Na Ri menyerang Guru Ma menggunakan cutter. Guru Ma menangkap cutter itu dengan tangan kosong. Ia menggenggamnya erat. Seluruh siswanya terkejut melihatnya.
Guru Ma berkata kalau Na Ri seharusnya menolak tugas menjadi mata-mata yang ia tawarkan. Kalau menurut Na Ri hal itu salah seharusnya Na Ri mengatakan ‘aku tak bisa’ ‘aku tak akan melakukannya’
Na Ri terkejut dan menangis melihat di sela telapak tangannya dan telapak tangan Guru Ma mengalir darah segar. Ia menangis ketakutan, perlahan ia melepas cutter itu dari tangannya.
Guru Ma menjatuhkan cutter yang penuh darah dan segera membalut lukanya dengan sapu tangan. Ha Na yang melihat tangan gurunya terluka khawatir. Guru Ma mengatakan pada siswanya kalau lukanya tidak apa-apa, jadi tak perlu khawatir.
Guru Ma mengatakan kalau Na Ri sendiri-lah yang sudah membuang harga diri. “Harga diri yang sesungguhnya adalah berani mengakui kesalahanmu. Karena kau takut, kau menjual kehormatanmu.”
Guru Ma memberi nasehat pada seluruh siswanya, “Kalian ingatlah ini. Jangan menjual harga diri kalian dengan uang atau kekuasaan di dunia ini. Yang benar-benar berharga bagi diri kalian tak ada satu pun yang bisa membelinya.”
Na Ri menunduk menyadari kesalahannya.
Keesokan harinya, Ha Na yang sudah bangun tidur melihat lihat foto kebersamaannya dengan Na Ri. Ibu masuk ke kamar berniat membangunkan Ha Na yang sampai siang hari belum juga bangun. “Apa kau akan terlambat bangun karena ini akhir pekan?” Ha Na berkata kalau ia sudah bangun dari tadi. Ibu menyuruh Ha Na bersiap-siap ikut dengannya untuk makan siang. Ha Na yang heran dengan ajakan ibunya bertanya kemana ibunya akan membawanya.
Ibu mengajak Ha Na ke restouran dan membelikan pizza. Ha Na bertanya bagaimana dengan Eonni-nya. Ibu mengingatkan bukankah ia sudah bilang kalau hari ini ia mengkhususkan kebersamaannya dengan Ha Na. Ia mengajak Ha Na untuk menikmati makanan yang tidak bisa mereka nikmati ketika ada Ha Yoon. Ha Na langsung melahap pizza-nya. (hahaha penderita diabetes emang makannya diatur ya, ga segala macam makanan dilahap)
Ibu tahu kalau belakangan ini Ha Na mengalami masa sulit. Ha Na berusaha menutupi dengan berkata tidak. Ia mengatakan kalau ia juga membeli pizza untuk dimakan bersama teman-temannya. Ibu berkata kalau yang ia maksud bukan tentang pizza, yang ia maksud adalah masalah yang Ha Na alami dengan Na Ri. Ibu sudah mengetahui semuanya.
Ibu tak mengerti kenapa Ha Na tak mengatakan masalah itu padanya. Ha Na menunduk minta maaf. Ibu sama sekali tak memarahi Ha Na. Ia malah bertanya apa menurut Ha Na ia tak bisa membantu masalah itu sehingga Ha Na sama sekali tak menceritakan hal itu padanya. Ha Na bilang bukan begitu, itu karena ibunya sudah terlalu sibuk dengan merawat Eonni ditambah lagi ayah yang... Ha Na tak berani melanjutkan ucapannya.
Ibu terdiam terkejut Ha Na mengetahui permasalahannya dengan ayah. Ibu menyadari kalau masalah orang tua sudah membuat Ha Na khawatir. Ibu minta maaf, ia tahu kalau hal ini pasti sulit bagi Ha Na.
Ha Na tersenyum mengatakan pada ibunya kalau kesalahpahaman diantara temannya sekarang sudah selesai. Ibu ikut senang mendengarnya tapi ia berpesan kalau lain kali Ha Na mengalami kesusahan ia harap Ha Na menceritakan itu padanya, kapan saja. Baginya tak ada yang lebih penting daripada putrinya. Ha Na mengangguk mengerti. Ibu mendengar kabar kalau akibat masalah ini Na Ri kemungkinan akan di kirim sekolah ke luar negeri. Ha Na menunduk sedih.
Untuk membuat pikiran Na Ri tenang, Ibu Na Ri membawa putrinya ke rumah sakit. Ia bicara dengan suaminya melalui telepon. Ibu Na Ri mengatakan pada suaminya kalau Na Ri sudah mengakui semua padanya. Ia tahu kalau suaminya pasti menyarankan dirinya untuk tetap tenang.
Ayah Na Ri sepertinya menyarankan istrinya untuk melakukan konsultasi psikologi, tapi sepertinya ibu Na Ri tak setuju. Ia tak bisa membiarkan hal ini menjadi catatan buruk bagi Na Ri. Catatan perawatan Na Ri di rumah sakit juga harus menyatakan kalau dia Gatritis (radang lambung) atau semacamnya. Ia berharap suaminya bisa menghubungi direktur rumah sakit untuk membuat catatan diagnosa yang seperti itu. Tapi sepertinya ayah Na Ri tak bisa melakukannya karena itu tindakan ilegal.
Ibu Na Ri jelas kesal pada suaminya, pernyatan sehat untuk orang lain saja bisa suaminya lakukan kenapa tidak untuk putri mereka sendiri. Na Ri terbaring diam di tempat tidurnya sambil mendengarkan ibunya menelepon.
Usai menelepon suaminya, Ibu Na Ri menghibur putrinya agar tak perlu khawatir mengenai catatan sekolah. Ia meyakini kalau hal itu tak akan ada masalah karena ia akan mengurus semuanya. Na Ri diam saja.
Ibu kepala sekolah menikmati liburan di lingkungan sekolah. Ia berjemur layaknya berada di pantai hahaha. “Karena tak ada murid atau guru di sekolah, tempat ini tenang dan indah.” ucapnya sambil membaca buku.
Justin datang membawakan minuman dingin untuknya. “Hanya karena panas dimusim panas, dibandingkan udara dingin dari AC, udara alami seperti ini mereka bilang itu baik untuk kesehatan dan kulitmu.”
Bu Kepsek menyemprotkan pelembab wajah ke wajahnya hahaha. Justin tertawa melihatnya. (udah tua pake bertingkah kayak masih muda aja ya haha)
Justin heran kenapa Ibu Kepsek memilih liburan di lingkungan sekolah daripada pergi ke pantai. Ibu kepsek mengatakan kalau kita pergi liburan ke pantai atau semacamnya itu hanya akan membuat kita bertabrakan dengan orang. Justin tertawa mendengar alasan ibu kepsek.
Tiga orang wali kelas 6 menemui ibu kepala sekolah. Ibu kepsek tentu saja heran kenapa guru-guru kelas 6 ini datang ke sekolah. Ia menebak apa pesta makan malamnya akan dilaksanakan hari ini. Guru Goo, Guru Jung dan Guru Yang bingung mengatakannya bagaimana.
Di ruang kepala sekolah. Ibu Na Ri mengajak seorang jaksa yang ia tunjuk sebagai pengacaranya untuk menyelesaikan masalah Na Ri agar terbebas dari catatan buruk di sekolah. Ibu Na Ri berkata kalau wakil kepala sekolah pasti tahu betul dengan sifatnya, ia kesini tidak hanya meminta sesuatu untuk Na Ri.
Wakasek mengerti tapi kasus yang didakwa Na Ri adalah usaha membakar gedung sekolah dan menyerang guru. Pengacara berkata kalau dakwaan tersebut belum diakui secara resmi. Ia menilai ucapan wakasek ini sepertinya tidak tepat. Ibu Na Ri membenarkan, itu pandangan wakasek saja yang mengatakan seakan-akan telah terjadi sesuatu yang sangat serius.
Wakasek berkata kalau kejadian ini memang serius. Ibu Na Ri menyela itu sebabnya ia datang kesini dan meminta bertemu dengan wakasek meskipun sekarang hari libur. Bukankah wakasek tahu kalau Na Ri itu bukan tipe anak yang bisa melakukan hal seperti itu. Ia harap wakasek memastikan tidak timbul yang namanya ketidakadilan. Wakasek mengerti tidak ada yang tidak adil. Ibu Na Ri kembali menyela kalau hubungan anak-anak yang terlihat bukan sebenarnya, hubungan antara wakasek dan dirinya bukanlah seperti hubungan biasa antara guru dan walimurid, tapi lebih dari itu. Ibu Na Ri mengatakan kalau sekarang saatnya wakasek menunjukan kemampuan.
Wakasek bingung, ia berjanji akan berusaha keras tapi yang terpenting adalah posisi Guru Ma sebagai korban penyerangan. Kalau dia menuntut tak akan ada cara yang bisa ibu Na Ri hadapi untuk menghindarinya. Ibu Na Ri meyakinkan kalau ia dan wakasek berusaha keras pasti akan ada caranya.
Luka di telapak tangan Guru Ma sudah dibalut dengan perban. Di depan ruang kepala sekolah ia berusaha menguasai diri agar tetap tenang. Ia pun masuk ke ruangan itu.
Guru Goo menyampaikan bukankah ibu kepsek mendengar kejadian tentang Go Na Ri. Ibu kepsek meminta guru-guru kelas 6 mendiskusikan masalah ini dengan wakil kepala sekolah. Ia sudah mengambil cuti sejak bulan Maret jadi orang yang bekerjalah yang menyelesaikannya.
Guru Jung menilai kalau wakasek itu sepertinya tak akan bisa mengatasi masalah ini dengan adil. Guru Goo menambahkan ini karena wakil kepala sangat dekat dengan ibu Na Ri. Guru Jung berkata bahkan saat kejadian ini terjadi, cara penyelesaiannya sepertinya hanya untuk menyenangkan hati orang tua. Ia merasa ini tak benar. Guru Yang juga menilai kalau yang namanya kebenaran harus diungkapkan dengan tepat.
Guru Jung membenarkan ini kasus guru yang dilukai oleh siswa. Kalau kita berpura-pura tak terjadi sesuatu dan membiarkannya bagaimana bisa ia bisa terus menjadi guru. Di zaman sekarang, siswa kelas 6 itu badannya sudah sebesar orang dewasa. Guru Goo berharap ibu kepala sekolah segera turun tangan. Kembali ke ruang kepsek.
Jaksa yang sekarang menjadi pengacara keluarga Na Ri berkata kalau nanti pihak sekolah memutuskan masalah ini terkait dengan pendisiplinan maka mereka akan mencari keadilan di pengadilan. Wakasek kaget kenapa harus ke pengadilan. Pengacara berkata kalau ada beberapa hal yang perlu dipertanyakan kalau mereka akhirnya ke pengadilan. Yang namanya tindakan pendisiplinan kemungkinan akan ditolak oleh pengadilan, jadi ia harap wakasek mengetahui hal ini lebih dulu. Sebagai anggota dewan sekolah ibu Na Ri ingin masalah ini tidak berkembang terlalu jauh.
Disaat mereka sedang berdiskusi, ibu kepala sekolah datang. Wakasek minta maaf karena sudah menggunakan ruangan kepala sekolah untuk melakukan diskusi. Ibu kepsek tak mempermasalahkannya karena nantinya juga ruangan itu akan menjadi ruangan milik wakasek.
Ibu kepsek menoleh pada Guru Ma. Ia sudah mendengar apa yang terjadi pada Guru Ma, ia mencemaskan luka yang dialami Guru Ma. Guru Ma menggenggam kedua tangannya yang terlihat gugup. Ia berusaha setenang mungkin mengatakan kalau ia tak apa-apa.
Ibu kepsek beralih ke ibu Na Ri, ia tahu kalau ibu Na Ri juga pasti sangat khawatir. Ia ingin tahu keadaan Na Ri bagaimana, apa baik-baik saja. Ibu Na Ri menjawab pendek ya. Ibu kepsek pun menyuruh mereka kembali meneruskan diskusi.
Pengacara mengatakan kalau untuk tindakan pendisiplinan, korban harus menyerahkan keluhan secara resmi jadi ia ingin mendengar dari Guru Ma langsung. Guru Ma mengatakan kalau ia tak berkeinginan untuk melaporkan Na Ri pada komite disiplin. Ibu Na Ri tersenyum menyambut senang ucapan Guru Ma. Wakasek juga lega, ia tahu kalau Guru Ma mengtakan itu maka penyelesaiannya akan terasa lebih mudah. Ibu Na Ri pun menyambutnya senang, ia juga tahu kalau Guru Ma pasti seorang guru yang pengertian.
Tapi Guru Ma belum menyelesaikan ucapannya, catatan pencurian dompet atau tentang pengucilan yang dilakukan oleh Na Ri tahun ini, ia mencatatnya dengan akurat sebagai bagian tindakan dari ringkasan kehidupan pribadi.
Ibu Na Ri jelas tak bisa menerima putrinya mendapatkan catatan buruk apapun di sekolah. Bukankah Guru Ma tak ingin sekolah mendapatkan masalah yang lebih besar tapi kenapa Guru Ma tak ingin melepaskan Na Ri. Yang ia inginkan tidak ada satu-pun catatan buruk tentang Na Ri. Wakasek berharap Guru Ma mau mempertimbangkan masa depan si murid kelak dan mengambil jalan tengahnya saja.
Guru Ma tetap dengan pendiriannya, menuliskan catatan yang akurat tentang siswa adalah tanggung jawab dasar seorang guru. Ibu Na Ri manahan geram, “Jadi apa anda ingin meninggalkan bekas noda di kehidupan anak-anak? Apa begitu? Kalau begitu, aku tak akan membiarkan anakku berada di kelas anda.” Ibu Na Ri akan mengirim Na Ri sekolah ke luar negeri tapi tetap ia tak bisa membiarkan Na Ri memiliki catatan buruk di sekolah lama. “Apa kita harus ke pengadilan hanya karena hal seperti ini?”
Guru Ma tetap pada pendiriannya kalau ia hanya melakukan tugasnya sebagai guru. Ibu Na Ri makin emosi, apa Guru Ma akan terus melawan seperti ini sampai akhir. Ia tak menyangka kalau Guru Ma orang yang seperti itu.
Ibu kepsek yang dari tadi diam memperhatikan diskusi menenangkan ibu Na Ri. Menurutnya sekarang ini bukan saatnya berkata seperti itu. “Mengirim Na Ri ke luar negeri atau mau menuntut sekolah itu terserah anda. Tapi yang paling penting sekarang bukan tentang mengirimnya ke luar negeri atau memperbaiki catatannya. Bukankah anda ini ibunya Na Ri, anda seharusnya memperhatikan Na Ri lebih dulu. Kalau anak-anak melukai orang lain, di dalam hati mereka juga terluka. Dan siapa yang mereka butuhkan ketika terluka? Ibunya. Saat anak-anak terluka, seorang guru memiliki batasan, bahkan dokter juga memiliki batasan. Tapi yang bisa dilakukan seorang ibu itu tak ada batasannya.”
Ibu kepsek menambahkan seperti yang Guru Ma inginkan, pihak sekolah tak akan sampai pada komite kedisiplinan. Masalah catatan sekolah bukanlah yang paling mendesak, karena hal itu bisa diurus nanti. Ia berharap ibu Na Ri cepat mendampingi Na Ri sekarang karena anak itu lebih membutuhkan perhatian.
Na Ri berada di kamar rawat melamun sendirian.
Bo Mi mencoba menggambar salah satu karakter kartun di komik. Ha Na yang juga membaca komik bolak-balik melihat ponsel-nya. Bo Mi penasaran Ha Na menunggu telepon dari siapa. Ha Na berkata kalau ia menunggu kabar dari Na Ri. Bo Mi bertanya kalau Ha Na jadi Na Ri, apa akan menghubungi lebih dulu.
Menurut Bo Mi, Na Ri itu kemungkinan sekarang sangat kesepian. “Mirip denganku. Karena aku sangat kesepian setelah mengkhianatimu.” Bo Mi kemudian tersenyum menatap Ha Na, “Aku bahagia sekali karena kau temanku.” Keduanya tertawa.
Ha Na kembali teringat pada Na Ri. Ia membuka album foto di ponselnya. Foto-foto keakrabannya dengan Na Ri ketika Na Ri menginap di rumahnya. Ha Na merasa kalau ia dan Na Ri itu akan menjadi teman selamanya.
Bo Mi menebak kalau Na Ri pasti akan pindah sekolah. Ha Na memberi tahu kalau ia mendengar Na Ri akan pergi sekolah ke luar negeri. Ia tahu kalau bahasa inggris Na Ri bagus, jadi dia pasti akan baik-baik saja.
“Apa kau sedih?” tanya Bo Mi.
“Ya Sedikit.” jawab Ha Na pelan.
Bo Mi merasa perkataan nenek sihir itu sepertinya ada benarnya, “Karena ada hal yang tidak bisa kau beli dengan uang.”
Ha Na menjenguk Na Ri di rumah sakit. Keduanya duduk di luar gedung rumah sakit. Ha Na yang mencemaskan Na Ri bertanya apa Na Ri sakit. Na Ri bilang tidak, ia mengatakan kalau tubuhnya sehat-sehat saja. Ia juga mengatakan kalau ibunya baru saja mendengar pengakuannya. Kalau pihak sekolah melaporkan ke komite disiplin atau semacamnya ibunya bilang dengan tinggal di rumah sakit akan ada manfaatnya.
Ha Na melihat kalau keadaan Na Ri lebih baik dari yang ia pikirkan. Na Ri sedikit sewot, “Apa kau pikir aku mengalami gangguan jiwa dan mulai manjambak rambut atau menggambar dinding?” Ha Na tertawa. Na Ri kemudian bertanya, “Bagaimana menurutmu, sekarang kau melihatku seperti ini, apa kau menyukainya?”
Ha Na jelas kesal Na Ri menganggapnya seperti itu. Na Ri tersenyum, ia hanya bercanda kok. Ia tahu Ha Na tak akan datang menjenguk kalau berfikiran seperti itu. Ia juga mengatakan kalau sekarang hatinya sudah merasa lega.
Na Ri pun mulai menceritakan isi hatinya, “Ketika pertama kali aku mencuri dompet itu, jantungku berdebar kencang. Kemudian aku penyakitimu di kolam renang, aku tak merasakan apapun. Dan saat aku kembali tersadar, aku menangis di depan nenek sihir itu.”
Na Ri tak mengerti kenapa nenek sihir itu tak menyerahkannya pada komite disiplin sekolah. Ia mendengar kalau nenek sihir melepaskannya begitu saja. Ha Na menebak itu mungkin karena Na Ri sudah mendapatkan hukuman.
Na Ri berkata kalau saat itu (saat ngamuk mau bakar sekolah), ia tahu kalau Ha Na pasti akan datang. Ha Na bertanya apa saat itu Na Ri menunggunya. Na Ri berkata itu karena ia tak berani menghubungi Ha Na lebih dulu. Na Ri mengusap air matanya yang tiba-tiba menetes. Ia berterimakasih karena Ha Na sudah menjenguknya sebelum ia pergi. Ia memberi tahu kalau ia akan ke luar negeri.
Ha Na yang sedih bertanya kemana Na Ri akan pergi. Na Ri belum tahu, ibunya yang akan memutuskan itu. Ha Na kembali bertanya, apa Na Ri benar-benar mau pergi. Na Ri terdiam sesaat. Kemudian ia berkata tak ada jalan lain bagi dirinya selain pergi. Ia tak bisa ke sekolah lagi. Ha Na tanya kenapa, apa Na Ri takut dikucilkan. Na Ri balik bertanya, apa teman-teman akan memaafkannya. Ha Na menunduk tak bisa memastikannya.
Ibu Sun Young, ibu Hwa Jung dan ibu In Bo berada disebuah kafe. Yang mereka obrolkan tentu saja masalah Na Ri. Ibu Sun Young sudah menduga kalau Na Ri akan bermasalah seperti ini. Ibu In Bo menyahut kalau kepribadian Na Ri itu mirip dengan ibunya.
Ibu Hwa Jung tak bisa membayangkan kalau seandainya yang melakukan itu putrinya. Ibu In Bo merasa kasihan pada Ha Na, ia ikut merasakan kalau ibu Ha Na juga pasti hatinya terluka karena masalah ini. Ibu Sun Young mengingatkan kalau mereka harus bersikap netral, meskipun ia kasihan pada ibu Ha Na, tapi kalau masalah pengucilan ini menjadi besar maka anak-anak mereka juga akan kena masalah, ditambah lagi tak ada gunanya memihak salah satunya.
Ibu In Bo melihat ibu Na Ri sampai disana (untung aja ibu Na Ri ga denger apa yang mereka perbincangkan) ibu Na Ri mencari dimana ibu Ha Na. Tepat saat itu Ibu Ha Na juga datang. Keduanya pun bicara secara pribadi.
Ibu Na Ri benar-benar tak percaya kalau ternyata putrinya melakukan hal seperti itu. Ibu Ha Na juga tahu itu, bukankah Ha Na dan Na Ri berteman baik. Ibu Na Ri merasa kalau mereka sebagai orang tua tidak mengetahui sepenuhnya apa yang terjadi pada anak-anak. Ia benar-benar tak mengerti, tak ada alasan bagi Na Ri melakukan hal itu.
Ibu Na Ri merasa kalau masalah ini berakar dari guru kelasnya. Kalau benar demikian maka ini bukan hanya masalah bagi Na Ri. Ia akan mengumpulkan informasi dan kalau ada sesuatu ia akan segera menghubungi ibu Ha Na.
Guru Yang berada disebuah restouran sedang menerima telepon. Ia mengatakan pada orang di telepon kalau kencan butanya ini sudah diatur. Ia tak bisa mengelak permintaan orang tuanya.
Pria yang kencan buta dengan Guru Yang pun datang. Pria tampan bernama Kang Jin Min memperkenalkan diri kalau dia adalah seorang jaksa di wilayah Seoul. Jaksa Kang mengatakan kalau diantara teman seprofesinya, mereka sangat menghormati guru. Guru Yang berkata kalau pasti ada pilihan yang lebih baik untuk Jaksa Kang dibandingkan seorang guru.
Jaksa Kang ini sepertinya bukan tipe pria yang menuntut banyak terhadap pasangannya. Dia tak harus memiliki pasangan yang sukses dibidang tertentu. Ia hanya ingin memiliki pasangan hidup yang memiliki profesi yang cocok dengan tugas sebagai ibu rumah tangga. Guru Yang tampak tersipu.
Jaksa Kang senang ketika mengetahui teman kencan butanya ini seorang guru dan ia tambah senang ketika bertemu dengan Guru Yang langsung. Ia mengaku kalau dirinya memiliki kepribadian yang terbuka. Ketika apa yang dilihatnya cantik maka ia pun akan bilang itu cantik. Guru Yang makin tersipu hahaha.
Jaksa Kang tahu, sebagai seorang guru, Guru Yang pasti memiliki banyak waktu luang ketika liburan musim panas. Ia merasa kalau pasangan antara jaksa dan guru itu sangat ideal. Karena seorang guru biasanya memiliki banyak waktu untuk mendukung suaminya ketika bekerja.
Guru Yang tak mengerti apa maksudnya. Jaksa Kang berkata jika istrinya bekerja sebagai guru ia bisa mempercayakan sepenuhnya pada istri untuk mengurus anak. Jaksa Kang berharap kalau ada lagi guru cantik lain seperti Guru Yang, apa perlu mereka mengatur untuk melakukan kencan buta juga. (ada ngacung-ngacung hahaha) Guru Yang terbata-bata mengatakan kalau ia tak yakin ada atau tidak. (sepertinya Guru Yang kurang sreg ya sama pak Jaksa ini. Kalau ga mau buat saya aja deh hahaha)
Ibu Na Ri memutuskan untuk mengirim putrinya sekolah ke luar negeri. Bagi Ibu Na Ri mengirim Na Ri secepatnya ke luar negeri akan lebih baik untuk anaknya. Guru Ma menunduk diam, jelas terlihat di wajahnya kalau ia sedih akan kehilangan salah satu siswanya. Wakasek menilai kalau Na Ri akan baik-baik saja kemana pun dia pergi sekolah.
Dengan ketus ibu Na Ri menyindir kalau Guru Ma sudah melakukan kerja dengan bagus. Na Ri memberi hormat pada gurunya sebelum ia pergi. Walaupun perasaannya sedih Guru Ma berusaha menutupinya dengan selalu bersikap dingin. Ia menyuruh Na Ri segera mengosongkan loker sebelum pergi. Ibu Na Ri bilang tak usah, lebih baik dibuang saja. Guru Ma menatap tajam Na Ri. Na Ri mengerti ia akan mengosongkan lokernya. (huwaaaa Guru Ma kayak mau nangis)
Na Ri berdiri di depan pintu kelas melihat teman-temannya yang sedang bersenda gurau. Ia tampak was-was sebelum masuk ke kelasnya. Ia menarik nafas berusaha menguasai diri.
Ketika Na Ri membuka pintu dan masuk ke kelas, semua mata menatap tertuju padanya. Suasana kelas pun hening. Na Ri tak berani menatap teman-temannya. Ia berjalan menunduk menuju lokernya. Semua mata mengikuti arah kemana Na Ri pergi.
Ha Na yang khawatir bertanya apa Na Ri benar-benar akan pergi dari sekolah ini. Na Ri tak berkata apa-apa, ia hanya mengangguk. Na Ri mengambil semua buku yang ada di lokernya. Ia kemudian berbalik menatap teman-temannya satu persatu. Tapi mereka memalingkan wajah.
Na Ri yang menyadari kesalahannya memberanikan diri menyapa teman-temannya. Semuanya menatap Na Ri. Na Ri dengan tulus minta maaf atas semua kesalahannya. Ia sadar kalau dirinya tak pantas mendapatkan maaf dari teman-temannya hanya karena mengatakan hal ini. Ia pamit akan belajar ke luar negeri. Ia melakukan ini supaya merasa lebih baik ketika pergi. Ia sungguh-sungguh minta maaf. Mata Hwa Jung berkaca-kaca mendengar permintaan maaf Na Ri.
Tiba-tiba Guru Ma sampai di kelas dan bertanya apa mereka sudah selesai bicaranya. Anak-anak pun kembali duduk rapi di tempat masing-masing. Guru Ma mengingatkan Na Ri kalau sudah selesai mengosongkan loker lebih baik segera pergi, jangan mengganggu jalannya pelajaran. Guru Ma juga menegur Ha Na selaku ketua kelas yang hanya berdiri diam di sana. Ha Na yang mengerti segera kembali ke tempat duduknya dan memberi aba-aba untuk memberi hormat pada Guru Ma.
Guru Ma memerintahkan siswanya untuk segera membuka buku pelajaran. Ia pun mulai menulis di papan tulis. Na Ri dengan perasaan sedih meninggalkan kelasnya. Guru Ma terdiam sesaat ketika menulis di papan tulis, ia hampir menangis karena tak bisa mempertahankan satu siswanya yang akan pergi. Tapi perasaan sedih itu langsung ia tepis jauh-jauh.
Dengan langkah gontai Na Ri meninggalkan gedung sekolahnya. Ia berbalik menatap sedih gedung sekolah yang selama ini menjadi tempatnya menuntut ilmu. Panggilan ibunya yang meminta dirinya segera naik ke mobil membuatnya segera menghapus perasaan sedihnya.
Pembelajaran usai, anak-anak kelas 6-3 bersiap akan pulang. Ha Na langsung berdiri dan meminta perhatian teman-temannya. Semua menatap Ha Na siap mendengarkan. “Na Ri, apa kita begitu saja melepaskan dia pergi?” Semua diam saling memandang.
Na Ri berada di kamarnya membereskan pakaian yang akan ia bawa. Ponselnya bunyi, ia dapat pesan. Sebuah pesan video dari Ha Na. Na Ri pun membuka video itu.
Ha Na merekam situasi di kelas. Terlihat Sun Young dan Hwa Jung menunduk sedih tak tahu harus berkata apa. Tiba-tiba muncul Oh Dong Goo dengan tingkah lucunya.
Dong Goo : “Hei Go Na Ri, kau ke Amerika untuk bolos sekolah ya? Hei, akulah ahlinya bolos sekolah.”
Terdengar suara Ha Na yang menyuruh Dong Goo untuk menyingkir. Na Ri terharu tersenyum melihat tingkah lucu temannya.
Kemudian tampak wajah Sun Young dan Hwa Jung yang menunduk sedih.
Sun Young : “Na Ri, jujur saja setelah aku tahu kebenarannya aku sangat kecewa dan marah padamu. Tapi setelah kupikirkan, kami juga tak lebih baik darimu.”
Hwa Jung menangis, “Kau tak bisa mengatakannya pada kita, mungkin itu saat yang sulit. Hei, kau jangan pergi. Kau jangan benar-benar pergi ya. Apa kau ingin meninggalkan kami disini?”
Air mata Na Ri mengalir di wajah cantiknya.
Soo Jin : “Hei Go Na Ri, apa kau melarikan diri? Itu sama sekali bukan seperti dirimu. Kami sudah melupakan masa lalu. Jadi kembalilah.”
Kang Min Jae : “Hei Go Na Ri, jangan menangis saat melihat video ini ya. Datanglah cepat!”
Lee Dong Jin : “Kemarilah cepat!”
Park Kyung Hyun : “Benar Go Na Ri. Cepatlah kesini!”
Cha Jung Soo : “Apa kau keluar negeri hanya karena itu? kembalilah!”
Han Gook : “Kembalilah, kami akan baik padamu.”
Na Ri menangis, ia tak bisa lagi membendung air matanya.
Bo Mi bicara lirih, “Permintaan maafmu kemarin sepertinya keren.”
Terdengar suara Ha Na yang mengingatkan Bo Mi untuk bicara lebih banyak lagi.
Bo Mi : “Kau tak punya teman disana. Kau akan bosan disana. Kalau kau disini kau akan punya banyak teman.”
Saatnya giliran Ha Na yang bicara. “Na Ri, apa kau ingat pertama kali kita masuk sekolah? Saat kita berbahagia karena kita sekelas. Tapi bagaimana kalau kita tak bertemu lagi? Jangan pergi ya, semuanya menunggumu. Temanku selamanya Go Na Ri, kau akan datang kan? Aku akan menunggumu!”
Na Ri tak bisa menahan air matanya. Ia menangis keras meluapkan segala perasaan sedihnya. Ia tak menyangka kalau dirinya memiliki teman sebaik mereka. Ibu Na Ri yang melihat putrinya menangis ikut merasa sedih.
Apa Na Ri akan tetap pergi keluar negeri? Bersambung di part 2
Ha Na tersenyum mengatakan pada ibunya kalau kesalahpahaman diantara temannya sekarang sudah selesai. Ibu ikut senang mendengarnya tapi ia berpesan kalau lain kali Ha Na mengalami kesusahan ia harap Ha Na menceritakan itu padanya, kapan saja. Baginya tak ada yang lebih penting daripada putrinya. Ha Na mengangguk mengerti. Ibu mendengar kabar kalau akibat masalah ini Na Ri kemungkinan akan di kirim sekolah ke luar negeri. Ha Na menunduk sedih.
Untuk membuat pikiran Na Ri tenang, Ibu Na Ri membawa putrinya ke rumah sakit. Ia bicara dengan suaminya melalui telepon. Ibu Na Ri mengatakan pada suaminya kalau Na Ri sudah mengakui semua padanya. Ia tahu kalau suaminya pasti menyarankan dirinya untuk tetap tenang.
Ayah Na Ri sepertinya menyarankan istrinya untuk melakukan konsultasi psikologi, tapi sepertinya ibu Na Ri tak setuju. Ia tak bisa membiarkan hal ini menjadi catatan buruk bagi Na Ri. Catatan perawatan Na Ri di rumah sakit juga harus menyatakan kalau dia Gatritis (radang lambung) atau semacamnya. Ia berharap suaminya bisa menghubungi direktur rumah sakit untuk membuat catatan diagnosa yang seperti itu. Tapi sepertinya ayah Na Ri tak bisa melakukannya karena itu tindakan ilegal.
Ibu Na Ri jelas kesal pada suaminya, pernyatan sehat untuk orang lain saja bisa suaminya lakukan kenapa tidak untuk putri mereka sendiri. Na Ri terbaring diam di tempat tidurnya sambil mendengarkan ibunya menelepon.
Usai menelepon suaminya, Ibu Na Ri menghibur putrinya agar tak perlu khawatir mengenai catatan sekolah. Ia meyakini kalau hal itu tak akan ada masalah karena ia akan mengurus semuanya. Na Ri diam saja.
Ibu kepala sekolah menikmati liburan di lingkungan sekolah. Ia berjemur layaknya berada di pantai hahaha. “Karena tak ada murid atau guru di sekolah, tempat ini tenang dan indah.” ucapnya sambil membaca buku.
Justin datang membawakan minuman dingin untuknya. “Hanya karena panas dimusim panas, dibandingkan udara dingin dari AC, udara alami seperti ini mereka bilang itu baik untuk kesehatan dan kulitmu.”
Bu Kepsek menyemprotkan pelembab wajah ke wajahnya hahaha. Justin tertawa melihatnya. (udah tua pake bertingkah kayak masih muda aja ya haha)
Justin heran kenapa Ibu Kepsek memilih liburan di lingkungan sekolah daripada pergi ke pantai. Ibu kepsek mengatakan kalau kita pergi liburan ke pantai atau semacamnya itu hanya akan membuat kita bertabrakan dengan orang. Justin tertawa mendengar alasan ibu kepsek.
Tiga orang wali kelas 6 menemui ibu kepala sekolah. Ibu kepsek tentu saja heran kenapa guru-guru kelas 6 ini datang ke sekolah. Ia menebak apa pesta makan malamnya akan dilaksanakan hari ini. Guru Goo, Guru Jung dan Guru Yang bingung mengatakannya bagaimana.
Di ruang kepala sekolah. Ibu Na Ri mengajak seorang jaksa yang ia tunjuk sebagai pengacaranya untuk menyelesaikan masalah Na Ri agar terbebas dari catatan buruk di sekolah. Ibu Na Ri berkata kalau wakil kepala sekolah pasti tahu betul dengan sifatnya, ia kesini tidak hanya meminta sesuatu untuk Na Ri.
Wakasek mengerti tapi kasus yang didakwa Na Ri adalah usaha membakar gedung sekolah dan menyerang guru. Pengacara berkata kalau dakwaan tersebut belum diakui secara resmi. Ia menilai ucapan wakasek ini sepertinya tidak tepat. Ibu Na Ri membenarkan, itu pandangan wakasek saja yang mengatakan seakan-akan telah terjadi sesuatu yang sangat serius.
Wakasek berkata kalau kejadian ini memang serius. Ibu Na Ri menyela itu sebabnya ia datang kesini dan meminta bertemu dengan wakasek meskipun sekarang hari libur. Bukankah wakasek tahu kalau Na Ri itu bukan tipe anak yang bisa melakukan hal seperti itu. Ia harap wakasek memastikan tidak timbul yang namanya ketidakadilan. Wakasek mengerti tidak ada yang tidak adil. Ibu Na Ri kembali menyela kalau hubungan anak-anak yang terlihat bukan sebenarnya, hubungan antara wakasek dan dirinya bukanlah seperti hubungan biasa antara guru dan walimurid, tapi lebih dari itu. Ibu Na Ri mengatakan kalau sekarang saatnya wakasek menunjukan kemampuan.
Wakasek bingung, ia berjanji akan berusaha keras tapi yang terpenting adalah posisi Guru Ma sebagai korban penyerangan. Kalau dia menuntut tak akan ada cara yang bisa ibu Na Ri hadapi untuk menghindarinya. Ibu Na Ri meyakinkan kalau ia dan wakasek berusaha keras pasti akan ada caranya.
Luka di telapak tangan Guru Ma sudah dibalut dengan perban. Di depan ruang kepala sekolah ia berusaha menguasai diri agar tetap tenang. Ia pun masuk ke ruangan itu.
Guru Goo menyampaikan bukankah ibu kepsek mendengar kejadian tentang Go Na Ri. Ibu kepsek meminta guru-guru kelas 6 mendiskusikan masalah ini dengan wakil kepala sekolah. Ia sudah mengambil cuti sejak bulan Maret jadi orang yang bekerjalah yang menyelesaikannya.
Guru Jung menilai kalau wakasek itu sepertinya tak akan bisa mengatasi masalah ini dengan adil. Guru Goo menambahkan ini karena wakil kepala sangat dekat dengan ibu Na Ri. Guru Jung berkata bahkan saat kejadian ini terjadi, cara penyelesaiannya sepertinya hanya untuk menyenangkan hati orang tua. Ia merasa ini tak benar. Guru Yang juga menilai kalau yang namanya kebenaran harus diungkapkan dengan tepat.
Guru Jung membenarkan ini kasus guru yang dilukai oleh siswa. Kalau kita berpura-pura tak terjadi sesuatu dan membiarkannya bagaimana bisa ia bisa terus menjadi guru. Di zaman sekarang, siswa kelas 6 itu badannya sudah sebesar orang dewasa. Guru Goo berharap ibu kepala sekolah segera turun tangan. Kembali ke ruang kepsek.
Jaksa yang sekarang menjadi pengacara keluarga Na Ri berkata kalau nanti pihak sekolah memutuskan masalah ini terkait dengan pendisiplinan maka mereka akan mencari keadilan di pengadilan. Wakasek kaget kenapa harus ke pengadilan. Pengacara berkata kalau ada beberapa hal yang perlu dipertanyakan kalau mereka akhirnya ke pengadilan. Yang namanya tindakan pendisiplinan kemungkinan akan ditolak oleh pengadilan, jadi ia harap wakasek mengetahui hal ini lebih dulu. Sebagai anggota dewan sekolah ibu Na Ri ingin masalah ini tidak berkembang terlalu jauh.
Disaat mereka sedang berdiskusi, ibu kepala sekolah datang. Wakasek minta maaf karena sudah menggunakan ruangan kepala sekolah untuk melakukan diskusi. Ibu kepsek tak mempermasalahkannya karena nantinya juga ruangan itu akan menjadi ruangan milik wakasek.
Ibu kepsek menoleh pada Guru Ma. Ia sudah mendengar apa yang terjadi pada Guru Ma, ia mencemaskan luka yang dialami Guru Ma. Guru Ma menggenggam kedua tangannya yang terlihat gugup. Ia berusaha setenang mungkin mengatakan kalau ia tak apa-apa.
Ibu kepsek beralih ke ibu Na Ri, ia tahu kalau ibu Na Ri juga pasti sangat khawatir. Ia ingin tahu keadaan Na Ri bagaimana, apa baik-baik saja. Ibu Na Ri menjawab pendek ya. Ibu kepsek pun menyuruh mereka kembali meneruskan diskusi.
Pengacara mengatakan kalau untuk tindakan pendisiplinan, korban harus menyerahkan keluhan secara resmi jadi ia ingin mendengar dari Guru Ma langsung. Guru Ma mengatakan kalau ia tak berkeinginan untuk melaporkan Na Ri pada komite disiplin. Ibu Na Ri tersenyum menyambut senang ucapan Guru Ma. Wakasek juga lega, ia tahu kalau Guru Ma mengtakan itu maka penyelesaiannya akan terasa lebih mudah. Ibu Na Ri pun menyambutnya senang, ia juga tahu kalau Guru Ma pasti seorang guru yang pengertian.
Tapi Guru Ma belum menyelesaikan ucapannya, catatan pencurian dompet atau tentang pengucilan yang dilakukan oleh Na Ri tahun ini, ia mencatatnya dengan akurat sebagai bagian tindakan dari ringkasan kehidupan pribadi.
Ibu Na Ri jelas tak bisa menerima putrinya mendapatkan catatan buruk apapun di sekolah. Bukankah Guru Ma tak ingin sekolah mendapatkan masalah yang lebih besar tapi kenapa Guru Ma tak ingin melepaskan Na Ri. Yang ia inginkan tidak ada satu-pun catatan buruk tentang Na Ri. Wakasek berharap Guru Ma mau mempertimbangkan masa depan si murid kelak dan mengambil jalan tengahnya saja.
Guru Ma tetap dengan pendiriannya, menuliskan catatan yang akurat tentang siswa adalah tanggung jawab dasar seorang guru. Ibu Na Ri manahan geram, “Jadi apa anda ingin meninggalkan bekas noda di kehidupan anak-anak? Apa begitu? Kalau begitu, aku tak akan membiarkan anakku berada di kelas anda.” Ibu Na Ri akan mengirim Na Ri sekolah ke luar negeri tapi tetap ia tak bisa membiarkan Na Ri memiliki catatan buruk di sekolah lama. “Apa kita harus ke pengadilan hanya karena hal seperti ini?”
Guru Ma tetap pada pendiriannya kalau ia hanya melakukan tugasnya sebagai guru. Ibu Na Ri makin emosi, apa Guru Ma akan terus melawan seperti ini sampai akhir. Ia tak menyangka kalau Guru Ma orang yang seperti itu.
Ibu kepsek yang dari tadi diam memperhatikan diskusi menenangkan ibu Na Ri. Menurutnya sekarang ini bukan saatnya berkata seperti itu. “Mengirim Na Ri ke luar negeri atau mau menuntut sekolah itu terserah anda. Tapi yang paling penting sekarang bukan tentang mengirimnya ke luar negeri atau memperbaiki catatannya. Bukankah anda ini ibunya Na Ri, anda seharusnya memperhatikan Na Ri lebih dulu. Kalau anak-anak melukai orang lain, di dalam hati mereka juga terluka. Dan siapa yang mereka butuhkan ketika terluka? Ibunya. Saat anak-anak terluka, seorang guru memiliki batasan, bahkan dokter juga memiliki batasan. Tapi yang bisa dilakukan seorang ibu itu tak ada batasannya.”
Ibu kepsek menambahkan seperti yang Guru Ma inginkan, pihak sekolah tak akan sampai pada komite kedisiplinan. Masalah catatan sekolah bukanlah yang paling mendesak, karena hal itu bisa diurus nanti. Ia berharap ibu Na Ri cepat mendampingi Na Ri sekarang karena anak itu lebih membutuhkan perhatian.
Na Ri berada di kamar rawat melamun sendirian.
Bo Mi mencoba menggambar salah satu karakter kartun di komik. Ha Na yang juga membaca komik bolak-balik melihat ponsel-nya. Bo Mi penasaran Ha Na menunggu telepon dari siapa. Ha Na berkata kalau ia menunggu kabar dari Na Ri. Bo Mi bertanya kalau Ha Na jadi Na Ri, apa akan menghubungi lebih dulu.
Menurut Bo Mi, Na Ri itu kemungkinan sekarang sangat kesepian. “Mirip denganku. Karena aku sangat kesepian setelah mengkhianatimu.” Bo Mi kemudian tersenyum menatap Ha Na, “Aku bahagia sekali karena kau temanku.” Keduanya tertawa.
Ha Na kembali teringat pada Na Ri. Ia membuka album foto di ponselnya. Foto-foto keakrabannya dengan Na Ri ketika Na Ri menginap di rumahnya. Ha Na merasa kalau ia dan Na Ri itu akan menjadi teman selamanya.
Bo Mi menebak kalau Na Ri pasti akan pindah sekolah. Ha Na memberi tahu kalau ia mendengar Na Ri akan pergi sekolah ke luar negeri. Ia tahu kalau bahasa inggris Na Ri bagus, jadi dia pasti akan baik-baik saja.
“Apa kau sedih?” tanya Bo Mi.
“Ya Sedikit.” jawab Ha Na pelan.
Bo Mi merasa perkataan nenek sihir itu sepertinya ada benarnya, “Karena ada hal yang tidak bisa kau beli dengan uang.”
Ha Na menjenguk Na Ri di rumah sakit. Keduanya duduk di luar gedung rumah sakit. Ha Na yang mencemaskan Na Ri bertanya apa Na Ri sakit. Na Ri bilang tidak, ia mengatakan kalau tubuhnya sehat-sehat saja. Ia juga mengatakan kalau ibunya baru saja mendengar pengakuannya. Kalau pihak sekolah melaporkan ke komite disiplin atau semacamnya ibunya bilang dengan tinggal di rumah sakit akan ada manfaatnya.
Ha Na melihat kalau keadaan Na Ri lebih baik dari yang ia pikirkan. Na Ri sedikit sewot, “Apa kau pikir aku mengalami gangguan jiwa dan mulai manjambak rambut atau menggambar dinding?” Ha Na tertawa. Na Ri kemudian bertanya, “Bagaimana menurutmu, sekarang kau melihatku seperti ini, apa kau menyukainya?”
Ha Na jelas kesal Na Ri menganggapnya seperti itu. Na Ri tersenyum, ia hanya bercanda kok. Ia tahu Ha Na tak akan datang menjenguk kalau berfikiran seperti itu. Ia juga mengatakan kalau sekarang hatinya sudah merasa lega.
Na Ri pun mulai menceritakan isi hatinya, “Ketika pertama kali aku mencuri dompet itu, jantungku berdebar kencang. Kemudian aku penyakitimu di kolam renang, aku tak merasakan apapun. Dan saat aku kembali tersadar, aku menangis di depan nenek sihir itu.”
Na Ri tak mengerti kenapa nenek sihir itu tak menyerahkannya pada komite disiplin sekolah. Ia mendengar kalau nenek sihir melepaskannya begitu saja. Ha Na menebak itu mungkin karena Na Ri sudah mendapatkan hukuman.
Na Ri berkata kalau saat itu (saat ngamuk mau bakar sekolah), ia tahu kalau Ha Na pasti akan datang. Ha Na bertanya apa saat itu Na Ri menunggunya. Na Ri berkata itu karena ia tak berani menghubungi Ha Na lebih dulu. Na Ri mengusap air matanya yang tiba-tiba menetes. Ia berterimakasih karena Ha Na sudah menjenguknya sebelum ia pergi. Ia memberi tahu kalau ia akan ke luar negeri.
Ha Na yang sedih bertanya kemana Na Ri akan pergi. Na Ri belum tahu, ibunya yang akan memutuskan itu. Ha Na kembali bertanya, apa Na Ri benar-benar mau pergi. Na Ri terdiam sesaat. Kemudian ia berkata tak ada jalan lain bagi dirinya selain pergi. Ia tak bisa ke sekolah lagi. Ha Na tanya kenapa, apa Na Ri takut dikucilkan. Na Ri balik bertanya, apa teman-teman akan memaafkannya. Ha Na menunduk tak bisa memastikannya.
Ibu Sun Young, ibu Hwa Jung dan ibu In Bo berada disebuah kafe. Yang mereka obrolkan tentu saja masalah Na Ri. Ibu Sun Young sudah menduga kalau Na Ri akan bermasalah seperti ini. Ibu In Bo menyahut kalau kepribadian Na Ri itu mirip dengan ibunya.
Ibu Hwa Jung tak bisa membayangkan kalau seandainya yang melakukan itu putrinya. Ibu In Bo merasa kasihan pada Ha Na, ia ikut merasakan kalau ibu Ha Na juga pasti hatinya terluka karena masalah ini. Ibu Sun Young mengingatkan kalau mereka harus bersikap netral, meskipun ia kasihan pada ibu Ha Na, tapi kalau masalah pengucilan ini menjadi besar maka anak-anak mereka juga akan kena masalah, ditambah lagi tak ada gunanya memihak salah satunya.
Ibu In Bo melihat ibu Na Ri sampai disana (untung aja ibu Na Ri ga denger apa yang mereka perbincangkan) ibu Na Ri mencari dimana ibu Ha Na. Tepat saat itu Ibu Ha Na juga datang. Keduanya pun bicara secara pribadi.
Ibu Na Ri benar-benar tak percaya kalau ternyata putrinya melakukan hal seperti itu. Ibu Ha Na juga tahu itu, bukankah Ha Na dan Na Ri berteman baik. Ibu Na Ri merasa kalau mereka sebagai orang tua tidak mengetahui sepenuhnya apa yang terjadi pada anak-anak. Ia benar-benar tak mengerti, tak ada alasan bagi Na Ri melakukan hal itu.
Ibu Na Ri merasa kalau masalah ini berakar dari guru kelasnya. Kalau benar demikian maka ini bukan hanya masalah bagi Na Ri. Ia akan mengumpulkan informasi dan kalau ada sesuatu ia akan segera menghubungi ibu Ha Na.
Guru Yang berada disebuah restouran sedang menerima telepon. Ia mengatakan pada orang di telepon kalau kencan butanya ini sudah diatur. Ia tak bisa mengelak permintaan orang tuanya.
Pria yang kencan buta dengan Guru Yang pun datang. Pria tampan bernama Kang Jin Min memperkenalkan diri kalau dia adalah seorang jaksa di wilayah Seoul. Jaksa Kang mengatakan kalau diantara teman seprofesinya, mereka sangat menghormati guru. Guru Yang berkata kalau pasti ada pilihan yang lebih baik untuk Jaksa Kang dibandingkan seorang guru.
Jaksa Kang ini sepertinya bukan tipe pria yang menuntut banyak terhadap pasangannya. Dia tak harus memiliki pasangan yang sukses dibidang tertentu. Ia hanya ingin memiliki pasangan hidup yang memiliki profesi yang cocok dengan tugas sebagai ibu rumah tangga. Guru Yang tampak tersipu.
Jaksa Kang senang ketika mengetahui teman kencan butanya ini seorang guru dan ia tambah senang ketika bertemu dengan Guru Yang langsung. Ia mengaku kalau dirinya memiliki kepribadian yang terbuka. Ketika apa yang dilihatnya cantik maka ia pun akan bilang itu cantik. Guru Yang makin tersipu hahaha.
Jaksa Kang tahu, sebagai seorang guru, Guru Yang pasti memiliki banyak waktu luang ketika liburan musim panas. Ia merasa kalau pasangan antara jaksa dan guru itu sangat ideal. Karena seorang guru biasanya memiliki banyak waktu untuk mendukung suaminya ketika bekerja.
Guru Yang tak mengerti apa maksudnya. Jaksa Kang berkata jika istrinya bekerja sebagai guru ia bisa mempercayakan sepenuhnya pada istri untuk mengurus anak. Jaksa Kang berharap kalau ada lagi guru cantik lain seperti Guru Yang, apa perlu mereka mengatur untuk melakukan kencan buta juga. (ada ngacung-ngacung hahaha) Guru Yang terbata-bata mengatakan kalau ia tak yakin ada atau tidak. (sepertinya Guru Yang kurang sreg ya sama pak Jaksa ini. Kalau ga mau buat saya aja deh hahaha)
Ibu Na Ri memutuskan untuk mengirim putrinya sekolah ke luar negeri. Bagi Ibu Na Ri mengirim Na Ri secepatnya ke luar negeri akan lebih baik untuk anaknya. Guru Ma menunduk diam, jelas terlihat di wajahnya kalau ia sedih akan kehilangan salah satu siswanya. Wakasek menilai kalau Na Ri akan baik-baik saja kemana pun dia pergi sekolah.
Dengan ketus ibu Na Ri menyindir kalau Guru Ma sudah melakukan kerja dengan bagus. Na Ri memberi hormat pada gurunya sebelum ia pergi. Walaupun perasaannya sedih Guru Ma berusaha menutupinya dengan selalu bersikap dingin. Ia menyuruh Na Ri segera mengosongkan loker sebelum pergi. Ibu Na Ri bilang tak usah, lebih baik dibuang saja. Guru Ma menatap tajam Na Ri. Na Ri mengerti ia akan mengosongkan lokernya. (huwaaaa Guru Ma kayak mau nangis)
Na Ri berdiri di depan pintu kelas melihat teman-temannya yang sedang bersenda gurau. Ia tampak was-was sebelum masuk ke kelasnya. Ia menarik nafas berusaha menguasai diri.
Ketika Na Ri membuka pintu dan masuk ke kelas, semua mata menatap tertuju padanya. Suasana kelas pun hening. Na Ri tak berani menatap teman-temannya. Ia berjalan menunduk menuju lokernya. Semua mata mengikuti arah kemana Na Ri pergi.
Ha Na yang khawatir bertanya apa Na Ri benar-benar akan pergi dari sekolah ini. Na Ri tak berkata apa-apa, ia hanya mengangguk. Na Ri mengambil semua buku yang ada di lokernya. Ia kemudian berbalik menatap teman-temannya satu persatu. Tapi mereka memalingkan wajah.
Na Ri yang menyadari kesalahannya memberanikan diri menyapa teman-temannya. Semuanya menatap Na Ri. Na Ri dengan tulus minta maaf atas semua kesalahannya. Ia sadar kalau dirinya tak pantas mendapatkan maaf dari teman-temannya hanya karena mengatakan hal ini. Ia pamit akan belajar ke luar negeri. Ia melakukan ini supaya merasa lebih baik ketika pergi. Ia sungguh-sungguh minta maaf. Mata Hwa Jung berkaca-kaca mendengar permintaan maaf Na Ri.
Tiba-tiba Guru Ma sampai di kelas dan bertanya apa mereka sudah selesai bicaranya. Anak-anak pun kembali duduk rapi di tempat masing-masing. Guru Ma mengingatkan Na Ri kalau sudah selesai mengosongkan loker lebih baik segera pergi, jangan mengganggu jalannya pelajaran. Guru Ma juga menegur Ha Na selaku ketua kelas yang hanya berdiri diam di sana. Ha Na yang mengerti segera kembali ke tempat duduknya dan memberi aba-aba untuk memberi hormat pada Guru Ma.
Guru Ma memerintahkan siswanya untuk segera membuka buku pelajaran. Ia pun mulai menulis di papan tulis. Na Ri dengan perasaan sedih meninggalkan kelasnya. Guru Ma terdiam sesaat ketika menulis di papan tulis, ia hampir menangis karena tak bisa mempertahankan satu siswanya yang akan pergi. Tapi perasaan sedih itu langsung ia tepis jauh-jauh.
Dengan langkah gontai Na Ri meninggalkan gedung sekolahnya. Ia berbalik menatap sedih gedung sekolah yang selama ini menjadi tempatnya menuntut ilmu. Panggilan ibunya yang meminta dirinya segera naik ke mobil membuatnya segera menghapus perasaan sedihnya.
Pembelajaran usai, anak-anak kelas 6-3 bersiap akan pulang. Ha Na langsung berdiri dan meminta perhatian teman-temannya. Semua menatap Ha Na siap mendengarkan. “Na Ri, apa kita begitu saja melepaskan dia pergi?” Semua diam saling memandang.
Na Ri berada di kamarnya membereskan pakaian yang akan ia bawa. Ponselnya bunyi, ia dapat pesan. Sebuah pesan video dari Ha Na. Na Ri pun membuka video itu.
Ha Na merekam situasi di kelas. Terlihat Sun Young dan Hwa Jung menunduk sedih tak tahu harus berkata apa. Tiba-tiba muncul Oh Dong Goo dengan tingkah lucunya.
Dong Goo : “Hei Go Na Ri, kau ke Amerika untuk bolos sekolah ya? Hei, akulah ahlinya bolos sekolah.”
Terdengar suara Ha Na yang menyuruh Dong Goo untuk menyingkir. Na Ri terharu tersenyum melihat tingkah lucu temannya.
Kemudian tampak wajah Sun Young dan Hwa Jung yang menunduk sedih.
Sun Young : “Na Ri, jujur saja setelah aku tahu kebenarannya aku sangat kecewa dan marah padamu. Tapi setelah kupikirkan, kami juga tak lebih baik darimu.”
Hwa Jung menangis, “Kau tak bisa mengatakannya pada kita, mungkin itu saat yang sulit. Hei, kau jangan pergi. Kau jangan benar-benar pergi ya. Apa kau ingin meninggalkan kami disini?”
Air mata Na Ri mengalir di wajah cantiknya.
Soo Jin : “Hei Go Na Ri, apa kau melarikan diri? Itu sama sekali bukan seperti dirimu. Kami sudah melupakan masa lalu. Jadi kembalilah.”
Kang Min Jae : “Hei Go Na Ri, jangan menangis saat melihat video ini ya. Datanglah cepat!”
Lee Dong Jin : “Kemarilah cepat!”
Park Kyung Hyun : “Benar Go Na Ri. Cepatlah kesini!”
Cha Jung Soo : “Apa kau keluar negeri hanya karena itu? kembalilah!”
Han Gook : “Kembalilah, kami akan baik padamu.”
Na Ri menangis, ia tak bisa lagi membendung air matanya.
Bo Mi bicara lirih, “Permintaan maafmu kemarin sepertinya keren.”
Terdengar suara Ha Na yang mengingatkan Bo Mi untuk bicara lebih banyak lagi.
Bo Mi : “Kau tak punya teman disana. Kau akan bosan disana. Kalau kau disini kau akan punya banyak teman.”
Saatnya giliran Ha Na yang bicara. “Na Ri, apa kau ingat pertama kali kita masuk sekolah? Saat kita berbahagia karena kita sekelas. Tapi bagaimana kalau kita tak bertemu lagi? Jangan pergi ya, semuanya menunggumu. Temanku selamanya Go Na Ri, kau akan datang kan? Aku akan menunggumu!”
Na Ri tak bisa menahan air matanya. Ia menangis keras meluapkan segala perasaan sedihnya. Ia tak menyangka kalau dirinya memiliki teman sebaik mereka. Ibu Na Ri yang melihat putrinya menangis ikut merasa sedih.
Apa Na Ri akan tetap pergi keluar negeri? Bersambung di part 2
Beruntung Na Ri punya teman sebaik dan sepolos Ha Na.
ReplyDeletedi tunggu part 2 nya
ReplyDeletehuwaaaa... pagi2 dikantor udah nangis baca sinop nya Anis "The Queen's Classroom" untung sepi belum pada datang
ReplyDeleteBeruntung nya Na Ri punya temen2 yg masih sayang sma dia..
Semangat Anis part 2 nya hehehe
Pagi" dah mewek nih.....ditunggu part 2 na ya.....
ReplyDeleteStelah seminggu gk ad sinop nya ,akhirnya kluar juga.. Pingin deh punya temen sebaik ha na.. Di tunggu part 2 nya nva anis :)
ReplyDeleteHwa... Terharu. Mengakui kesalahan yang diperbuat dan meminta maaf kadang menjadi hal yang tersulit. Apalagi jika kita memikirkan efek setelahnya (dibenci, dikucilkan). Tapi hal tersulit lainnya adalah memaafkan dan mau menerima kembali orang yang melakukan kesalahan. Wah, Hana keren bisa menggerakkan hati teman-temannya untuk memafkan dan menerima nari kembali. Punya sahabat kayak Hana beruntung ya...
ReplyDeleteDitunggu part 2 nya. Semangat!
-Yumenas titi-
Bacanya Aja udah bikin mewek gmn pas nonton hehehe....
ReplyDeleteAda g ya anak spt HaNa? Part slnjutnya jangan lama" ya mbak ^^
sy cari recap versi inggrisnya tdk ketemu... bisa beri tahu link nya tdk. penasaran bgt kelanjutannya.
ReplyDeletekayaknya ga ada deh... paling review dari hancinema aja..
Deletenangis.....
ReplyDeleteKang Min Jae : “Hei Go Na Ri, jangan
ReplyDeletemenangis saat melihat video ini ya.
Datanglah cepat!”
Aku aku aku.. Bkn na Ri aja yg nangis.. Padahal cm baca doank... Hua hua hua..
Tp kaya πŶª Na Ri G̲̮̲̅͡åк̲̮̲̅͡ kan jd pergi dh.. I wish
hmm ditunggu part 2 nya,bener"bikin nangis pengakuan maaf nya na ri
ReplyDeletewaw keren banget,,, mau dong punya sahabat kayak si Ha Na...
ReplyDeletemakasih mb anis.. persahabatan yg sangat menyentuh.. ^^
ReplyDeletebaru baca sinopsis wajahku bagai ha na yg menangis, wokwowkwk.. keren, lanjut :D
ReplyDeletekeren banget sinopsisnya.. berbakat jadi penulis novel nih kayanya.. :) bisa bikin nangis para reader termasuk aku.. hehe.. semangat terus ya bikin sinopsisnya :D btw visit me too http://intandorama.blogspot.com
ReplyDelete