Keesokan harinya, Ha Na dan Bo Mi menunggu kedatangan seseorang di depan gerbang sekolah. Ha Na melihat jam tangannya, ia cemas, apa mungkin dia terlambat. Bo Mi melihat kalau mobil yang mereka tunggu sudah datang. Keduanya secepat mungkin lari kembali ke dalam.
Ya itu mobil Na Ri. Na Ri memutuskan untuk tak jadi pindah ke luar negeri. Ibu Na Ri menginginkan kepastian putrinya apa Na Ri tak akan menyesal dengan keputusan ini. Dengan tegas Na Ri mengatakan kalau ia meyakini keputusannya.
Mobil Na Ri masuk melalui pintu gerbang sekolah. Tapi tiba-tiba anak-anak kelas 6-3 mencegat mobil Na Ri. Na Ri dan ibunya terkejut, apa yang mereka lakukan. Anak-anak tersenyum.
Ha Na langsung memimpin teman-temannya menyanyi lagu untuk menyambut kedatangan Na Ri. Mereka menyanyi ceria. Na Ri menangis terharu melihat apa yang dilakukan teman-teman untuknya.
Na Ri keluar dari mobil menemui teman-temannya. Ha Na tahu kalau Na Ri pasti akan kembali. Mereka pun mengucapkan selamat datang kembali pada Na Ri. Jung Soo berkata kalau Ha Na meminta mereka untuk datang menyapa Na Ri karena mungkin Na Ri akan merasa sedikit malu kembali ke sekolah. Na Ri tersenyum terharu teman-temannya menyambut dirinya dengan tangan terbuka tanpa dendam. Sun Young dan Hwa Jung langsung memeluk Na Ri. Mereka tersenyum.
Usai mengantar putrinya kembali ke sekolah ibu Na Ri pun pulang. Dalam perjalanan pulang ia menelepon seseorang, ia menyebut orang itu Profesor Yoo. Ia meminta si prof untuk melupakan kejadian Na Ri di sekolah tapi tentang Guru Ma Yeo Jin, ia meminta Prof Yoo untuk melanjutkan apa yang ia minta. (mencari informasi tentang Guru Ma)
Guru Ma dan Wakasek menemui Ibu kepala sekolah. Wakasek berkata kalau Na Ri sudah kembali ke sekolah ini dan ibu Na Ri juga bilang kalau dia tak akan melakukan apapun lagi, jadi apa ibu kepsek masih harus bertindak sejauh ini. Ibu kepsek sudah membaca seluruh laporan yang dibuat Guru Ma tapi sebagai kepala sekolah ia pun memutuskan gaji Guru Ma akan dipotong selama 3 bulan. Ia menyarankan Guru Ma untuk mengadakan tindakan pendisiplinan pada departemen pendidikan. (kenapa jadi Guru Ma yang kena potong gaji???)
Wakasek merasa kalau tindakan pendisiplinan itu agak berlebihan. Bukankah kejadian ini sudah diselesaikan dengan damai. Bagaimana kalau sebagai gantinya Guru Ma melakukan permohonan maaf secara tertulis saja. Ibu kepsek tanya pada Guru Ma, apa Guru Ma keberatan dengan keputusannya. Guru Ma bilang tidak ada, ia siap menerimanya.
Guru Yang melihat lewat jendela, ia tak mengerti dengan keputusan ini. Ia menemui Guru Ma yang tengah menuju kelas. Ada beberapa hal yang membuatnya penasaran. Bukankah Guru Ma bilang kalau yang namanya kejahatan harus dihukum dan yang salah harus menanggung konsekuensinya. Bukankah ini prinsip yang Guru Ma ajarkan. Tapi kenapa kali ini berbeda, bukankah Go Na Ri seharusnya diserahkan pada komite disiplin, kenapa Guru Ma melepaskannya. Prinsip yang dibicarakan itu, bukankah Guru Ma melanggarnya sendiri.
Dengan sikap tenang Guru Ma menatap tajam Guru Yang. “Orang yang seharusnya dihukum karena kejadian ini sudah menyadari kesalahannya.” Itu saja yang Guru Ma ucapkan pada Guru Yang. Ia pun menuju kelasnya. Apa yang disampaikan Guru Ma Membuat Guru Yang terheran-heran dengan sikap misterius Guru Ma.
Guru Ma berdiri di depan kelasnya. Suasana kelas kembali ceria karena Na Ri tak jadi pindah dan perselisihan diantara mereka sudah tak ada lagi. Guru Ma melihat kalau seluruh siswanya sudah senang karena teman mereka sudah kembali. Ia menyadari kalau belakangan ini konsentrasi kelas menjadi berantakan dan itu sudah mengganggu tujuan dari kelas khusus yang mereka jalankan selama liburan musim panas ini.
Untuk itu liburan musim panas ini bagi anak-anak yang ingin melanjutkan ke SMP maka sekarang adalah waktu yang paling penting untuk meningkatkan nilai. Pelajaran yang akan anak-anak pelajari akan semakin sulit dan mulai sekarang pun ujian akan lebih sulit. Ia berharap semua siswanya sudah siap dengan semua itu.
Anak-anak mengeluh.
Guru Ma melanjutkan ucapannya, bagi anak-anak yang ingin masuk ke SMP yang bertaraf Internasional atau untuk ujian kompetensi lainnya maka sekarang adalah waktu yang penting untuk belajar. Ia harap semua siswanya paham. “Kalau kalian tak mau belajar kalian tak harus belajar.”
Anak-anak berpandangan heran, apa maksud Guru Ma membolehkan mereka tak ikut belajar di kelas.
Guru Ma membebaskan mereka yang tak ingin belajar di kelas. Mereka boleh membaca komik atau tidur di meja. Asalkan tidak mengganggu siswa lain yang ingin terus belajar. Ia tak akan mempermasalahkan itu.
Sebagian anak-anak tersenyum senang.
Guru Ma berkata kalau tugas piket akan terus diberlakukan untuk mereka yang mendapatkan nilai rendah. Jadi ia anak-anak akan segera melaksanakan tes mingguan.
Ha Na menganggat tangan usul, ia sudah membicarakan masalah ini dengan teman-temannya. Daripada mendiskriminasi berdasarkan nilai siswa, sepertinya akan lebih baik kalau mereka belajar dan membersihkan kelas bersama.
Guru Ma menyindir kalau alasan itu hanya dibuat Ha Na dengan tujuan tak ingin membersihkan kelas. Ha Na bilang bukan itu maksudnya.
Seo Hyun setuju apa yang Ha Na katakan, ia mengangkat tangan dan berdiri mengatakan kalau kebersihan ruang kelas itu merupakan tanggung jawab bersama. Daripada menyuruh siswa yang nilainya paling rendah membersihkan kelas bukankah lebih baik semua siswa secara bergiliran membersihkannya. Ha Na tersenyum senang Seo Hyun setuju dan memperkuat pendapatnya.
“Tidak mendiskriminasikan nilai, cukup beralasan untuk berbagi tugas kerja.” Tapi Guru Ma tak yakin semua siswa setuju dengan pendapat itu. Bukankah pendapat ini disampaikan oleh mereka yang berada di kelompok dengan nilai paling rendah. “Apa kalian juga setuju seperti itu?”
Mereka diam. Tapi tak lama kemudian Dong Goo dan Bo Mi berdiri setuju dengan pandapat yang disampaikan Ha Na dan Seo Hyun. Na Ri juga ikut berdiri setuju dengan apa yang diucapkan Seo Hyun. Anak-anak pun semakin banyak yang setuju walaupun belum semuanya.
Guru Ma kembali menyindir kalau si peringkat terakhir ternyata sudah banyak memiliki teman. “Kalau kalian ingin membantu teman kalian membersihkan kelas, aku akan menghukum kalian melakukan itu. Tapi kalian harus membuat pilihan yang baik. Kalau kalian terjebak dengan emosi karena teman tapi ketika kalian dikucilkan dan mulai menyesal maka itu tak akan ada gunanya lagi.”
Setelah pembelajaran usai, Jung Soo menyemangati teman-temannya untuk melakukan kebersihan kelas bersama-sama. Mereka pun mulai menepikan meja dan kursi.
Dong Goo senang sekali melihat teman-temannya bahu membahu melakukan piket bersama. Ia naik ke atas meja dan memuji ini sungguh hebat. Ia menyombongkan diri kalau dirinya ini pernah melakukan piket kelas. Ia tahu cara mengepel, cara membuang sampah dan sebagainya. Jadi kalau ada temannya mau bertanya silakan saja hahaha. Temannya bilang ga usah membual lebih baik Dong Goo bantu bersih-bersih dari pada bicara seperti itu. Soo Jin dan yang lainnya mulai mengepel.
Ha Na berterima kasih pada Seo Hyun atas apa yang Seo Hyun lakukan kelas tadi. Karena Seo Hyun setuju yang lain juga ikut berdiri setuju. Seo Hyun berkata kalau ia hanya menyampaikan pemikirannya saja. Ia sendiri tak menyangka kalau semua akan berfikiran sama dengannya.
Ada beberapa siswa yang harus meninggalkan kelas tak ikut piket kelas. Kim Tae Sung, Choi Bit Na, PI Eun Soo, Lee Da In, Son In Bo dan Jung Sang Taek. Dong Goo mencegat mereka, mau kemana bukankah mereka mau bersih-bersih kelas bersama.
Tae Sung mengatakan kalau ia harus segera pergi bimbel. Da In menyahut bukankah piket ini tak wajib diikuti oleh mereka. Bukankah itu keputusan secara sepihak. Ia tak setuju dengan ini.
Sun Young melihat kalau In Bo yang juga bersiap-siap akan meninggalkan kelas, “Apa kau juga pergi?” In Bo jadi serba salah antara pergi bimbel atau ikut piket bersama yang lain. In Bo melepas tas-nya tak jadi pergi.
Jung Soo : “Sudah biarkan saja anak buah nenek sihir itu pergi. Apa mereka itu tahu apa artinya teman?”
Tae Sung jelas tak terima dibilang seperti itu. Ia menahan marah. Han Gook juga menyuruh mereka pergi saja. Tae Sung berusaha menahan emosinya. Ia tak ingin berseteru dengan temannya gara-gara masalah ini. ia pun mengabaikan ucapan mereka dan meninggalkan kelas untuk segera pergi bimbel.
Na Ri mengajak teman-temannya segera membersihkan kelas dan setelah itu ia akan mentraktir semuanya. Mereka tentu saja senang. Hehe si In Bo ga jadi pergi tuh.
Sekarang kita akan ditunjukan dengan beberapa kebiasaan Seo Hyun di rumah sebelum dia berangkat sekolah. Seo Hyun menyiapkan sarapannya sendiri. Ia sarapan cuma makan sereal doank. Peralatan makan yang tadi ia gunakan ia mencucinya langsung. Setelah itu ia pun berangkat sekolah.
Sebelum pergi ia menoleh melihat sesuatu. Tak lama kemudian ia pun meninggalkan rumah untuk berangkat sekolah. Apa yang Seo Hyun lihat. Ibunya yang masih tidur di sofa. Mendengar suara pintu ditutup ibu Seo Hyun terbangun, “Kau sudah berangkat ya?” Ia pun tidur lagi.
Wakasek memanggil Seo Hyun ke ruangannya. Ia bahkan mengambilkan minuman untuk Seo Hyun. Wakasek ingin tahu apa kelas liburan musim panas Seo Hyun baik-baik saja. Seo Hyun menjawab pendek ya.
Wakasek melihat data-data tentang Seo Hyun. Ia begitu bangga karena Seo Hyun mendapatkan peringkat satu di sekolah. Ia penasaran dimana Seo Hyun bimbel. Seo Hyun bilang kalau ia tak ikut bimbel dimanapun. Wakasek pun menebak pasti Seo Hyun les privat di rumah. Seo Hyun bilang tidak. Wakasek heran, dengan nilai sempurna ini apa Seo Hyun belajar sendiri.
Wakasek pun mulai bercerita kalau dulu juga ada seorang siswa jenius seperti Seo Hyun dan dia masuk ke SMP yang bertaraf internasional. Ia bertanya apa Seo Hyun mau masuk ke SMP yang bertaraf internasional. Seo Hyun berkata kalau ia sama sekali tak ada rencana untuk masuk ke SMP yang bertaraf internasional. Wakasek tambah heran kalau begitu apa Seo Hyun akan melanjutkan sekolah ke luar negeri. Seo Hyun menjawab tidak, mimpinya ia hanya ingin menjadi orang biasa saja. Wakasek tak tahu lagi harus bertanya apa.
Soo Jin cs menegur Bit Na cs yang tak ikut bersih-bersih kelas. Bit Na mengatakan kalau ia sudah bilang kalau dirinya tak pernah setuju dengan keputusan itu.
Da In mengatakan kalau ia dan temannya sibuk pergi bimbel. Bukankah mereka yang meminta sendiri untuk bersih-bersih jadi biarkan saja. Seo Hyun yang kembali ke kelas usai bicara dengan wakasek melihat perselisihan ini.
Kim Ga Eul sewot memangnya siapa di dunia ini yang tidak sibuk. Ia dan teman-temannya juga sangat sibuk sepulang sekolah. Da In yang tahu kesibukan mereka menilai kalau sibuknya belajar dan bermain itu berbeda. Mereka pun beradu mulut.
Sementara grup cewek ini ribut, grup cowok juga ga kalah ribut gara-gara ga ikut bersih-bersih dan memilih pergi bimbel. Jung Soo cs bersitegang dengan Tae Sung cs.
Disaat mereka ribut teman yang lain malah mengompori untuk berkelahi, “Ayo ayo ayo berkelahi berkelahi.” Hahaha.... suasana kelas pun jadi gaduh bukan main.
Guru Ma datang dan marah melihat kondisi kelasnya gaduh. “Apa yang kalian lakukan?” Mereka pun segera diam dan kembali ke tempat duduk masing-masing.
Guru Ma mengingatkan bukankah ia sudah mengatakan untuk tidak mengganggu siswa lain yang ingin belajar. “Jangan berbuat bodoh. Apa kalian pikir kalian akan berteman selamanya?”
Guru Ma pun akan membagi kelasnya menjadi dua kelas selama kelas liburan musim panas ini. Siapa yang tidak ingin ikut ke kelasnya silakan pergi ke kelas seni. “Kalian bisa belajar sendiri, tidur, atau apapun yang kalian mau. Jadi berhenti mengganggu siswa lain yang sedang mempersiapkan masa depan mereka. Kalau kalian tidak ingin belajar silakan tinggalkan ruangan ini sekarang!”
Anak-anak diam berpandangan, mereka bingung harus bagaimana. Seo Hyun keluar kelas lebih dulu. Guru Ma menatap terkejut namun diam tak menegur. Kemudian Dong Goo menyusul Seo Hyun keluar kelas dan disusul anak-anak lain. Ha Na bingung, ia harus bagaimana. Bo Mi bertanya apa Ha Na tak ikut keluar. Ha Na pun ikut keluar kelas menuju kelas seni bersama yang lain.
Tinggalah di ruang kelas 6-3 ini 5 anak yang memang serius belajar untuk menyiapkan diri masuk ke SMP. Tae Sung, Bit Na, Eun Soo, Da In dan Sang Taek. Guru Ma terdiam terkejut melihat pembangkangan yang dilakukan siswanya. Ia tak menyangka kalau mereka akan sebanyak ini yang membangkangnya. Ia harus memutar otak untuk mengatasi ini. Ia pun memulainya hanya dengan 5 siswa.
Di kelas seni, Soo Jin berkata kalau mereka yang belajar itu berfikir kalau belajar lebih penting dari teman. Sun Young juga kesal pada mereka, mereka itu sudah menyerahkan diri untuk kuliah. Ji Mn tak menyangka bagaimana bisa kalau nenek sihir itu mengusir siswa dari kelas.
Jung Soo punya ide, karena sudah terlanjur seperti ini bagaimana kalau kita benar-benar memberontak melawan nenek sihir itu.
Hwa Jung mengeluh masalahnya ibu-ibu mereka berada dipihak nenek sihir itu. Hwa Jung dan Na Ri jelas khawatir karena ibunya tak akan mendukung kalau ia tak belajar.
Dong Goo mengusulkan lebih baik mereka bermain saja, bukankah itu ide yang bagus. Bukankah mereka sama-sama diusir dari kelas. Kyung Hyun setuju. Tapi Ha Na merasa ini aneh, ia merasa kalau Guru Ma pasti sedang merencanakan sesuatu. Mereka berpandangan tak mengerti. Ha Na merasa kalau Guru Ma tak akan membiarkan mereka bermain-main seperti ini.
Soo Jin malas memikirkan hal rumit seperti ini. Ia tak mau seperti ini tapi ia juga tak ingin kembali ke kelas.
Ha Na melihat teman-temannya sibuk bermain dan ngerumpi dengan genk mereka. Bo Mi mengajak Ha Na lebih baik bermain saja, lagi pula nenek sihir itu tak ada disini, bukankah itu bagus. Tapi Ha Na juga memikirkan anak-anak yang berada di kelas. Ia benar-benar merasa tak tenang. Seo Hyun menyahut bukankah akan lebih aneh lagi kalau anak-anak memiliki pikiran yang sama.
Ha Na mengajari Bo Mi PR bahasa inggris tapi ia sendiri tak mahir. Ha Na jadi pusing sendiri. “Ah aku tak tahu, Seo Hyun mungkin bisa menyelesaikannya dengan cepat.” keluh Ha Na. Bo Mi berkata kalau hari ini Seo Hyun pulang sendirian lagi.
Ha Na punya ide, haruskah kita memanggilnya untuk mengerjakan PR bersama-sama. Ha Na mencoba menghubungi ponsel Seo Hyun. Bo Mi menebak kalau Seo Hyun kemungkinan tak akan mengangkat panggilan telepon dari Ha Na.
Ada yang menjawab panggilan telepon Ha Na, tapi bukan Seo Hyun melainkan ibunya Seo Hyun. Ha Na memperkenalkan diri kalau ia temannya Seo Hyun. “Apa? Tante serius?” Ha Na terkejut menoleh memandang Bo Mi.
Seo Hyun tak berada di rumah. Ia berada disebuah kamar rumah sakit. Ia duduk sambil membaca buku di depan seorang pasien pria yang tak lain adalah ayahnya yang masih terbaring koma. Sambil membaca buku sesekali Seo Hyun memandang wajah ayahnya.
Ha Na, Bo Mi dan Dong Goo berkunjung ke rumah Seo Hyun atas permintaan ibu Seo Hyun. Ketiganya melihat-lihat foto keluarga Seo Hyun. (foto Seo Hyun kecil yang dipajang bener-bener fotonya Kim Sae Ron yang masih imut hehe)
Mereka juga melihat foto ibu Seo Hyun yang ternyata seorang dokter. Bo Mi menilai kalau Ibu Seo Hyun sangat cantik. Ha Na menebak kalau Seo Hyun pasti mendapatkan kebiasaan belajar yang bagus dari ibunya.
“Apa tante seorang dokter?” tanya Dong Goo pada ibu Seo Hyun yang tengah menyiapkan makan malam. Ibu seo hyun membenarkan, “Kenapa? Apa kau mau disuntik?” ibu Seo Hyun meminta ketiganya ke meja makan. Mereka akan makan malam bersama.
Ibu Seo Hyun mengatakan kalau hari ini ia libur jadi ia ingin menunjukan kemampuannya dalam memasak. Ia tak yakin rasa masakan buatannya seperti apa. Dong Goo menebak kalau rasanya pasti sangat enak. Dong Goo mencicipinya, saking tergesa-gesanya Dong Goo kepanasan hehehe.
Ha Na merasa tak enak dijamu makan malam seperti ini, apalagi mereka bertiga datangnya mendadak. Ibu Seo Hyun mengatakan kalau ia juga ingin sekali bertemu dengan teman-teman putrinya. Ia senang mereka bertiga datang ke rumahnya hari ini.
Dong Goo yang sudah mulai makan memuji masakan ibu Seo Hyun enak sekali. “Sampai berumur 6 tahun kupikir aku akan selalu makan dari alas besi.”
Ha Na tak mengerti apa maksud Dong Goo.
“Di panti asuhan aku selalu makan dennan alas besi. Setelah bersama Nyonya Oh aku makan nasi gulung untuk pertama kalinya.” sahut Dong Goo tak menyadari ucapannya yang ceplas-ceplos.
Bo Mi terkejut, “Apa kau pernah masuk panti asuhan?”
Dong Goo terdiam menyadari kalau ucapannya sudah kebablasan. Ia pun tak bisa mengelak lagi, “Ah ya ampun aku tak seharusnya mengatakan itu.”
Dong Goo memberi tahu ibu Seo Hyun kalau ia tak begitu dekat dengan seo hyun. Yang dekat dengan Seo Hyun ya mereka berdua, Dong Goo menunjuk Ha Na dan Bo Mi.
Ibu Seo Hyun tak mempermasalahkan Dong Goo yang berasal dari panti asuhan. Ia harap Dong Goo tak usah minder seperti itu. Ia pun bercerita kalau dirinya juga sering menjadi sukarelawan di panti asuhan bahkan memiliki banyak teman disana. Dong Goo senang mendengarnya, ia menilai kalau ibu Seo Hyun ini berbeda dengan Seo Hyun yang selalu kaku.
Ibu Seo Hyun bisa menebaknya kalau putrinya pasti tak banyak bicara di sekolah. Ha Na bilang tidak kok, Seo Hyun itu punya banyak teman dan setiap ujian dia selalu mendapatkan nilai sempurna. Bo Mi menambahkan kalau Seo Hyun juga cantik. Ibu Seo Hyun tersenyum miris dan mengatakan kalau Seo Hyun sudah bisa mengurus masalah sendiri. Ia ingin sekali pergi ke sekolah putrinya tapi belum sempat.
Terdengar suara pintu dibuka. Seo Hyun sampai di rumahnya. Ia terkejut begitu melihat teman-temannya ada di rumahnya. “Ada apa ini?”
Ibu Seo Hyun mengatakan kalau teman-teman Seo Hyun datang berkunjung. Seo Hyun mengabaikan ucapan ibunya. Ia bertanya pada teman-temannya, ada apa mereka kesini. Ibu Seo Hyun berkata kalau Seo Hyun meninggalkan ponsel di rumah dan teman-teman Seo Hyun menelepon jadi ia menyuruh mereka untuk datang ke rumah. Ia juga tertarik ingin tahu tentang kehidupan Seo Hyun di sekolah.
“Tutup mulut ibu!” tatapan dan ucapan berbahasa inggris Seo Hyun sangat tajam pada ibunya. Ibu Seo Hyun terdiam terkejut.
Ha Na, Bo Mi dan Dong Goo juga terkejut mendengar ucapan kasar yang keluar dari mulut Seo Hyun. Mereka tak menyangka Seo Hyun bicara sekasar itu pada ibu sendiri. Seo Hyun yang tak suka teman-temannya datang berkunjung menyuruh mereka untuk segera pulang.
Ketiganya keluar dari apartemen Seo Hyun. Dong Goo benar-benar tak percaya kalau tadi Seo Hyun berkata kasar pada ibu sendiri. Bagaimana bisa bicara seperti itu pada ibu, ia menilai ini sungguh keterlaluan. Ia pun pamit pulang lebih dulu.
Bo Mi melihat kalau Dong Goo sangat marah dengan sikap Seo Hyun. “Tapi menurutmu kenapa Seo Hyun begitu?” Ha Na tak tahu, ia juga baru pertama kali melihat Seo Hyun bersikap kasar seperti itu.
Dong Goo di bar Nyonya Oh. Ia berkeluh kesah pada Nyonya Oh tentang sikap kasar temannya terhadap ibunya. Ia tak mengerti dan menilai kalau sikap seperti itu benar-benar anak yang durhaka. Nyonya Oh heran sejak kapan Dong Goo bisa memahami orang lain seperti itu (ah bingung antara menyebut Nyonya Oh atau Kakek Oh) Dong Goo menilai kalau temannya ini memiliki kelainan kepribadian.
“Apa kau bertengkar dengan Ha Na?” tanya Nyonya Oh yang belum paham siapa yang Dong Goo bicarakan. Dong Goo bilang tidak, teman yang ia maksud ini bernama Kim Seo Hyun. Nyonya Oh terkejut, ya ampun apa ini? apa kau berselingkuh? (Wakakaka)
Dong Goo mengeluh kesal, bukan. Bukan begitu. “Nyonya Oh, aku ini tak punya uang, aku juga tak pintar dalam belajar. Kalau aku memiliki ibu, bahkan kalau dia suka mengomel atau marah-marah, aku akan bersikap baik padanya.”
Nyonya Oh tersenyum dan membersihkan botol-botol minuman. Dong Goo terus bercerita mengenai Seo Hyun yang cantik, pintar dan memiliki uang yang banyak.
Tiba-tiba Nyonya Oh merasakan dadanya sakit. Dong Goo yang melihatnya terkejut, “Nyonya Oh apa yang terjadi?” Dong Goo panik melihat Nyonya Oh tak sadarkan diri.
Ha Na dan Bo Mi ke rumah sakit menjenguk Nyonya Oh. Nyonya Oh senang melihat Ha Na datang menjenguknya. Dengan logat kemayunya ia bertanya siapa gadis cantik yang disebelah Ha Na. Ha Na mengenalkan kalau temannya ini bernama Eun Bo Mi. Ha Na juga memperkenalkan kalau pria tua yang terbaring ini kakeknya Dong Goo.
Mendengar kata kakek, Nyonya Oh cemberut. Ha Na pun langsung meralat kalau dia bukan kakeknya Dong Goo melainkan Neneknya Dong Goo, Nyonya Oh (hahaha) Bo Mi yang heran hanya bisa menyapa Nyonya Oh dengan sopan.
Ha Na yang khawatir bertanya apa Nyonya Oh baik-baik saja. Nyonya Oh mengeluh kalau ia baik-baik saja kecuali saat disuntik.
Dokter yang menangani Nyonya Oh dan ibu Seo Hyun datang memeriksa ke kemar. Ibu Seo Hyun yang juga dokter di rumah sakit itu bertanya pada Nyonya Oh apa sudah merasa baikan. Nyonya Oh berkata kalau ia sudah lebih baik.
Ha Na menyapa ibu Seo Hyun. Ibu Seo Hyun terkejut melihat teman-teman putrinya ada di rumah sakit. Ia senang melihat persahabatan mereka yang sangat erat.
Dokter di sebelah ibu Seo Hyun mengatakan kalau kondisi pasien sudah membaik dan hasil pemeriksaan harus keluar sebelum mereka melakukan operasi. Ibu Seo Hyun pun memutuskan kalau memang perlu dilakukan operasi ia harap rekannya ini bisa mengurus semuanya. Dokter itu pun akan merawat Nyonya Oh dengan hati-hati karena dia pasien yang datang sebagai kerabat ibu Seo Hyun.
Seo Hyun berada di kamar rawat ayahnya. Ia menatap sedih kondisi ayahnya yang tak juga ada perubahan. Ibu Seo Hyun masuk ke ruangan itu untuk memeriksa kondisi terakhir suaminya.
Seo Hyun yang mempersilakan ibunya memeriksa kondidi ayahnya dan ia pun malas bicara dengan ibunya duduk dan membaca buku yang dibawanya. Ibu Seo Hyun sedih putrinya selalu menghindar darinya. Ia pun mencatat perkembangan terkini suaminya. Ibu Seo Hyun memberi tahu kalau kakeknya Dong Goo dirawat di kamar 1303. Seo Hyun diam saja, ia tak peduli (hmmm lebih mengarah ke tidak peduli ucapan ibunya)
Ibu Seo Hyun juga memberi tahu kalau teman-teman Seo Hyun datang ke rumah sakit untuk menjenguk kakeknya Dong Goo. Ia harap Seo Hyun keluar untuk menyapa mereka.
Seo Hyun mengangkat wajahnya dan dengan sikap dingin ia mengataan kalau pemikiran ibunya ini salah. Ia sama sekali tak punya teman. Ia menyuruh ibunya segera keluar kalau memang sudah selesai, bukankah ibunya benci berada di ruangan ini.
Karena harus menjaga Nyonya Oh di rumah sakit Dong Goo pun tak bisa berangkat ke sekolah. Ia harus berada di rumah sakit sampai Nyonya Oh sembuh. Ia meminta kedua temannya tenang saja karena nenek sihir itu tak akan menemukannya di rumah sakit ini. Dong Goo menyarankan sebaiknya sebelum pulang kedua temannya pamitan dulu pada ibu Seo Hyun. Keduanya membenarkan tapi ibu Seo Hyun dimana.
Ibu Seo Hyun meminta putrinya berhenti bersikap seperti itu. Seo Hyun yang masih bersikap dingin balik berkata kalau ibunya-lah yang seharusnya berhenti, tak usah mencemaskan dirinya.
Ibu Seo Hyun : “Sudah ibu katakan, ayahmu jadi seperti ini bukan salah siapa-siapa.”
Seo Hyun : “Aku tahu. Aku tak menyalahkan ibu. Jadi pergilah dan hiduplah sesuka ibu.”
Dengan berat hati Ibu Seo Hyun mengatakan kalau ia sudah memutuskan waktunya. Seo Hyun terkejut. Ibu Seo Hyun berkata kalau hal ini sudah menjadi keputusan medis. Seo Hyun tak setuju karena ayahnya masih bernafas, apa hak mereka membuat keputusan seperti itu. Ibu Seo Hyun tak mengerti berapa lama lagi putrinya akan seperti ini, Seo Hyun harus menerima kenyataan.
“Ayah belum meninggal!” Seo Hyun yang marah menolak pihak rumah sakit melepas peralatan medis yang menempel di tubuh ayahnya.
“Lalu berapa lama lagi kau akan bersikap seperti ini?” tuntut ibu Seo Hyun. “Kenapa kau hidup seperti ini disaat yang paling penting dalam hidupmu.” Ibu Seo Hyun mulai marah dengan sikap putrinya.
“Kenapa ibu menyalahkanku?” mata Seo Hyun berkaca-kaca. “Bukankah ibu menginginkan ayah meninggal? Aku mengerti kalau ibu sudah tak tahan lagi. Jadi silakan saja hidup sesuka ibu. Menyembuhkan orang sakit dan mendengar mereka memuji ibu sebagai dokter yang baik.”
Ibu Seo Hyun : “Bagi ibu, kau sama pentingnya seperti ayahmu.”
Seo Hyun meninggikan suaranya sambil menangis, “Aku tak mau. Aku membenci itu. Sampai ayah benar-benar meninggal, aku akan terus mengawasinya, berada di sampingnya. Ibu tak tahu kalau ayah sekarang rambutnya mulai memutih. Ayah belum meninggal.”
Seo Hyun lari keluar kamar sambil menangis. Tapi betapa terkejutnya dia ketika melihat ketiga temannya ada di depan kamar rawat ayahnya bersama seorang dokter yang mengantar. Ya mereka bertiga sepertinya mendengar semuanya. Seo Hyun yang sedih dan marah segera lari dari sana. Ketiga temannya hanya bisa menatap sedih.
Seo Hyun duduk menangis sendirian di bangku taman rumah sakit.
Ibu Seo Hyun bicara dengan ketiga teman putrinya. Ia pun mengatakan kalau yang berada di kamar tadi adalah ayahnya Seo Hyun. “PVS (Permanen Vegetative State) sudah lebih dari dua tahun sejak dia mengalami kecelakaan dan koma. Seo Hyun sangat dekat dengan ayahnya.”
Ibu Seo Hyun : “Karena Tante selalu sibuk dengan rumah sakit, pada suatu hari ada upacara penghargaan kompetisi nasional untuk Seo Hyun. Seharusnya Tante pergi kesana dan mengucapkan selamat pada Seo Hyun tapi Tante mendapat panggilan darurat dari UGD. Jadi ayah Seo Hyun yang pergi kesana.”
Seo Hyun menangis memandang foto keluarganya (ayahnya). Ia berusaha mengusir kesedihan hatinya dan segera mengusap air mata yang terus mengalir.
Seo Hyun sudah tak menangis lagi tapi ia masih melamun sedih duduk di bangku taman. Tanpa ia sadari ada seseorang yang terus memperhatikannya dari jauh. Orang itu ikut merasakan kesedihan Seo Hyun. Siapa? Guru Ma Yeo Jin.
Keesokan harinya di sekolah. Seo Hyun berangkat sekolah seperti biasanya. Ha Na yang cemas bertanya apa Seo Hyun baik-baik saja. Seo Hyun bilang kalau ia tak apa-apa. Bo Mi memberi kode supaya Ha Na jangan bertanya lebih banyak lagi.
Guru Ma tiba di kelas, ia menegur kelompok 6, kenapa lorong di luar kelas sangat kotor. “Apa kalian tak membersihkanya dengan benar?” Ha Na dan Bo Mi berpandangan. Seo Hyun menunduk diam. Ha Na dan Bo Mi pun akan keluar untuk membersihkan lorong di depan kelas mereka.
Pelajaran akan dimulai dan bagi siapa yang tidak ingin mendengarkan pelajaran kali ini diperbolehkan untuk ke kelas seni. Anak-anak pun bergegas ke ruang seni.
Seo Hyun menghampiri Guru Ma menyerahkan secarik kertas berisi tulisannya. Guru Ma tanya apa ini. Seo Hyun mengatakan kalau itu pernyataan refleksi diri yang ia buat. Anak-anak yang akan ke kelas seni heran apa yang dilakukan Seo Hyun.
Seo Hyun berkata bukankah Guru Ma berjanji kalau ia menulis surat pernyataan maka Guru Ma akan mengembalikan lagi hak istimewa yang pernah ia peroleh. Guru Ma membenarkan, jadi sekarang apa yang Seo Hyun inginkan.
Seo Hyun berbalik menatap tajam. Mata Seo Hyun tertuju pada Ha Na dan Bo Mi yang merupakan teman satu kelompoknya. “Aku ingin ganti kelompok.” ucap Seo Hyun tanpa ragu.
Ya itu mobil Na Ri. Na Ri memutuskan untuk tak jadi pindah ke luar negeri. Ibu Na Ri menginginkan kepastian putrinya apa Na Ri tak akan menyesal dengan keputusan ini. Dengan tegas Na Ri mengatakan kalau ia meyakini keputusannya.
Mobil Na Ri masuk melalui pintu gerbang sekolah. Tapi tiba-tiba anak-anak kelas 6-3 mencegat mobil Na Ri. Na Ri dan ibunya terkejut, apa yang mereka lakukan. Anak-anak tersenyum.
Ha Na langsung memimpin teman-temannya menyanyi lagu untuk menyambut kedatangan Na Ri. Mereka menyanyi ceria. Na Ri menangis terharu melihat apa yang dilakukan teman-teman untuknya.
Na Ri keluar dari mobil menemui teman-temannya. Ha Na tahu kalau Na Ri pasti akan kembali. Mereka pun mengucapkan selamat datang kembali pada Na Ri. Jung Soo berkata kalau Ha Na meminta mereka untuk datang menyapa Na Ri karena mungkin Na Ri akan merasa sedikit malu kembali ke sekolah. Na Ri tersenyum terharu teman-temannya menyambut dirinya dengan tangan terbuka tanpa dendam. Sun Young dan Hwa Jung langsung memeluk Na Ri. Mereka tersenyum.
Usai mengantar putrinya kembali ke sekolah ibu Na Ri pun pulang. Dalam perjalanan pulang ia menelepon seseorang, ia menyebut orang itu Profesor Yoo. Ia meminta si prof untuk melupakan kejadian Na Ri di sekolah tapi tentang Guru Ma Yeo Jin, ia meminta Prof Yoo untuk melanjutkan apa yang ia minta. (mencari informasi tentang Guru Ma)
Guru Ma dan Wakasek menemui Ibu kepala sekolah. Wakasek berkata kalau Na Ri sudah kembali ke sekolah ini dan ibu Na Ri juga bilang kalau dia tak akan melakukan apapun lagi, jadi apa ibu kepsek masih harus bertindak sejauh ini. Ibu kepsek sudah membaca seluruh laporan yang dibuat Guru Ma tapi sebagai kepala sekolah ia pun memutuskan gaji Guru Ma akan dipotong selama 3 bulan. Ia menyarankan Guru Ma untuk mengadakan tindakan pendisiplinan pada departemen pendidikan. (kenapa jadi Guru Ma yang kena potong gaji???)
Wakasek merasa kalau tindakan pendisiplinan itu agak berlebihan. Bukankah kejadian ini sudah diselesaikan dengan damai. Bagaimana kalau sebagai gantinya Guru Ma melakukan permohonan maaf secara tertulis saja. Ibu kepsek tanya pada Guru Ma, apa Guru Ma keberatan dengan keputusannya. Guru Ma bilang tidak ada, ia siap menerimanya.
Guru Yang melihat lewat jendela, ia tak mengerti dengan keputusan ini. Ia menemui Guru Ma yang tengah menuju kelas. Ada beberapa hal yang membuatnya penasaran. Bukankah Guru Ma bilang kalau yang namanya kejahatan harus dihukum dan yang salah harus menanggung konsekuensinya. Bukankah ini prinsip yang Guru Ma ajarkan. Tapi kenapa kali ini berbeda, bukankah Go Na Ri seharusnya diserahkan pada komite disiplin, kenapa Guru Ma melepaskannya. Prinsip yang dibicarakan itu, bukankah Guru Ma melanggarnya sendiri.
Dengan sikap tenang Guru Ma menatap tajam Guru Yang. “Orang yang seharusnya dihukum karena kejadian ini sudah menyadari kesalahannya.” Itu saja yang Guru Ma ucapkan pada Guru Yang. Ia pun menuju kelasnya. Apa yang disampaikan Guru Ma Membuat Guru Yang terheran-heran dengan sikap misterius Guru Ma.
Guru Ma berdiri di depan kelasnya. Suasana kelas kembali ceria karena Na Ri tak jadi pindah dan perselisihan diantara mereka sudah tak ada lagi. Guru Ma melihat kalau seluruh siswanya sudah senang karena teman mereka sudah kembali. Ia menyadari kalau belakangan ini konsentrasi kelas menjadi berantakan dan itu sudah mengganggu tujuan dari kelas khusus yang mereka jalankan selama liburan musim panas ini.
Untuk itu liburan musim panas ini bagi anak-anak yang ingin melanjutkan ke SMP maka sekarang adalah waktu yang paling penting untuk meningkatkan nilai. Pelajaran yang akan anak-anak pelajari akan semakin sulit dan mulai sekarang pun ujian akan lebih sulit. Ia berharap semua siswanya sudah siap dengan semua itu.
Anak-anak mengeluh.
Guru Ma melanjutkan ucapannya, bagi anak-anak yang ingin masuk ke SMP yang bertaraf Internasional atau untuk ujian kompetensi lainnya maka sekarang adalah waktu yang penting untuk belajar. Ia harap semua siswanya paham. “Kalau kalian tak mau belajar kalian tak harus belajar.”
Anak-anak berpandangan heran, apa maksud Guru Ma membolehkan mereka tak ikut belajar di kelas.
Guru Ma membebaskan mereka yang tak ingin belajar di kelas. Mereka boleh membaca komik atau tidur di meja. Asalkan tidak mengganggu siswa lain yang ingin terus belajar. Ia tak akan mempermasalahkan itu.
Sebagian anak-anak tersenyum senang.
Guru Ma berkata kalau tugas piket akan terus diberlakukan untuk mereka yang mendapatkan nilai rendah. Jadi ia anak-anak akan segera melaksanakan tes mingguan.
Ha Na menganggat tangan usul, ia sudah membicarakan masalah ini dengan teman-temannya. Daripada mendiskriminasi berdasarkan nilai siswa, sepertinya akan lebih baik kalau mereka belajar dan membersihkan kelas bersama.
Guru Ma menyindir kalau alasan itu hanya dibuat Ha Na dengan tujuan tak ingin membersihkan kelas. Ha Na bilang bukan itu maksudnya.
Seo Hyun setuju apa yang Ha Na katakan, ia mengangkat tangan dan berdiri mengatakan kalau kebersihan ruang kelas itu merupakan tanggung jawab bersama. Daripada menyuruh siswa yang nilainya paling rendah membersihkan kelas bukankah lebih baik semua siswa secara bergiliran membersihkannya. Ha Na tersenyum senang Seo Hyun setuju dan memperkuat pendapatnya.
“Tidak mendiskriminasikan nilai, cukup beralasan untuk berbagi tugas kerja.” Tapi Guru Ma tak yakin semua siswa setuju dengan pendapat itu. Bukankah pendapat ini disampaikan oleh mereka yang berada di kelompok dengan nilai paling rendah. “Apa kalian juga setuju seperti itu?”
Mereka diam. Tapi tak lama kemudian Dong Goo dan Bo Mi berdiri setuju dengan pandapat yang disampaikan Ha Na dan Seo Hyun. Na Ri juga ikut berdiri setuju dengan apa yang diucapkan Seo Hyun. Anak-anak pun semakin banyak yang setuju walaupun belum semuanya.
Guru Ma kembali menyindir kalau si peringkat terakhir ternyata sudah banyak memiliki teman. “Kalau kalian ingin membantu teman kalian membersihkan kelas, aku akan menghukum kalian melakukan itu. Tapi kalian harus membuat pilihan yang baik. Kalau kalian terjebak dengan emosi karena teman tapi ketika kalian dikucilkan dan mulai menyesal maka itu tak akan ada gunanya lagi.”
Setelah pembelajaran usai, Jung Soo menyemangati teman-temannya untuk melakukan kebersihan kelas bersama-sama. Mereka pun mulai menepikan meja dan kursi.
Dong Goo senang sekali melihat teman-temannya bahu membahu melakukan piket bersama. Ia naik ke atas meja dan memuji ini sungguh hebat. Ia menyombongkan diri kalau dirinya ini pernah melakukan piket kelas. Ia tahu cara mengepel, cara membuang sampah dan sebagainya. Jadi kalau ada temannya mau bertanya silakan saja hahaha. Temannya bilang ga usah membual lebih baik Dong Goo bantu bersih-bersih dari pada bicara seperti itu. Soo Jin dan yang lainnya mulai mengepel.
Ha Na berterima kasih pada Seo Hyun atas apa yang Seo Hyun lakukan kelas tadi. Karena Seo Hyun setuju yang lain juga ikut berdiri setuju. Seo Hyun berkata kalau ia hanya menyampaikan pemikirannya saja. Ia sendiri tak menyangka kalau semua akan berfikiran sama dengannya.
Ada beberapa siswa yang harus meninggalkan kelas tak ikut piket kelas. Kim Tae Sung, Choi Bit Na, PI Eun Soo, Lee Da In, Son In Bo dan Jung Sang Taek. Dong Goo mencegat mereka, mau kemana bukankah mereka mau bersih-bersih kelas bersama.
Tae Sung mengatakan kalau ia harus segera pergi bimbel. Da In menyahut bukankah piket ini tak wajib diikuti oleh mereka. Bukankah itu keputusan secara sepihak. Ia tak setuju dengan ini.
Sun Young melihat kalau In Bo yang juga bersiap-siap akan meninggalkan kelas, “Apa kau juga pergi?” In Bo jadi serba salah antara pergi bimbel atau ikut piket bersama yang lain. In Bo melepas tas-nya tak jadi pergi.
Jung Soo : “Sudah biarkan saja anak buah nenek sihir itu pergi. Apa mereka itu tahu apa artinya teman?”
Tae Sung jelas tak terima dibilang seperti itu. Ia menahan marah. Han Gook juga menyuruh mereka pergi saja. Tae Sung berusaha menahan emosinya. Ia tak ingin berseteru dengan temannya gara-gara masalah ini. ia pun mengabaikan ucapan mereka dan meninggalkan kelas untuk segera pergi bimbel.
Na Ri mengajak teman-temannya segera membersihkan kelas dan setelah itu ia akan mentraktir semuanya. Mereka tentu saja senang. Hehe si In Bo ga jadi pergi tuh.
Sekarang kita akan ditunjukan dengan beberapa kebiasaan Seo Hyun di rumah sebelum dia berangkat sekolah. Seo Hyun menyiapkan sarapannya sendiri. Ia sarapan cuma makan sereal doank. Peralatan makan yang tadi ia gunakan ia mencucinya langsung. Setelah itu ia pun berangkat sekolah.
Sebelum pergi ia menoleh melihat sesuatu. Tak lama kemudian ia pun meninggalkan rumah untuk berangkat sekolah. Apa yang Seo Hyun lihat. Ibunya yang masih tidur di sofa. Mendengar suara pintu ditutup ibu Seo Hyun terbangun, “Kau sudah berangkat ya?” Ia pun tidur lagi.
Wakasek memanggil Seo Hyun ke ruangannya. Ia bahkan mengambilkan minuman untuk Seo Hyun. Wakasek ingin tahu apa kelas liburan musim panas Seo Hyun baik-baik saja. Seo Hyun menjawab pendek ya.
Wakasek melihat data-data tentang Seo Hyun. Ia begitu bangga karena Seo Hyun mendapatkan peringkat satu di sekolah. Ia penasaran dimana Seo Hyun bimbel. Seo Hyun bilang kalau ia tak ikut bimbel dimanapun. Wakasek pun menebak pasti Seo Hyun les privat di rumah. Seo Hyun bilang tidak. Wakasek heran, dengan nilai sempurna ini apa Seo Hyun belajar sendiri.
Wakasek pun mulai bercerita kalau dulu juga ada seorang siswa jenius seperti Seo Hyun dan dia masuk ke SMP yang bertaraf internasional. Ia bertanya apa Seo Hyun mau masuk ke SMP yang bertaraf internasional. Seo Hyun berkata kalau ia sama sekali tak ada rencana untuk masuk ke SMP yang bertaraf internasional. Wakasek tambah heran kalau begitu apa Seo Hyun akan melanjutkan sekolah ke luar negeri. Seo Hyun menjawab tidak, mimpinya ia hanya ingin menjadi orang biasa saja. Wakasek tak tahu lagi harus bertanya apa.
Soo Jin cs menegur Bit Na cs yang tak ikut bersih-bersih kelas. Bit Na mengatakan kalau ia sudah bilang kalau dirinya tak pernah setuju dengan keputusan itu.
Da In mengatakan kalau ia dan temannya sibuk pergi bimbel. Bukankah mereka yang meminta sendiri untuk bersih-bersih jadi biarkan saja. Seo Hyun yang kembali ke kelas usai bicara dengan wakasek melihat perselisihan ini.
Kim Ga Eul sewot memangnya siapa di dunia ini yang tidak sibuk. Ia dan teman-temannya juga sangat sibuk sepulang sekolah. Da In yang tahu kesibukan mereka menilai kalau sibuknya belajar dan bermain itu berbeda. Mereka pun beradu mulut.
Sementara grup cewek ini ribut, grup cowok juga ga kalah ribut gara-gara ga ikut bersih-bersih dan memilih pergi bimbel. Jung Soo cs bersitegang dengan Tae Sung cs.
Disaat mereka ribut teman yang lain malah mengompori untuk berkelahi, “Ayo ayo ayo berkelahi berkelahi.” Hahaha.... suasana kelas pun jadi gaduh bukan main.
Guru Ma datang dan marah melihat kondisi kelasnya gaduh. “Apa yang kalian lakukan?” Mereka pun segera diam dan kembali ke tempat duduk masing-masing.
Guru Ma mengingatkan bukankah ia sudah mengatakan untuk tidak mengganggu siswa lain yang ingin belajar. “Jangan berbuat bodoh. Apa kalian pikir kalian akan berteman selamanya?”
Guru Ma pun akan membagi kelasnya menjadi dua kelas selama kelas liburan musim panas ini. Siapa yang tidak ingin ikut ke kelasnya silakan pergi ke kelas seni. “Kalian bisa belajar sendiri, tidur, atau apapun yang kalian mau. Jadi berhenti mengganggu siswa lain yang sedang mempersiapkan masa depan mereka. Kalau kalian tidak ingin belajar silakan tinggalkan ruangan ini sekarang!”
Anak-anak diam berpandangan, mereka bingung harus bagaimana. Seo Hyun keluar kelas lebih dulu. Guru Ma menatap terkejut namun diam tak menegur. Kemudian Dong Goo menyusul Seo Hyun keluar kelas dan disusul anak-anak lain. Ha Na bingung, ia harus bagaimana. Bo Mi bertanya apa Ha Na tak ikut keluar. Ha Na pun ikut keluar kelas menuju kelas seni bersama yang lain.
Tinggalah di ruang kelas 6-3 ini 5 anak yang memang serius belajar untuk menyiapkan diri masuk ke SMP. Tae Sung, Bit Na, Eun Soo, Da In dan Sang Taek. Guru Ma terdiam terkejut melihat pembangkangan yang dilakukan siswanya. Ia tak menyangka kalau mereka akan sebanyak ini yang membangkangnya. Ia harus memutar otak untuk mengatasi ini. Ia pun memulainya hanya dengan 5 siswa.
Di kelas seni, Soo Jin berkata kalau mereka yang belajar itu berfikir kalau belajar lebih penting dari teman. Sun Young juga kesal pada mereka, mereka itu sudah menyerahkan diri untuk kuliah. Ji Mn tak menyangka bagaimana bisa kalau nenek sihir itu mengusir siswa dari kelas.
Jung Soo punya ide, karena sudah terlanjur seperti ini bagaimana kalau kita benar-benar memberontak melawan nenek sihir itu.
Hwa Jung mengeluh masalahnya ibu-ibu mereka berada dipihak nenek sihir itu. Hwa Jung dan Na Ri jelas khawatir karena ibunya tak akan mendukung kalau ia tak belajar.
Dong Goo mengusulkan lebih baik mereka bermain saja, bukankah itu ide yang bagus. Bukankah mereka sama-sama diusir dari kelas. Kyung Hyun setuju. Tapi Ha Na merasa ini aneh, ia merasa kalau Guru Ma pasti sedang merencanakan sesuatu. Mereka berpandangan tak mengerti. Ha Na merasa kalau Guru Ma tak akan membiarkan mereka bermain-main seperti ini.
Soo Jin malas memikirkan hal rumit seperti ini. Ia tak mau seperti ini tapi ia juga tak ingin kembali ke kelas.
Kyung Hyun membenarkan dan mengajak teman-temannya bermain kartu. Dong Goo ikut bergabung bermain kartu.
Jung Soo cs memainkan ponsel mereka.
Soo Jin cs ngerumpi.
Sun Young mengeluh takut kalau ibunya tahu ia melakukan ini, ia pasti akan dimarahi. Na Ri menyuruh Sun Young untuk merahasiakannya. Mereka pun ngerumpi.Ha Na melihat teman-temannya sibuk bermain dan ngerumpi dengan genk mereka. Bo Mi mengajak Ha Na lebih baik bermain saja, lagi pula nenek sihir itu tak ada disini, bukankah itu bagus. Tapi Ha Na juga memikirkan anak-anak yang berada di kelas. Ia benar-benar merasa tak tenang. Seo Hyun menyahut bukankah akan lebih aneh lagi kalau anak-anak memiliki pikiran yang sama.
Ha Na mengajari Bo Mi PR bahasa inggris tapi ia sendiri tak mahir. Ha Na jadi pusing sendiri. “Ah aku tak tahu, Seo Hyun mungkin bisa menyelesaikannya dengan cepat.” keluh Ha Na. Bo Mi berkata kalau hari ini Seo Hyun pulang sendirian lagi.
Ha Na punya ide, haruskah kita memanggilnya untuk mengerjakan PR bersama-sama. Ha Na mencoba menghubungi ponsel Seo Hyun. Bo Mi menebak kalau Seo Hyun kemungkinan tak akan mengangkat panggilan telepon dari Ha Na.
Ada yang menjawab panggilan telepon Ha Na, tapi bukan Seo Hyun melainkan ibunya Seo Hyun. Ha Na memperkenalkan diri kalau ia temannya Seo Hyun. “Apa? Tante serius?” Ha Na terkejut menoleh memandang Bo Mi.
Seo Hyun tak berada di rumah. Ia berada disebuah kamar rumah sakit. Ia duduk sambil membaca buku di depan seorang pasien pria yang tak lain adalah ayahnya yang masih terbaring koma. Sambil membaca buku sesekali Seo Hyun memandang wajah ayahnya.
Ha Na, Bo Mi dan Dong Goo berkunjung ke rumah Seo Hyun atas permintaan ibu Seo Hyun. Ketiganya melihat-lihat foto keluarga Seo Hyun. (foto Seo Hyun kecil yang dipajang bener-bener fotonya Kim Sae Ron yang masih imut hehe)
Mereka juga melihat foto ibu Seo Hyun yang ternyata seorang dokter. Bo Mi menilai kalau Ibu Seo Hyun sangat cantik. Ha Na menebak kalau Seo Hyun pasti mendapatkan kebiasaan belajar yang bagus dari ibunya.
“Apa tante seorang dokter?” tanya Dong Goo pada ibu Seo Hyun yang tengah menyiapkan makan malam. Ibu seo hyun membenarkan, “Kenapa? Apa kau mau disuntik?” ibu Seo Hyun meminta ketiganya ke meja makan. Mereka akan makan malam bersama.
Ibu Seo Hyun mengatakan kalau hari ini ia libur jadi ia ingin menunjukan kemampuannya dalam memasak. Ia tak yakin rasa masakan buatannya seperti apa. Dong Goo menebak kalau rasanya pasti sangat enak. Dong Goo mencicipinya, saking tergesa-gesanya Dong Goo kepanasan hehehe.
Ha Na merasa tak enak dijamu makan malam seperti ini, apalagi mereka bertiga datangnya mendadak. Ibu Seo Hyun mengatakan kalau ia juga ingin sekali bertemu dengan teman-teman putrinya. Ia senang mereka bertiga datang ke rumahnya hari ini.
Dong Goo yang sudah mulai makan memuji masakan ibu Seo Hyun enak sekali. “Sampai berumur 6 tahun kupikir aku akan selalu makan dari alas besi.”
Ha Na tak mengerti apa maksud Dong Goo.
“Di panti asuhan aku selalu makan dennan alas besi. Setelah bersama Nyonya Oh aku makan nasi gulung untuk pertama kalinya.” sahut Dong Goo tak menyadari ucapannya yang ceplas-ceplos.
Bo Mi terkejut, “Apa kau pernah masuk panti asuhan?”
Dong Goo terdiam menyadari kalau ucapannya sudah kebablasan. Ia pun tak bisa mengelak lagi, “Ah ya ampun aku tak seharusnya mengatakan itu.”
Dong Goo memberi tahu ibu Seo Hyun kalau ia tak begitu dekat dengan seo hyun. Yang dekat dengan Seo Hyun ya mereka berdua, Dong Goo menunjuk Ha Na dan Bo Mi.
Ibu Seo Hyun tak mempermasalahkan Dong Goo yang berasal dari panti asuhan. Ia harap Dong Goo tak usah minder seperti itu. Ia pun bercerita kalau dirinya juga sering menjadi sukarelawan di panti asuhan bahkan memiliki banyak teman disana. Dong Goo senang mendengarnya, ia menilai kalau ibu Seo Hyun ini berbeda dengan Seo Hyun yang selalu kaku.
Ibu Seo Hyun bisa menebaknya kalau putrinya pasti tak banyak bicara di sekolah. Ha Na bilang tidak kok, Seo Hyun itu punya banyak teman dan setiap ujian dia selalu mendapatkan nilai sempurna. Bo Mi menambahkan kalau Seo Hyun juga cantik. Ibu Seo Hyun tersenyum miris dan mengatakan kalau Seo Hyun sudah bisa mengurus masalah sendiri. Ia ingin sekali pergi ke sekolah putrinya tapi belum sempat.
Terdengar suara pintu dibuka. Seo Hyun sampai di rumahnya. Ia terkejut begitu melihat teman-temannya ada di rumahnya. “Ada apa ini?”
Ibu Seo Hyun mengatakan kalau teman-teman Seo Hyun datang berkunjung. Seo Hyun mengabaikan ucapan ibunya. Ia bertanya pada teman-temannya, ada apa mereka kesini. Ibu Seo Hyun berkata kalau Seo Hyun meninggalkan ponsel di rumah dan teman-teman Seo Hyun menelepon jadi ia menyuruh mereka untuk datang ke rumah. Ia juga tertarik ingin tahu tentang kehidupan Seo Hyun di sekolah.
“Tutup mulut ibu!” tatapan dan ucapan berbahasa inggris Seo Hyun sangat tajam pada ibunya. Ibu Seo Hyun terdiam terkejut.
Ha Na, Bo Mi dan Dong Goo juga terkejut mendengar ucapan kasar yang keluar dari mulut Seo Hyun. Mereka tak menyangka Seo Hyun bicara sekasar itu pada ibu sendiri. Seo Hyun yang tak suka teman-temannya datang berkunjung menyuruh mereka untuk segera pulang.
Ketiganya keluar dari apartemen Seo Hyun. Dong Goo benar-benar tak percaya kalau tadi Seo Hyun berkata kasar pada ibu sendiri. Bagaimana bisa bicara seperti itu pada ibu, ia menilai ini sungguh keterlaluan. Ia pun pamit pulang lebih dulu.
Bo Mi melihat kalau Dong Goo sangat marah dengan sikap Seo Hyun. “Tapi menurutmu kenapa Seo Hyun begitu?” Ha Na tak tahu, ia juga baru pertama kali melihat Seo Hyun bersikap kasar seperti itu.
Dong Goo di bar Nyonya Oh. Ia berkeluh kesah pada Nyonya Oh tentang sikap kasar temannya terhadap ibunya. Ia tak mengerti dan menilai kalau sikap seperti itu benar-benar anak yang durhaka. Nyonya Oh heran sejak kapan Dong Goo bisa memahami orang lain seperti itu (ah bingung antara menyebut Nyonya Oh atau Kakek Oh) Dong Goo menilai kalau temannya ini memiliki kelainan kepribadian.
“Apa kau bertengkar dengan Ha Na?” tanya Nyonya Oh yang belum paham siapa yang Dong Goo bicarakan. Dong Goo bilang tidak, teman yang ia maksud ini bernama Kim Seo Hyun. Nyonya Oh terkejut, ya ampun apa ini? apa kau berselingkuh? (Wakakaka)
Dong Goo mengeluh kesal, bukan. Bukan begitu. “Nyonya Oh, aku ini tak punya uang, aku juga tak pintar dalam belajar. Kalau aku memiliki ibu, bahkan kalau dia suka mengomel atau marah-marah, aku akan bersikap baik padanya.”
Nyonya Oh tersenyum dan membersihkan botol-botol minuman. Dong Goo terus bercerita mengenai Seo Hyun yang cantik, pintar dan memiliki uang yang banyak.
Tiba-tiba Nyonya Oh merasakan dadanya sakit. Dong Goo yang melihatnya terkejut, “Nyonya Oh apa yang terjadi?” Dong Goo panik melihat Nyonya Oh tak sadarkan diri.
Ha Na dan Bo Mi ke rumah sakit menjenguk Nyonya Oh. Nyonya Oh senang melihat Ha Na datang menjenguknya. Dengan logat kemayunya ia bertanya siapa gadis cantik yang disebelah Ha Na. Ha Na mengenalkan kalau temannya ini bernama Eun Bo Mi. Ha Na juga memperkenalkan kalau pria tua yang terbaring ini kakeknya Dong Goo.
Mendengar kata kakek, Nyonya Oh cemberut. Ha Na pun langsung meralat kalau dia bukan kakeknya Dong Goo melainkan Neneknya Dong Goo, Nyonya Oh (hahaha) Bo Mi yang heran hanya bisa menyapa Nyonya Oh dengan sopan.
Ha Na yang khawatir bertanya apa Nyonya Oh baik-baik saja. Nyonya Oh mengeluh kalau ia baik-baik saja kecuali saat disuntik.
Dokter yang menangani Nyonya Oh dan ibu Seo Hyun datang memeriksa ke kemar. Ibu Seo Hyun yang juga dokter di rumah sakit itu bertanya pada Nyonya Oh apa sudah merasa baikan. Nyonya Oh berkata kalau ia sudah lebih baik.
Ha Na menyapa ibu Seo Hyun. Ibu Seo Hyun terkejut melihat teman-teman putrinya ada di rumah sakit. Ia senang melihat persahabatan mereka yang sangat erat.
Dokter di sebelah ibu Seo Hyun mengatakan kalau kondisi pasien sudah membaik dan hasil pemeriksaan harus keluar sebelum mereka melakukan operasi. Ibu Seo Hyun pun memutuskan kalau memang perlu dilakukan operasi ia harap rekannya ini bisa mengurus semuanya. Dokter itu pun akan merawat Nyonya Oh dengan hati-hati karena dia pasien yang datang sebagai kerabat ibu Seo Hyun.
Seo Hyun berada di kamar rawat ayahnya. Ia menatap sedih kondisi ayahnya yang tak juga ada perubahan. Ibu Seo Hyun masuk ke ruangan itu untuk memeriksa kondisi terakhir suaminya.
Seo Hyun yang mempersilakan ibunya memeriksa kondidi ayahnya dan ia pun malas bicara dengan ibunya duduk dan membaca buku yang dibawanya. Ibu Seo Hyun sedih putrinya selalu menghindar darinya. Ia pun mencatat perkembangan terkini suaminya. Ibu Seo Hyun memberi tahu kalau kakeknya Dong Goo dirawat di kamar 1303. Seo Hyun diam saja, ia tak peduli (hmmm lebih mengarah ke tidak peduli ucapan ibunya)
Ibu Seo Hyun juga memberi tahu kalau teman-teman Seo Hyun datang ke rumah sakit untuk menjenguk kakeknya Dong Goo. Ia harap Seo Hyun keluar untuk menyapa mereka.
Seo Hyun mengangkat wajahnya dan dengan sikap dingin ia mengataan kalau pemikiran ibunya ini salah. Ia sama sekali tak punya teman. Ia menyuruh ibunya segera keluar kalau memang sudah selesai, bukankah ibunya benci berada di ruangan ini.
Karena harus menjaga Nyonya Oh di rumah sakit Dong Goo pun tak bisa berangkat ke sekolah. Ia harus berada di rumah sakit sampai Nyonya Oh sembuh. Ia meminta kedua temannya tenang saja karena nenek sihir itu tak akan menemukannya di rumah sakit ini. Dong Goo menyarankan sebaiknya sebelum pulang kedua temannya pamitan dulu pada ibu Seo Hyun. Keduanya membenarkan tapi ibu Seo Hyun dimana.
Ibu Seo Hyun meminta putrinya berhenti bersikap seperti itu. Seo Hyun yang masih bersikap dingin balik berkata kalau ibunya-lah yang seharusnya berhenti, tak usah mencemaskan dirinya.
Ibu Seo Hyun : “Sudah ibu katakan, ayahmu jadi seperti ini bukan salah siapa-siapa.”
Seo Hyun : “Aku tahu. Aku tak menyalahkan ibu. Jadi pergilah dan hiduplah sesuka ibu.”
Dengan berat hati Ibu Seo Hyun mengatakan kalau ia sudah memutuskan waktunya. Seo Hyun terkejut. Ibu Seo Hyun berkata kalau hal ini sudah menjadi keputusan medis. Seo Hyun tak setuju karena ayahnya masih bernafas, apa hak mereka membuat keputusan seperti itu. Ibu Seo Hyun tak mengerti berapa lama lagi putrinya akan seperti ini, Seo Hyun harus menerima kenyataan.
“Ayah belum meninggal!” Seo Hyun yang marah menolak pihak rumah sakit melepas peralatan medis yang menempel di tubuh ayahnya.
“Lalu berapa lama lagi kau akan bersikap seperti ini?” tuntut ibu Seo Hyun. “Kenapa kau hidup seperti ini disaat yang paling penting dalam hidupmu.” Ibu Seo Hyun mulai marah dengan sikap putrinya.
“Kenapa ibu menyalahkanku?” mata Seo Hyun berkaca-kaca. “Bukankah ibu menginginkan ayah meninggal? Aku mengerti kalau ibu sudah tak tahan lagi. Jadi silakan saja hidup sesuka ibu. Menyembuhkan orang sakit dan mendengar mereka memuji ibu sebagai dokter yang baik.”
Ibu Seo Hyun : “Bagi ibu, kau sama pentingnya seperti ayahmu.”
Seo Hyun meninggikan suaranya sambil menangis, “Aku tak mau. Aku membenci itu. Sampai ayah benar-benar meninggal, aku akan terus mengawasinya, berada di sampingnya. Ibu tak tahu kalau ayah sekarang rambutnya mulai memutih. Ayah belum meninggal.”
Seo Hyun lari keluar kamar sambil menangis. Tapi betapa terkejutnya dia ketika melihat ketiga temannya ada di depan kamar rawat ayahnya bersama seorang dokter yang mengantar. Ya mereka bertiga sepertinya mendengar semuanya. Seo Hyun yang sedih dan marah segera lari dari sana. Ketiga temannya hanya bisa menatap sedih.
Seo Hyun duduk menangis sendirian di bangku taman rumah sakit.
Ibu Seo Hyun bicara dengan ketiga teman putrinya. Ia pun mengatakan kalau yang berada di kamar tadi adalah ayahnya Seo Hyun. “PVS (Permanen Vegetative State) sudah lebih dari dua tahun sejak dia mengalami kecelakaan dan koma. Seo Hyun sangat dekat dengan ayahnya.”
Ibu Seo Hyun : “Karena Tante selalu sibuk dengan rumah sakit, pada suatu hari ada upacara penghargaan kompetisi nasional untuk Seo Hyun. Seharusnya Tante pergi kesana dan mengucapkan selamat pada Seo Hyun tapi Tante mendapat panggilan darurat dari UGD. Jadi ayah Seo Hyun yang pergi kesana.”
Seo Hyun menangis memandang foto keluarganya (ayahnya). Ia berusaha mengusir kesedihan hatinya dan segera mengusap air mata yang terus mengalir.
Seo Hyun sudah tak menangis lagi tapi ia masih melamun sedih duduk di bangku taman. Tanpa ia sadari ada seseorang yang terus memperhatikannya dari jauh. Orang itu ikut merasakan kesedihan Seo Hyun. Siapa? Guru Ma Yeo Jin.
Keesokan harinya di sekolah. Seo Hyun berangkat sekolah seperti biasanya. Ha Na yang cemas bertanya apa Seo Hyun baik-baik saja. Seo Hyun bilang kalau ia tak apa-apa. Bo Mi memberi kode supaya Ha Na jangan bertanya lebih banyak lagi.
Guru Ma tiba di kelas, ia menegur kelompok 6, kenapa lorong di luar kelas sangat kotor. “Apa kalian tak membersihkanya dengan benar?” Ha Na dan Bo Mi berpandangan. Seo Hyun menunduk diam. Ha Na dan Bo Mi pun akan keluar untuk membersihkan lorong di depan kelas mereka.
Pelajaran akan dimulai dan bagi siapa yang tidak ingin mendengarkan pelajaran kali ini diperbolehkan untuk ke kelas seni. Anak-anak pun bergegas ke ruang seni.
Seo Hyun menghampiri Guru Ma menyerahkan secarik kertas berisi tulisannya. Guru Ma tanya apa ini. Seo Hyun mengatakan kalau itu pernyataan refleksi diri yang ia buat. Anak-anak yang akan ke kelas seni heran apa yang dilakukan Seo Hyun.
Seo Hyun berkata bukankah Guru Ma berjanji kalau ia menulis surat pernyataan maka Guru Ma akan mengembalikan lagi hak istimewa yang pernah ia peroleh. Guru Ma membenarkan, jadi sekarang apa yang Seo Hyun inginkan.
Seo Hyun berbalik menatap tajam. Mata Seo Hyun tertuju pada Ha Na dan Bo Mi yang merupakan teman satu kelompoknya. “Aku ingin ganti kelompok.” ucap Seo Hyun tanpa ragu.
Mata Ha Na membesar terkejut.
Bersambung di episode 9
wah sekarang giliran seo hyun yang menjauhi Ha Na, kenapa selalu Ha Na yang di benci...???.
ReplyDeleteKalau menurut saya SeoHyun tak membenci HaNa, dia hanya ingin tak ada orang lain yg tahu dan mencampuri masalahnya.
Deletetapi knapa harus Ha Na yg slau dijauhi,dibenci,dan dikucil kan knapa tdk yg lain memang nya apa slh Ha Na sehingga byak tmn yg menjauhinya.
Deletetinggal dong goo aja nih yang ga jelas dimana emaknya...kasian,,
ReplyDeletekenapa yah Seo Hyun itu gak mau diperhatiin sama si Ha na?
ReplyDeleteitu karena ketika kita dekat dengan seseorang,
Deletedan orang itu tahu kelemahan kita maka kita akan merasa terluka
takut ditiggalkan, ga mau dicampuri urusannya
intinya takut akan kehilangan teman
karena itu Seo Hyun memutuskan pertemanan sebelum bertambah erat
Adohh.....kenapa hrs hana lagi yg dibenci.....kan kasiahan......
ReplyDeletesemangat bikin lanjutanya ya mb anis.. makasih sinopnya.. btw aku kasihan sama seo hyun..
ReplyDeletePas Bo Mi jadi jahat , ngeselin banget sumpah :@
ReplyDeleteApalagi Nari buuh bener2 :@
Tapi karakter yang paling gua suka disini bukan Ha Na , menurut gua Ha Na terlalu baik , terlalu ikut campur masalah org lain meskipun itu niatnya baik tp tetep aja bete ngeliatnyaa :v
Karakter yang paling gua suka disini itu
''Seo hyun'' gua suka karakter dia karna dia disini cerdas , gakterlalu ikut campur , tapi dia juga orang yang berani , dan udah pasti baik cuma dia dingin gak terllalu banyak omong , keren lah pokoknya :)