na tak mengerti.
“Kau terlalu baik untuknya.” ucap Bo Mi mengomentari hubungan Ha Na dengan Dong Goo (wakaka) Ha Na jadi kesal, hubungan ia dan Dong Goo bukan seperti itu. Bo Mi senyum-senyum, kalau tidak seperti itu ya lupakan saja. Keduanya tertawa.
“Kau terlalu baik untuknya.” ucap Bo Mi mengomentari hubungan Ha Na dengan Dong Goo (wakaka) Ha Na jadi kesal, hubungan ia dan Dong Goo bukan seperti itu. Bo Mi senyum-senyum, kalau tidak seperti itu ya lupakan saja. Keduanya tertawa.
Ha Na menggenggam tangan Bo Mi. Keduanya tertawa dan yang pasti sudah berbaikan lagi.
Ibu Na Ri melihat kalau kartu stiker putrinya hampir penuh. Ia menilai kalau Guru kelas putrinya ini ada sesuatu yang unik. Ia tahu kalau putrinya sudah belajar dengan keras, ia bertanya bagaimana dengan jadwal untuk besok, bukankah itu hari kerja bakti di sekolah.
Na Ri membenarkan tapi melakukan kerja bakti itu menjengkelkan sekali kalau ia harus membuang permen karet yang ada di lantai saat hari panas atau mengepel dengan kain kotor. Ibu Na Ri mengerti ia yang akan mengurus semuanya. Ia akan memastikan kalau Na Ri tak akan melakukan hal itu, jadi Na Ri tak perlu khawatir. Ia juga merasa Na Ri lebih baik membantu pekerjaan Paman Na Ri di rumah sakit daripada melakukan itu. Ia menilai sekolah Na Ri itu aneh. Itu dia yang Na Ri maksud bukankah itu menjengkelkan sekali.
Rombongan kelas 6 SD Sandeul sampai di sebuah museum. Kegiatan mereka kali ini bergotong royong membersihkan lingkungan museum.
Sebelum memulai kegiatan mereka berfoto dulu. Yang senyum sedikit yang cemberut banyak. Mereka mengeluh di hari panas begini kenapa harus gotong royong hahaha.
Pengurus museum mengabsen siswa. Dari kelas 6-1 yang ikut kegiatan ini ada 14 siswa. Kelas 6-2 ada 13 siswa. Kelas 6-3 komplit 24 siswa dan kelas 6-4 ada 19 siswa.
Wakil Kepala sekolah memuji kelas 6-3 yang hadir semua, itu bagus pantas sekali. Pantas saja mereka menjadi kelas terbaik dan punya guru terbaik. Perkataan itu menjadi sindiran bagi kelas lain. “Orang bilang tingkah laku sehari-hari memiliki pengaruh pada pendidikan, bukankah itu dimaksudkan bukan hanya untuk siswa.” ucapan wakil kepala sekolah ini menyindir guru kelas 6 lain. Mereka bertiga menunduk.
Anak-anak mulai mengambil kotoran yang ada di lantai, ngelap, ngambil sampah di saluran air pokoknya bersih-bersih deh. Sebagian mengeluh karena malas melakukannya. Seo Hyun terlihat ngobrol dengan orang asing.
Wakil kepala sekolah memanggil Na Ri cs untuk ikut dengannya. Na Ri tersenyum senang mengikuti wakasek. Teman yang lainnya heran, ada apa mereka bertiga pergi. Na Ri juga tersenyum judes pada Ha Na dan Bo Mi.
Bo Mi ingin tahu apa Ha Na sudah pernah ke rumah Na Ri. Ha Na mengiyakan. Bo Mi penasaran apa Na Ri itu tinggal di rumah yang besar. Ha Na kembali mengiyakan. Bo Mi berkata kalau ia belum pernah kesana. Ha Na mengatakan kalau rumah Na Ri itu tak ada yang spesial, ditambah lagi kualitas udaranya buruk.
Seo Hyun tampak memberikan petunjuk pada turis asing menggunakan bahasa inggris. Bo Mi kagum melihatnya, Seo Hyun itu cantik dan pintar. “Kalau kau cantik dan pintar aku bertaruh kau akan mendapatkan banyak uang saat dewasa nanti.”
Ha Na berkata kalau Bo Mi bisa mendapatkan banyak uang sebagai kartunis. Karakter kartun yang Bo Mi buat untuknya benar-benar mirip, mata yang besar dan kaki yang panjang. Bo Mi tertawa.
Bo Mi berkeinginan membuat gambar kartun yang memiliki alur cerita. Dengan karakter wanita protagonis yang sangat cantik, katanya sambil memandang Seo Hyun. Ha Na menebak karakter wanita itu pasti dirinya. Bo Mi berkata kemungkinan karakter Ha Na juga akan keluar di story komiknya.
Ha Na : “Benar lho ya. Kalau benar kau harus menunjukan padaku dulu.”
Bo Mi mengangguk pasti, Ha Na senang karena ia akan menjadi pembaca pertama kartunis jenius Eun Bo Mi. Keduanya tertawa-tawa bahagia.
Dong Goo yang terheran-heran bicara pada bonekanya, “Kenapa mereka? apa yang terjadi pada mereka? kenapa mereka lengket sekali? Aku tak mengerti mereka sama sekali.”
Para guru kelas 6 berkumpul disatu tempat. Guru Ma sibuk dengan laptopnya. Guru Jung repot mempercantik diri.
Guru Yang benar-benar tak mengerti apa menekankan nilai pada anak-anak itu baik. Tanpa liburan, membuat anak-anak terus mengerjakan soal di kelas. Ia tak mau melakukan pendidikan yang seperti itu. Guru Goo ingin setuju dengan pendapat Guru Yang tapi ia ragu mengataknnya karena disana ada Guru Ma. Guru Ma pun tahu kalau yang dibicarakan Guru Yang itu mengenai kelasnya.
Guru Yang : “Pendidikan di sekolah dan pendidikan bimbel Hagwon itu jelas berbeda, itu yang ingin aku katakan.”
Guru Ma : “Jadi pendidikan umum dan pendidkan privat, apa perbedaannya? Apa materi pembelajaran sekolah dan hagwon berbeda, ataukah kelas yang kita ajar yang berbeda?”
Guru Yang bilang itu sama, tapi... Guru Jung mengingatkan kalau mereka sedang bersantai di tempat ini kenapa membicarakan itu. “Apa liburan itu hanya untuk anak-anak? Kita juga perlu istirahat.”
Guru Yang bertanya pada Guru Ma kenapa tetap mengajar di sekolah. Kalau sekolah dan Hagwon itu sama, dengan kemampuan yang dimiliki Guru Ma bukankah mengajar di Hagwon itu lebih baik.
Guru Ma menutup laptop-nya, “Menjadi pengajar sekolah umum adalah misiku.” ucap Guru Ma kemudian berlalu dari sana.
Yang dilakukan Na Ri cs adalah berdiri di depan pintu sebagai penyambut tamu (wah yang lain kepanasan, nih 3 orang berdiri adem di dalam ruangan) Ketiganya menyapa tiap kali ada pengunjung yang masuk.
Sun Young dan Hwa Jung berterima kasih karena Na Ri telah mengajaknya mendapatkan tugas yang enak. Na Ri bilang kalau ia bisa memanfaatkan kedudukan ibunya untuk melakukan hal seperti ini.
Na Ri melihat ibunya datang bersama wakasek. Ibu Na Ri berterima kasih pada wakasek karena sudah menugaskan Na Ri menjadi penyambut tamu. Ibu Na Ri melihat jam tangannya dan bertanya apa masih ada waktu lagi. Wakasek berkata kalau mereka masih memiliki waktu 1 jam lagi sebelum makan siang.
Ibu Na Ri pun cemas, “Benarkah? Tapi apa anak-anak ini harus berdiri selama itu? saat tak ada pengunjung bukankah tidak apa-apa kalau mereka duduk?”
(busyet Bu, ini udah enak adem pula. Masih nawar. Cape deh)
Wakasek bingung mengatakannya. Ibu Na Ri mengedipkan mata pada putrinya.
Anak-anak kelelahan berkerja bakti.
Kim Ga Eul berlari ke arah Soo Jin dan mengatakan kalau Na Ri cs hanya duduk santai di depan pintu menyambut para tamu. Mereka jelas marah, “Apa-apaan ini, ada yang bersenang-senang dan bersantai-santai sementara yang lain bekerja memeras keringat.” Semuanya marah.
Mereka berbondong-bondong menuju pintu masuk untuk protes. Ha Na dan Bo Mi yang tak tahu apa-apa heran melihat teman-temannya masuk ke gedung. Keduanya pun mengikuti mereka. Seo Hyun yang ingin tahu apa yang terjadi juga mengikuti mereka.
Bener deh Na Ri cs duduk santai minum minuman enak sama ibunya n wakasek. Na Ri bahkan dikipasin sama ibunya.
Rombongan kelas 6-3 pun berdiri di hadapan Na Ri cs menatap marah. Wakasek heran melihat anak-anak ini berlarian kesini saat bekerja bakti. Na Ri cs duduk diam.
Soo Jin protes bagaimana wakasek memutuskan siapa yang melakukan kerja bakti. Ga Eul juga bertanya kenapa Na Ri cs hanya duduk nyaman menyambut para tamu. Bit Na berkata kalau ini tak adil karena mereka mendapatkan nilai yang sama. Wakasek tak mengerti apa maksud mereka tidak adil, bukankah disana dan sini itu sama saja, bukankah yang kalian lakukan itu mengerjakan tugas masing-masing. Tugas yang mereka dapatkan itu tak perlu mereka permasalahkan.
“Kalau kau menyumbang uang yang banyak, kau bisa mendapatkan perlakuan tertentu.” Sambung yang lain.
Lee Da In : “Bukankah ini ketidakadilan.”
Ji Min : “Ini tak adil, aku akan mengatakanya pada ibuku.”
Mereka pun menggerutu marah. Na Ri cs cuma diam saja.
“Apa yang kalian lakukan?” Guru Ma datang menegur siswanya. Wakasek akan mengatakan perihal anak didik Guru Ma, tapi Guru Ma langsung menyela bicara pada siswanya.
Anak-anak diam.
“Apa perkataanku kurang jelas?” ucapan Guru ma terdengar tegas, “Diskriminasi adalah fakta dalam hidup. orang dengan uang dan kekuasaan mendapatkan perlakukan yang lebih baik dan perhatian mereka pada anak-anaknya adalah sesuatu yang wajar. Ini adalah hukum di dunia tempat kalian tinggal.” Guru Ma sekilas menatap Ibu Na Ri, “Anak yang orang tuanya 1% berbeda dengan kalian, dari rumah sakit kalian dilahirkan sampai ke pemakaman ketika kalian meninggali nanti.”
Wakasek dan Ibu Na Ri tak habis pikir ternyata Guru Ma menjelaskan hal seperti itu pada anak-anak. Guru Ma menyuruh siswanya untuk kembali bekerja bakti karena mereka masih memiliki sisa waktu 30 menit.
Anak-anak pergi dari sana sambil menatap marah ke Na Ri cs. Guru Ma pun permisi.
Ibu Na Ri tampak kesal dengan ucapan Guru Ma, seakan-akan ucapan itu menghinanya.
Na Ri muntah-muntah di toilet. Ia meremas kesal selempang yang ia pakai sebagai penyambut tamu. Ia membuangnya ke tempat sampah.
Keluar dari toilet Na Ri berpapasan dengan Ha Na. Na Ri tak peduli, tanpa menyapa ia berlalu dari sana. Ha Na yang mencemaskan Na Ri berlari menyusulnya.
Keluar dari toilet Na Ri berpapasan dengan Ha Na. Na Ri tak peduli, tanpa menyapa ia berlalu dari sana. Ha Na yang mencemaskan Na Ri berlari menyusulnya.
Seo Hyun yang berada di tangga melongok ke bawah. Ia melihat Ha Na mengejar Na Ri. Seo Hyun terus memperhatikan keduanya.
Na Ri kesal Ha Na membuntutinya terus. Ha Na tentu saja khawatir dengan kondisi Na Ri. Na Ri mencibir ekspresi wajah khawatir yang Ha Na tunjukan padanya. Tapi Ha Na benar-benar mengkhawatirkan Na Ri, “Apa kau baik-baik saja?”
Na Ri : “Apa kau mengkhawatirkanku sekarang?”
Bo Mi melihat Seo Hyun berdiri melongok ke bawah. Ia penasaran apa yang dilihat Seo Hyun, ia pun ikut melihatnya. Teman yang lain heran kenapa Seo Hyun dan Bo Mi melihat ke bawah. Mereka pun melihat Ha Na sedang bicara dengan Na Ri.
Ha Na berkata kalau sejak kemarin Na Ri bersikap aneh. Ia cemas apa Na Ri sakit. Na Ri menyangkal ia tak sakit, ia malah marah dan mengancam, kalau Ha Na masih berani bicara seperti itu lagi, apa perlu ia memberikan pelajaran lagi pada Ha Na. Ha Na mengingatkan bukankah ia dan Na Ri sudah menjadi teman sejak TK. Ia tahu kalau akhir-akhir ini Na Ri terlihat stres.
Na Ri kesal bukan main, ia membentak Ha Na. “teman? Aku tak pernah berteman denganmu. Itu hanya khayalanmu. Aku tak punya teman satu pun di TK.”
Ha Na juga meninggikan suaranya, ia meminta Na Ri berhenti bersikap seperti ini. Ia tak pernah melihat Na Ri seperti ini.
Na Ri membenarkan, ia sudah menipu Ha Na dengan sikapnya. “Apa kau merasa ditipu? Kalau iya silakan saja adukan. Kalau sebenarnya Go Na Ri yang mencuri dompet Soo Jin dan yang memotretnya.”
Soo Jin yang ikut mendengar dari atas tercenang ternyata selama ini Na Ri yang melakukannya dan melempar kesalahan pada Ha Na. Teman lain juga terkejut mendengar pengakuan Na Ri.
Na Ri masih marah-marah, kalau Ha Na mau mengadukan ini silakan saja. Ha Na sedih Na Ri bersikap seperti ini. Na Ri menatap tajam memperingatkan jangan pernah Ha Na menatapnya seperti itu karena ia dan Ha Na bukan teman.
Mata Ha Na berkaca-kaca mendengar ucapan Na Ri. Na Ri yang marah meninggalkan tempat itu.
Terdengar kasak-kusuk mencomooh Na Ri yang sudah tak bisa dipercaya. Ha Na mendongakan wajahnya dan terkejut melihat semua temannya ada disana. Itu berarti mereka sudah mendengar apa yang Na Ri katakan.
Kerja bakti selesai, saatnya makan siang. Wakil kepala sekolah menyampaikan bahwa yang menyediakan makan ini anggota dewan sekolah meraka, ibunya Na Ri. Anak-anak memberikan tepuk tangan setengah mati dengan tampang cemberut. Guru Ma memperhatikan raut wajah setiap muridnya yang terlihat cemberut.
Mereka pun mengambil makanan. Na Ri meminta teman-temannya makan yang banyak dan yang kenyang. Soo Jin mencegat Na Ri. Na Ri tersenyum pada Soo Jin mengatakan kalau buffet-nya rasanya enak sekali.
“Apa kau selama ini membodohiku?” ucap Soo Jin tajam. Na Ri tak mengerti apa yang Soo Jin katakan.
Soo Jin mengatakan kalau apa yang baru saja Na Ri katakan pada Ha Na, ia sudah mendengar semuanya. Mata Na Ri membesar terkejut.
Teman-teman yang lain berdiri mengerumuni Na Ri sambil menatap marah karena sudah dibodohi oleh Na Ri, bahkan Sun Young dan Hwa Jung pun marah pada Na Ri. Ha Na terlihat cemas takut sesuatu yang buruk terjadi pada teman-temannya.
Ga Eul : “Go Na Ri, kau ini sampah.”
Hwa Jung : “Apa itu perbuatanmu?”
Jo Yeon Hoo : “Mencuri dan menfitnah. Berapa kejahatan itu?”
“Dasar tak tahu malu.” Mereka menggerutu.
Na Ri terlihat panik, cemas, dan ketakutan mendengar cemoohan mereka. Tangannya gemetaran dan tanpa sengaja menjatuhkan piring yang ada di tangannya.
Ibu Na Ri dan para guru melihat itu. Ibu Na Ri menghampiri mereka menanyakan apa yang terjadi. Wakasek juga bertanya apa terjadi sesuatu. Na Ri berbohong bilang tidak ada apa-apa, teman-temannya hanya bercanda.
Soo Jin marah, “Bercanda kau bilang? Pencuri yang mencuri dompetku itu kau.”
Ibu Na Ri terkejut mendengar putrinya dituduh mencuri.
Ga Eul : “Kudengar kau yang mengambil foto di kolam renang dan menyalahkan Ha Na.”
Sun Yung : “Teganya kau membodohiku?”
Hwa Jung menuntut penjelasan dari Na Ri. Ibu Na Ri bingung apa yang teman-teman Na Ri bicarakan. Kenapa Na Ri mencuri dompet. Wakasek juga bertanya pada Na Ri apa yang mereka tuduhkan itu benar. Na Ri berbohong mengatakan itu tidak benar, mereka hanya marah karena masalah dimana ia menjadi penyambut tamu. Na Ri menunduk cemas.
Ibu Na Ri percaya saja pada penjelasan putrinya karena bagaimana mungkin Na Ri mencuri dompet. Ia menilai anak-anak ini sungguh berani. “Apa kalian berhak memfitnah teman kalian?”
“Na Ri lah yang sudah memfitnah.” seru Ji Min.
Ga Eul : “Apa yang dikatakanya pada Shim Ha Na dengan mulutnya sendiri, kami semua mendengarnya.”
Wakasek pun ingin meminta penjelasan dari Ha Na, apakah yang mereka katakan itu benar. Ha Na bingung menjawabnya bagaimana. Ibu Na Ri bertanya pada Ha Na, apa sebenarnya yang dibicarakan anak-anak ini.
Na Ri akan menjelaskan pada ibunya tapi ibu Na Ri meminta putrinya diam dulu, ia yang akan mengurus masalah ini. Ia minta Ha Na menceritakan semuanya.
Guru Ma dengan tatapan tajam duduk diam di tempatnya.
Guru Ma dengan tatapan tajam duduk diam di tempatnya.
Belum sempat Ha Na bicara Na Ri sudah menyela marah, “Shim Ha Na, ini semua gara-gra kau. Sejak awal aku seharusnya tak berteman denganmu.” Na Ri kabur dari sana dengan amarah yang memuncak.
Di Hagwon, Ha Na berusaha menghubungi Na Ri. Tapi ponsel Na Ri tak aktif. Sun Young dan Hwa Jung sampai disana dan melihat Ha Na. Keduanya merasa bersalah pada Ha Na dan menyesal. Keduanya minta maaf, “Kami tak tahu kalau Na Ri membodohi kami.”
Ha Na tak mempermasalahkan itu, ia bertanya apa keduanya sudah dihubungi oleh Na Ri. Hwa Jung malah balik bertanya kalau kejadian ini menimpa Ha Na apa Ha Na akan menghubungi seseorang.
Ha Na mendapat panggilan telepon dari ibu Na Ri, “Tante, apa Na Ri sudah menelepon? Belum? Baik. Aku akan mencarinya. Aku akan menghubungi tante segera!”
Hwa Jung bertanya apa Na Ri tak ada di rumah. Ha Na mengajak kedua temannya mencari Na Ri. Hwa Jung dan Sun Young jelas menolaknya. Ha Na tak mengerti dengan keduanya, “Apa kalian mau mengucilkan Na Ri seperti yang kalian lakukan padaku?” Sun Young dan Hwa Jung diam berpandangan.
Tepat saat itu ponsel ketiganya bunyi. Dari aplikasi chat room. “Matilah kalian!” Na Ri yang menulisnya. Ketiganya berpandangan terkejut.
Dong Goo dan Bo Mi lari-lari menemui Ha Na dan Seo Hyun. Bo Mi mengatakan kalau ia sudah memeriksa lantai 6 dan 7 dan juga di dekat pasar tapi Na Ri tak ada. Ha Na semakin cemas kemana sebenarnya Na Ri pergi.
Dong Goo punya ide bisakah kita melacak ponselnya Na Ri. Ha Na bilang kalau ibu Na Ri sudah mencobanya tapi itu tak berhasil karena Na Ri mematikan ponselnya. Seo Hyun berkata kalau begitu tak ada yang bisa mereka lakukan.
Ha Na : “Apa maksudmu kita menyerah? Aku juga menerima pesan. Kurasa dia mulai berfikir yang aneh-aneh. Bagaimana bisa kita hanya menunggu? aku akan mencarinya lagi.”
Seo Hyun : “Kenapa kau mencarinya sendirian? Kita hubungi anak-anak dan mencarinya bersama-sama.”
Bo Mi tak yakin mereka akan membantu. Seo Hyun menyarankan lebih baik Ha Na yang menghubungi teman-teman. Karena ia yakin mereka tak akan mengabaikan permintaan Ha Na. Ha Na pun menghubungi teman-temannya.
Ha Na dan Dong Goo celingukan di sepanjang jalan mencari keberadaan Na Ri. Dong Goo tak mengerti dengan Ha Na, bukankah Ha Na membenci Na Ri. Bukankah Na Ri banyak berbuat buruk pada Ha Na.
Ha Na masih celingukan, “Ah ga tahu deh. Itu akan kupikirkan nanti.”
Ha Na menerima sms dari teman yang melihat keberadaan Na Ri. Ada teman dari kelas 6-2 yang mengatakan kalau dia melihat Na Ri menuju sekolah. Dong Goo heran untuk apa Na Ri malam-malam begitn menuju sekolah.
Malam hari di SD Sandeul, suasana sekolah benar benar sepi dan gelap. Tapi disatu kelas tepatnya ruang kelas 6-3 semua meja kursi jempalikan, berantakan. Kertas dan buku-buku berserakan.
Ha Na, Dong Goo, Seo Hyun dan Bo Mi berlari menuju sekolah. Mereka berempat lari secepat mungkin mencari keberadaan Na Ri.
Di kelas 6-3 tampak seorang anak mengucurkan cairan ke lantai kelas. Ya itu Na Ri yang menyiram bensin ke lantai kelasnya. Sepertinya ia akan berbuat nekat.
Mereka berempat sampai di kelas dan terkejut begitu melihat kondisi kelas yang berantakan.
Keempatnya juga dikejutkan dengan Na Ri yang menyiram lantai menggunakan bensin. Na Ri melihat mereka berempat datang, ia menyuruh mereka pergi.
Na Ri marah dan melempar dirigen bensin yang sudah kosong. Ia mulai menyalakan korek api. “Kubilang pergi. Sebelum aku menyalakan apinya!”
Dong Goo : “Apa yang kau lakukan?”
“Apa kau tak tahu?” tatapan Na Ri semakin tajam.
Teman-teman yang lain sampai disana dan terkejut melihat Na Ri menyalakan korek api. Mereka juga mencium bau bensin.
Na Ri menatap mereka marah, “Apa kalian datang untuk melihat sebuah pertunjukan? Melihatku seperti ini, apa aku terlihat lucu?” Na Ri membentak, “Sudah kubilang pergilah kalian!” Mereka takut Na Ri akan benar-benar berbuat nekat.
Guru Ma sampai disana. Na Ri marah sekali melihatnya. Guru Ma mendekat perlahan ke arah Na Ri.
Korek api ditangan Na Ri masih menyala, “Ibu datang, aku akan membakar sekolah ini. Guru sepertimu, matilah bersama.”
Guru Ma bersikap tenang tak takut dengan ancaman Na Ri. Ia perlahan terus mendekat pada Na Ri.
Tiba-tiba korek api ditangan Na Ri mati. Na Ri yang gugup berusaha menyalakan kembali koreknya, tapi gagal. Guru Ma terus mendekat ke arahnya.
Na Ri membuang korek itu dan mencari senjata lain. Ia menemukan cutter. Ia mengacungkan cutter itu ke arah Guru Ma. Guru Ma sedikit tegang melihatnya tapi ia berusaha bersikap tenang.
“Hidup berbeda, menjadi yang lebih baik dari yang lain. Apa ibu tahu betapa sulitnya itu? aku tak boleh gagal dan membuat kesalahan. Itu karena aku spesial, itu karena aku bukan kalian. Tapi semuanya berantakan, ini semua salah Bu Guru.” Na Ri yang menangis meninggikan suaranya.
Guru Ma : “Salahku?”
Suara Na Ri masih meninggi, “Ibu yang sudah menakuti siswa, menjadi mata-mata, apa itu masuk akal?” Na Ri menangis marah, “Apa kalian tahu betapa sulitnya itu untukku?”
Dengan tenang Guru Ma menangkap cutter itu. Tangannya tepat menangkap benda tajam dan menggenggamnya kuat-kuat. Anak-anak terkejut tercengang melihatnya. Na Ri juga terkejut melihat Guru Ma menangkap cutter dengan tangan kosong.
Guru Ma : “Kalau begitu, kau seharusnya tak melakukannya. Kalau kau merasa itu salah, seharusnya kau mengatakan ini, ‘aku tak bisa’ ‘aku tak akan melakukannya’”
Guru Ma semakin erat menggenggam cutter hingga ada cairan yang mengalir disela-selanya. Telapak tangan Guru Ma mengeluarkan darah.
Bersambung di episode 8
Komentar :
waduh saya bingung mau ngomentarin dari mana dulu, banyak banget yang terjadi di episode ini. Mulai dari Na Ri yang menjadi spy, Ha Na n Bo Mi yang kembali bersahabat, Perbedaan pandangan antar guru, hingga terungkapnya kasus Na Ri.
Menurut saya Na Ri bukanlah pelaku melainkan korban, ah ya setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Ingin anaknya menjadi paling baik diantara yang lain dan itulah beban Na Ri, ditambah lagi ia memiliki masalah di sekolahnya. Jadilah ia rada stres deh hehehe.
Bagaimana selanjutnya, apa yang akan terjadi pada Ha Na dkk. Kapan sih rahasia kehidupan Guru Ma terungkap...????
Komentar :
waduh saya bingung mau ngomentarin dari mana dulu, banyak banget yang terjadi di episode ini. Mulai dari Na Ri yang menjadi spy, Ha Na n Bo Mi yang kembali bersahabat, Perbedaan pandangan antar guru, hingga terungkapnya kasus Na Ri.
Menurut saya Na Ri bukanlah pelaku melainkan korban, ah ya setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Ingin anaknya menjadi paling baik diantara yang lain dan itulah beban Na Ri, ditambah lagi ia memiliki masalah di sekolahnya. Jadilah ia rada stres deh hehehe.
Bagaimana selanjutnya, apa yang akan terjadi pada Ha Na dkk. Kapan sih rahasia kehidupan Guru Ma terungkap...????
daebak sist Anis.. sinop komplit episode 7 nya cpt bgt.. gomawo.. betul2 disini kita ditunjukkan berbagai karakter orangtua. dan karakter ibunya na ri ini terlalu membebankan ambisi pribadi pd putrinya.. pelajaran utk para ortu ^^
ReplyDeleteAnis buat sinop nya langsung ga pake di buat Part 1 n 2....
ReplyDeletemakin penasaran sma Anak Kelas 6-3, apalgi Guru Ma..
Klo kata Bo Ri di "AAMR" itu namanya Two Face, itulah Na Ri :D
Lanjut Nis eps 8... SeMangat
Ditunggu episode 8nya kakak (ɔˆ ³(ˆ⌣ˆc)
ReplyDeletekurasa na ri tertekan dengan keadaannya yg sprt itu.....
ReplyDeletesiapa yg g stress digituin???
yaampun geregetan pengen komen muka na ri yang kelihata jelek banget. hehe
ReplyDeleteS̤̥̈̊є̲̣̥є̲̣̣̣̥♍ªªªηgªª†̥ trus buat mb anis
ReplyDeleteSemangat yaa buat ngelanjutin sinopsisnya
ReplyDeleteakting anak2nya bagus bangeet!! semangat buat melanjutkan, ditunggu episode selanjutnya
ReplyDeletewwwuuuaahhhhhh ...asekk..
ReplyDelete