San dan Hae Joo panik menemukan kakek tak sadarkan diri di bawah guyuran hujan deras. Hae Joo melihat ada alat las di tangan kakek. Kakek tersengat listrik.
Kakek pun dilarikan ke rumah sakit menggunakan ambulance. Di dalam mobil ambulance petugas kesehatan berusaha memompa deyut jantung kakek. San dan Hae Joo menangis cemas.
Petugas memeriksa denyut jantung dan denyut nadi. Petugas mengatakan kalau denyut nadi kakek masih ada. San sedikit menarik nafas lega. Hae Joo yang masih cemas berkata kalau kakek pasti baik-baik saja.
Kakek langsung masuk UGD. San sangat takut sesuatu yang buruk terjadi pada kakek. Hae Joo berusaha menghibur kalau kakek akan baik-baik saja karena kakek orang yang kuat.
Sekretaris Choi mendapatkan tamparan keras dari Presdir Jang. Ia membentak marah, ”Siapa yang menyuruhmu berbuat sesukamu?” Bukankah ia jelas mengatakan kalau ia melarang Sek Choi melakukan itu.
Sek Choi minta maaf, ia yang menyusun rencana ini. Presdir Jang yang marah menyahut kalau membuatnya marah juga bagian dari rencana Sek Choi. “Apa kau tahu dunia seperti apa sekarang ini? Tidak seperti dulu lagi, polisi tak menggunakan kekerasan untuk menyelidiki. Sekarang mereka menggunakan teknologi. Bahkan dengan sehelai rambut mereka bisa menangkap tersangka. Bagaimana kalau dia mati, dasar brengsek?”
Sek Choi tak peduli orang itu mati atau tidak, ia yang akan bertanggung jawab. Sekali lagi ia minta maaf. Presdir Jang tak suka sikap gegabah Sek Choi, “Apa kau pikir aku tak tahu dirimu?” Bentak Presdir Jang. ia berfikir keras apa yang harus dilakukannya sekarang.
Dokter menjelaskan kondisi kakek. Ia mengatakan akibat tersengat listrik organ internal kakek rusak begitu juga dengan sarafnya. Apalagi kakek sudah berusia 85 tahun. Sangat berat bagi pasien untuk melewati malam ini. Jadi dokter berharap San bisa menyiapkan diri untuk kemungkinan buruk yang akan terjadi nanti.
San tambah cemas apa maksud perkataan dokter. Ia marah mencengkeran baju dokter, “Bukannya berfikir bagaimana menyelamatnya tapi malah menyuruhku untuk mempersiapkan diri?”
Dokter diam karena memang ia sudah berusaha semaksimal mungkin tapi kondisi pasien-lah yang sudah tak memungkinkan.
San terdiam lemas. “Bukankah anda dokter? Tolong selamatkan kakekku. Dia tak boleh meninggal dengan cara seperti ini!” San menitikan air mata memohon pada dokter.
Dokter keluar dari ruangan pasien. San berdiri gemetaran mengingat perkataan dokter tentang kemungkinan terburuk yang akan dialami kakek. Tanpa terasa air matanya terus mengalir. Ia menatap kakeknya yang terbaring lemah tak berdaya. Semakin lama air matanya semakin mengalir deras.
Hae Joo pun demikian ia tak kuasa membendung kesedihannya melihat keadaan kakek yang tak baik.
(sumpah akting Kim Jae Won disini bagus banget. Tanpa bicara hanya ekspresi wajah yang seluruh tubuhnya gemetaran sambil menangis bener-bener menyayat hati)
Chang Hee melapor pada Presdir Jang kalau Ketua Tim Chun Hae Joo memberi tahu kantor kalau dia tak masuk kerja alasannya karena kakek Ryan Kang masuk ICU.
Presdir Jang tersentak kaget, ia langsung menatap marah Sek Choi. Chang Hee melihat gelagat aneh dari keduanya. Apa ia langsung mengambil kesimpulan kalau masuknya kakek ke rumah sakit karena dua orang ini.
San menunggui kakek di rumah sakit, jemari kakek bergerak. San langsung terbangun dan melihat kakek, “Kakek apa kau sudah sadar?” Tanyanya cemas. “Kakek apa kau bisa melihatku?”
Kakek berusaha membuka mata dan mengucapkan sesuatu. San minta kakek jangan mengatakan apapun karena akan membuat kakeknya kesakitan. Hae Joo masuk ke ruangan kakek.
Kakek seolah ingin mengatakan sesuatu. San mendekatkan telinganya berusaha mendengarkan.
“Maafkan aku!” ucap kakek terbata-bata.
San bilang apa yang perlu dimaafkan karena kejadian ini terjadi ketika ia tak berada di sisi kakek seharusnya ia-lah yang minta maaf.
“Ibumu, maafkan aku...!” kembali kakek mengucapkannya terbata-bata. “Kau anak yang malang! Jang Do Hyun. Jangan bertarung dengan Jang Do Hyun. Kau bukan tandingannya. Kau dalam bahaya.”
San ingin tahu ada masalah apa antara kakek dengan Jang Do Hyun.
Dengan suara yang masih terbata-bata kakek mengatakan kalau San kau tak perlu menyelamatkan Hae Poong. “Seperti yang kau inginkan, hiduplah dengan senang dan bebas.”
San tak mengerti apa maksudnya.
Kakek mengangkat tangannya. Hae Joo menggenggam tangan kakek. Dengan sedikit membuka matanya kakek berkata pada, “San... Tolong kau jagalah dia!”
Hae Joo sedih mendengarnya, ia minta kakek jangan bicara seperti itu. Cepatlah sembuh.
Disaat bersamaan Presdir Jang datang menjenguk. Hae Joo menoleh melihat siapa yang datang dan memberi hormat. Ia langsung mundur untuk memberi ruang bagi Presdir Jang menjenguk kakek.
Melihat kedatangan Presdir Jang mata kakek membesar terkejut. Presdir Jang menanyakan apa yang terjadi pada kakek. Mendengar suara Presdir Jang, San menatapnya marah.
Presdir Jang kembali bertanya, “Presdir, apa kau baik-baik saja? Bagaimana kau bisa seperti ini? aku Jang Do Hyun!” katanya.
Tangan kakek berusaha digerakkan. Ia seolah ingin mengumpat Presdir Jang, tapi suaranya berat sekali untuk keluar. “Kau.... San.... Kau jangan menyentuhnya!” Ucapan kakek terdengar seperti sebuah peringatan.
Dan setelah itu kakek tak sadarkan diri. Di layar monitor terlihat garis lurus. Kakek maninggal dunia.
“Kakek!” teriak Hae Joo.
San mematung menatap kakek yang tak bergerak. Ia seperti orang linglung. “Kakek!” sebutnya lirih.
San meraih wajah kakek, “Kakek kau tak boleh melakukan ini!” Tangan San gemetaran menyentuh wajah kakek. “Kakek jangan begini. Ini tak lucu. Kakek jangan lakukan ini!” san mulai menangis.
“Kakek aku salah!” tangis San kian menjadi. San mengguncang-guncangkan tubuh kakek, “Kakek bangun!”
San menangis memeluk tubuh kakek. Air mata San semakin lama semakin mengalir deras.
San terus menangis menyalahkan dirinya. Hae Joo ikut menangis melihatnya.
Presdir Jang masih di ruangan itu. Ia tak terlihat sedih juga tak terlihat senang.
Di sisi rumah sakit langsung disiapkan tempat untuk memberikan penghormatan terakhir pada kakek.
Jung Woo yang mendengar berita mengejutkan ini langsung datang melayat. Ia jelas sedih kehilangan kakek. Ia menanyakan penyebab kakek maninggal.
Dengan suara lemas San mengatakan kalau kakek tersengat listrik. Jung Woo menangis mendengarnya. Ia berharap San kuat menerima cobaan ini. San mengangguk pelan.
Jung Woo melihat kalau disana sudah ada Presdir Jang, Chang Hee, dan Sek Choi. Ia menatap marah dan meminta ijin bolehkah ia duduk bersama dengan Presdir Jang. Chang Hee pun pindah tempat duduk.
Jung Woo sepertinya mencurigai Presdir Jang. Ia pun bertanya kapan terakhir kali Presdir Jang bertemu dengan kakek. Sek Choi yang mendengar merasa pertanyaan ini seperti sebuah introgasi.
Presdir Jang berkata kalau ia terakhir kali bertemu kakek sudah lama. Jung Woo kembali bertanya apa setelah itu Presdir Jang tak bertemu dengan kakek. Presdir Jang heran untuk apa ia sering-sering bertemu dengan kakek.
Chang Hee melirik ke arah Jung Woo. Ia juga merasa kalau pertanyaan ini seperti sebuah introgasi.
Jung Woo merasa karena kakek adalah mentor (pembimbing) dan sekaligus saingan, Presdir Jang pasti memiliki perasaan yang berbeda pada kakek. Presdir Jang berkata kalau ia juga merasa sedih. Kalau ia tahu kakek akan pergi secepat ini ia akan sering-sering bertemu dengan kakek.
Jung Woo heran kalau Presdir Jang memiliki perasaan seperti itu bagaimana bisa Presdir Jang mengambil perusahaan Kakek.
Presdir Jang mulai kesal dengan pertanyaan Jung Woo, tapi ia menahan emosinya. “Apa kau datang ke pemakaman untuk bertengkar denganku?”
Jung Woo mengerti karena ia menghormati almarhum ia akan menghentikan pertanyaannya. Ia menatap tajam, “Tapi Jang Do Hyun, semua rahasia dibalik topengmu itu meskipun kau berhasil lolos dari hukum aku akan memastikan semuanya terbongkar suatu hari nanti. Cam-kan itu baik-baik.”
Presdir Jang mencibir apa seorang Pegawai Negeri seperti Jung Woo boleh mengancamnya. Jung Woo yang kesal akan meninggalkan tempat. Hae Joo melihat kalau Jung Woo sudah akan pergi. Jung Woo mengajak Hae Joo bicara sebentar dengannya.
Di lorong rumah sakit Jung Woo dan Hae Joo bicara. Hae Joo mengatakan kalau polisi sudah memastikan kalau kakek meninggal tersengat listrik, ini terjadi karena ada kemungkinan kakek tersengat listrik ketika sedang mengelas.
Jung Woo tanya bukankah Hae Joo yang melihat kakek pertama kali di tempat kejadian. Hae Joo membenarkan. Jung Woo tanya apa disana ada yang terlihat mencurigakan.
Hae Joo berkata kalau kakek itu sudah mengelas selama 50 tahun. Ia merasa kalau kakek pasti tahu bahayanya memegang alat las ketika hujan. Ia merasa ini aneh kalau kakek tetap melakukan pengelasan ketika hujan. Ditambah lagi kakek mengelas tanpa mengenakan alat pengaman. Jung Woo kaget mengetahui kakek mengelas tanpa menggunakan pengaman.
Hae Joo sangat mengerti betul kalau kakek itu orang yang sangat hati-hati dibandingkan orang lain. Awalnya ia tak memikirkan keanehan ini karena ia sendiri kalut. Tapi sekarang ia berfikir ini sangat aneh. Jung Woo makin terkejut, apa ia mulai berfikir kalau ini kasus pembunuhan.
Sang Tae sampai di rumah sakit. Ia langsung menangis begitu mengetahui kakek meninggal. Ia berlutut di depan jenazah kakek. Ia tak menyangka kalau kakek akan pergi secepat ini padahal kemarin kakek masih membentak dan berteriak padanya.
Sang Tae terus menangis ia mengungkapkan kalau setiap pagi ia selalu berharap kalau kakek akan memiliki rasa kasihan padana, “Kakek bangun dan pukulah kepalaku!” Sang Tae menangis sambil memukul kepalanya sendiri. Ia tak percaya kakek telah tiada, “Kakek ini bukan mimpi, kan?”
Sang Tae menghampiri San yang berdiri terdiam. Sambil menangis ia menanyakan kenapa ini bisa terjadi. Siapa yang menyebabkan kakek meninggal. “Kau sekarang sendirian. Apa yang akan kau lakukan? kakekmu meninggalkanmu sendirian begini. Bagaimana dia bisa meninggal dengan tenang seperti ini?”
San menunduk diam menahan kesedihannya.
Sek Kim datang memberi tahu San kalau ada tamu yang datang. San pun menemui tamu itu.
Sang Tae masih menangis dan kembali berlutut, “Kakek tolong pukul kepalaku!”
Tamu itu ternyata Mario. Mario turut berduka cita atas meninggalnya kakek. San mengucapkan terima kasih karena Mario sudah datang disela-sela kesibukan Mario.
Mario berkata kalau ia sudah membicarkan apa yang ia dan San bahas waktu itu pada kantor pusat tentang alat pengebor.
San bertanya apa Presdir Noble mengatakan sesuatu. Mario berkata kalau Presdir Noble sedang mempertimbangkannya dengan positif. Kalau alat pengebor yang San buat bisa berjalan dengan baik, Presdir Noble akan memasangnya pada kapal pengebor TUPI OILFIELD di Brazil tahun depan.
Chang Hee melihat San bicara dengan wakil Presdir Noble. Ia menguping dan terkejut San akan bekerja sama dengan Noble dalam pembuatan alat pengebor.
Chang Hee pun melaporkan ini pada Presdir Jang. Presdir Jang tentu saja terkejut. Chang Hee menyarankan agar Presdir Jang mengambil alih pabrik Ryan Kang.
Presdir Jang mempertanyakan alasan kenapa ia harus bertindak sejauh itu, bukankah teknologi azimuth thruster sekarang sudah ada di tangan Cheon Ji dan San tak akan bisa membuatnya kembali di pabrik itu.
Chang Hee mengatakan kalau ia mendengar pembicaraan Ryan Kang dengan pihak Noble. Ia menduga sepertinya mereka akan mengembangkan teknologi baru dan ia menebak sepertinya kali ini adalah Drilling Rig yang akan dipasang di kapal pengebor. Presdir semakin terkejut mendengar San dan Noble akan mengembangkan alat pengebor.
Chang Hee berkata kalau kita tidak hanya harus mengikat kaki dan tangan mereka tapi juga harus memotongnya. Kalau Ryan Kang berhasil mengembangkan teknologi itu tentu saja akan membuat Cheon Ji rugi. Karena kemungkinan Cheon Ji bisa saja kehilangan hak untuk mengeksplorasi minyak.
Presdir Jang jelas saja marah dengan rencana yang sedang San buat bersama Noble, “Setelah kita mencopot giginya ternyata dia masih saja melawan menggunakan gusinya!”
Mereka menyemayamkan abu kakek di rumah abu. San yang sangat kehilangan satu-satunya keluarga berdiri mematung dengan tatapan kosong di depan abu kakek. Mereka semua kehilangan kakek. Sosok yang tentu saja menjadi panutan bagi Hae Joo dan Sang Tae
San menitikan air mata mengingat hari dimana kakeknya kehilangan Hae Poong dengan cara licik Presdir Jang. Ia juga mengingat kebersamaannya dengan kakek yang tampak bahagia. Dan ia juga mengingat hari dimana ia membenci kakek ketika tahu kalau kakek tak merestui orang tuanya.
San hanya bisa meneteskan air mata. Ia menangis tak bersuara, diam mematung dengan tatapan tak memancarkan adanya semangat hidup. Hae Joo yang tepat berdiri di belakangnya menyentuh pundaknya memberi semangat.
Berita meninggalnya kakek Kang pun terdengar ke semua keluarga Jang. Geum Hee tentu saja terkejut kenapa suaminya baru mengatakan hal ini sekarang, bukankah kakek itu bukan orang yang tidak ia kenal. Presdir Jang berkata kalau ini tak masalah karena ia sudah datang melayat. Jadi untuk apa semua keluarganya pergi kesana toh ini bukan acara perayaan.
Bong Hee menyahut bukankah In Hwa berkencan dengan San, seharusnya In Hwa pergi melayat. In Hwa meralat ucapan bibinya, memangnya siapa yang berkencan dengan siapa. Bong Hee membenarkan In Hwa tak pacaran dengan San tapi In Hwa yang mengejar-ngejar San. In Hwa kesal mendengarnya.
Chang Hee dan Park Gi Chul tiba untuk makan malam bersama. Gi Chul berbasa-basi merasa kalau keluarga Jang tak perlu mengundangnya seperti ini.
Melihat Chang Hee datang Bong Hee langsung kehilangan selera makannya. Ia menggebrak meja dan berdiri. Kalau kakaknya mengundang Chang Hee makan ia tak akan ikut makan malam. In Hwa heran kenapa bibinya bersikap seperti ini, membuatnya malu saja.
Bong Hee meninggalkan meja makan dan menatap Chang Hee, “Kenyataan kalau aku bernafas dengan udara yang sama denganmu, itu membuatku muak!” Sahut Bong Hee meninggalkan ruang makan. In Hwa mengejar bibinya.
Geum Hee minta maaf atas keributan kecil ini. Ia meminta Gi Chul dan Chang Hee untuk duduk dan segera makan malam. Presdir Jang meminta sikap Bong Hee ini jangan diambil hati. Bukankah keduanya tahu sifat adik iparnya itu seperti apa.
In Hwa menarik Bong Hee ke kamarnya. Bong Hee kesal kenapa In Hwa melakukan ini padanya. In Hwa balik bertanya kenapa bibinya juga melakukan itu, “Ketika kau kembali ke rumah kau tak mengatakan apapun ketika aku bilang padamu kalau aku akan menikah dengan Chang Hee.”
Bong Hee berkata kalau waktu itu ucapannya keluar secara tidak sadar. Bagaimanapun juga ia tak ingin bertemu dengan si brengsek Chang Hee, menurutnya Kang San jauh lebih baik.
“Bibi, apa kau tahu betapa sakitnya hanya mengharapkan cinta?” Meskipun ia menyukai San selama lebih dari 20 tahun tapi yang ia dapatkan hanya rasa sakit dan luka. Ia sangat membenci menjadi orang yang seperti itu. Ia mengatakan ini karena Chang Hee nyata akan memberinya kebahagiaan.
Bong Hee heran sejak kapan In Hwa menyukai Chang Hee sampai bisa mengatakan hal ini. In Hwa bilang tak penting kapan ia mulai menyukai Chang Hee tapi yang terpenting ia senang dicintai seseorang karena ia lelah terus-menerus merasakan cinta bertepuk sebelah tangan.
Bong Hee tak mengerti apa In Hwa sedang tak berbuat kesalahan karena ada kemungkinan Chang Hee sedang berusaha memperalat In Hwa. In Hwa menyahut kalau memang Chang Hee memperalatnya, apa hubungannya dengan Chang Hee bisa sehangat ini.
In Hwa meyakinkah kalau ia bahagia bersama Chang Hee. Bukankah tak masalah selama ia merasa bahagia. Bong Hee pun menyerah karena ia tak tahu In Hwa benar-benar mencintai atau tidak.
Bong Hee pun membenarkan daripada In Hwa bersama seseorang yang sama sekali tak melihat In Hwa setelah sekian lama, orang yang bisa membuat In Hwa bahagia itu lebih penting.
Bong Hee : “Bagaimanapun juga tak peduli seberapa dalam kau menggali. Kalau tak ada minyak kau tak akan mendapatkannya.
In Hwa senang dan mengaitkan tangan ke lengan Bong Hee, “Jadi kau tak akan membenci Chang Hee-Oppa kan?”
Bong Hee menilai itu cerita yang berbeda katanya sambil mendorong kepala In Hwa menggunakan telunjuknya.
In Hwa tersenyum manja, “Bibi...!” Bong hee tertawa dan merasa kalau In Hwa sudah menang. Ia tak tahu bagaimana ia hidup ketika seumuran In Hwa. Ia sudah membuang buang 30 tahun masa mudanya.
In Hwa tak mengerti apa maksudnya.
Bong Hee : “Maksudnya aku ini iri padamu.”
Di kantor kejaksaan Jung Woo mendapat laporan dari bawahannya kalau mantan agen intelejen yang Jung Woo perkenalkan pada Kakek Kang dia sudah pergi ke Singapura (menurutku melarikan diri)
Jung Woo tanya sejak kapan perginya. Bawahannya bilang kalau orang itu pergi tepat di hari meninggalnya Kakek Kang.
Ada satu hal lagi yang harus bawahannya sampaikan mengenai ponsel itu. Ia ternyata bisa melacak teleponnya. Itu di sekitar pabrik dimana Kakek Kang tersengat listrik.
Jung Woo kaget, “Apa kau bilang? Apa kau yakin?”
Bawahannya yakin, ia tak mungkin salah. (Oh oh jadi orang yang menelpon setelah membuat kakek tersengat listrik adalah pemilik ponselnya ya)
“Foto kecelakaan Chun Hong Chul mengarah pada Cheon Ji. Sekarang kematian kakek kang.” Jung Woo bertanya penyelidikannya sudah sampai mana. Bawahannya tak tahu pasti. Jung Woo memukulkan tangannya ke buku. “Kita harus menemukan si brengsek itu. Kita harus temukan siapapun orangnya.”
Sek Choi melapor pada Presdir Jang kalau orang yang membocorkan informasi ke kakek Kang adalah Kim Jong Bo. Dia adalah mantan agen intelejen yang berhasil melarikan diri ke Singapura. Ia menduga sepertinya Kim Jong Bo ini memiliki banyak hutang karena bisnisnya gagal. Ia juga menduga kalau Kim Jong Bo melakukan pertemuan dengan Kakek Kang.
Presdir Jang menahan emosi, ia memerintahkan Sek Choi untuk membereskan masalah ini karena ia tak akan tahu apa yang akan terjadi nanti dan lagi ia tak suka dengan gerak-gerik Yoon Jung Woo. Sek Choi mengerti tapi Presdir Jang segera meralat kalau urusan Jung Woo biar ia sendiri yang mengatasinya.
Setelah Sek Choi keluar ruangan, Presdir Jang bergumam kalau masalah yang sudah ia kubur selama 30 tahun bagaimana bisa muncul lagi.
Hae Joo menyiapkan makanan untuk San. Ia tahu kalau San belum makan apapun. Tapi San hanya duduk diam tak bersemangat, tatapan matanya kosong. Ia pun seolah ingin mati saja. Tak ada semangat hidup yang terpancar dari wajahnya.
Hae Joo bilang kalau San akan bertenaga setelah San makan. Ia meletakan sendok ke tangan San, tapi San tak ingin makan dan sendok itu pun jatuh.
Hae Joo bersikap sabar menghadapi San yang terlihat tak memiliki semangat hidup. Ia mengerti karena ia pun pernah mengalami situasi seperti ini.
“Oppa, ketika ayahku meninggal aku juga berfikir kalau dunia ini sudah berakhir. Meskipun aku sangat sedih, aku tetap lapar dan aku tetap tidur. Orang hidup harus bertahan. Bertahan tak peduli apapun yang terjadi. Karena itu jangan seperti ini, semangatlah!”
San tetap diam saja. Hae Joo kembali meletakan sendok ke tangan San. San sepertinya meresapi apa yang dikatakan Hae Joo. Ia mencoba mengambil makanan itu tapi ia tak selera makan dan menunduk sedih.
Hae Joo mengerti perasaan San yang sangat kehilangan kakek. Ia memeluk untuk menghibur San dan menyemangati kalau di dunia ini San tak sendirian.
San menangis sesenggukan, tapi ia menahan tangisnya. Hae Joo terus memberinya semangat untuk tetap bertahan.
Pihak kejaksaan melakukan penyelidikan di TKP. Bawahan Jung Woo mengatakan kalau tak ada jejak yang tersisa. Jung Woo tanya apa bawahannya ini sudah memeriksa semuanya. Bawahannya menjawab ya.
Hae Joo merasakan besi yang diyakini di-las oleh kakek. Ia meraba permukaan benda itu. Jung Woo yang melihat bertanya apa yang Hae Joo lakukan.
Hae Joo berkata kalau ia pernah mengelas dengan kakek, jadi ia tahu kalau hasil las ini bukanlah hasil pekerjaan kakek. Jung Woo tak mengerti apa maksudnya.
Hae Joo menjelaskan bahwa untuk seseorang yang sudah mengelas selama 50 tahun seperti kakek, bukan hanya keanehan kenapa melakukan pengelasan ketika hujan. Tapi ia juga sangat yakin ini bukan hasil pekerjaan kakek.
Sang Tae memberi tahu kalau ia melihat sesuatu yang aneh karena malam itu ia berada di pabrik. Hae Joo heran apa yang kakaknya lakukan di pabrik selarut itu. Sang Tae tak mengatakannya ia menilai apa yang dilakukannya itu tak penting tapi apa yang ia lihat itulah yang terpenting.
Jung Woo tanya apa yang Sang Tae lihat. Sang Tae berkata kalau ia melihat sebuah mobil. Ia sangat paham model mobil dengan sangat baik. “Itu adalah mobil 2011 Elegance. Aku melihat VS Konvertible, aku melihat VS 300 Konvertible.”
“Apa kau melihat plat nomornya?” tanya Jung Woo.
“Aku tak melihatnya karena waktu itu sangat gelap!” Jawab Sang Tae (ya ampun aku pikir Sang Tae melihat plat nomornya)
Hae Joo kembali bertanya maka dari itu ia ingin tahu kenapa kakaknya berada di pabrik semalam itu. Sang Tae kembali berkata kalau itu tak penting karena apa yang ia lakukan tak ada hubungannya dengan peristiwa ini. Hae Joo kesal dan mulai menaboki kakaknya, “Ah keterlaluan!” Jung Woo melerai.
Sang Tae pun mengaku kalau malam itu ia mengambil beberapa logam sisa untuk dijual. Hae Joo marah, apa kakaknya ini datang malam-malam ke pabrik untuk mencuri. Sang Tae menyangkal ia bukan mencuri, seperti yang Hae Joo tahu kalau logam itu sudah tak terpakai lagi jadi ia hanya membersihkannya.
“Apa itu masuk akal?” Hae Joo kembali menaboki kakaknya. Jung Woo kembali melerai ia heran bagaimana Sang Tae tak bisa melihat plat nomor tapi bisa tahu kalau mobil itu bukan mobil model terbaru.
Sang Tae berkata kalau model mobil terbaru itu terlihat ramping seperti tubuh wanita. Sementara yang ia lihat itu mobil persegi, rodanya juga tak terlihat menarik. (wakakaka)
Hae Joo juga heran bagaimana bisa kakaknya memperhatikan hal itu tapi tak memperhatikan plat nomornya.
Sang Tae berkata ia tak memperhatikan palt nomor karena ia tak tertarik, ia lebih tertarik dengan model mobilnya.
Jung Woo menilai itu tak apa-apa, sepertinya itu cukup membantu penyelidikannya. Sang Tae berbangga diri ia sudah sedikit membantu penyelidkan Jung Woo.
Ada rombongan mobil yang datang ke pabrik. Ternyata Chang Hee dan anak buahnya. Sek Kim menanyakan keperluan mereka. Chang Hee menunjukan surat pemberitahuan penutupan pabrik. Sek Kim kaget bukan main.
Chang Hee menyuruh Sek Kim untuk membubarkan semua pekerja karena pemilik pabrik mulai hari ini sudah berganti. Sek Kim tak bisa berbuat banyak ia hanya bisa melihat mereka masuk ke pabrik.
Hae Joo dan Jung Woo menghampiri mereka. Chang Hee menunjukan surat pemberitahuan yang ia bawa. Ia mengatakan kalau pabrik untuk sementara akan diambil alih karena memiliki hutang, jadi ia meminta para pekerja untuk segera meninggalkan pabrik.
Hae Joo tak mengerti apa maksud Chang Hee bukankah Presdir Jang sudah membayar hutangnya dengan persetujuan dirinya yang akan membuat azimuth thruster di Cheon Ji. Presdir Jan pun sudah mengijinkan pabrik berjalan seperti biasanya.
Chang Hee tak peduli itu, kalau mau seperti itu lebih baik Hae Joo diskusikan hal ini pada Presdir Jang. Karena sekarang ia yang berwenang terhadap pabrik ini.
Jung Woo tak habis pikir bukankah Chang Hee ini temannya San. Ia tahu betul kalau Chang Hee sudah banyak berubah tapi tak sepantasnya Chang Hee berbuat seperti ini. Chang Hee meyakinkan kalau ini urusan perusahaan jadi ia minta Jung Woo pergi dan jangan ikut campur. Jung Woo marah, ia menahan geram.
San datang menanyakan apa yang terjadi. Chang Hee menyerahkan surat pemberitahuan itu pada San. Chang Hee menagatakn kalau itu adalah kontrak yang ditandatangani dengan kreditor, kalau hutang melebihi 20% maka San tak bisa membantah keputusan.
San jelas marah dan buk... ia memukul Chang Hee sangat keras. Chang Hee tak melawan ia hanya tersenyum remeh dan menagtakan kalau San akan menghadapi banyak tuntutan. Akan sulit bagi San kalau San juga dituntut melakukan tindak kekerasan.
“Dasar brengsek, kemari kau!” San akan memukul lagi. Hae Joo dan Jung Woo segera menariknya. Jung Woo meminta San agar menahan diri.
Chang Hee mencibir, “Kalau kau ingin memukulku kenapa tak kau diskusikan tindakanmu ini lebih dulu pada jaksa yang ada di sebelahmu? Kalau kau tak punya tujuan lagi selain penjara, aku akan menerima pukulanmu!”
San jelas murka dan akan memukul Chang Hee lagi tapi Jung Woo dan Hae Joo menahan meminta San tak terpancing emosi. “Jangan pedulikan dia. Dia bukan manusia!” kata Jung Woo.
Chang Hee pun meminta anak buahnya untuk menyuruh para pekerja keluar dari pabrik. San, Hae Joo dan Jung Woo menatap Chang Hee penuh kemarahan.
Hae Joo menemui Presdir Jang, ia marah karena ini berbeda dengan janji yang diucapkan Presdir Jang. Ia tak mengerti bagaimana bisa Presdir Jang melakukan ini. Presdir Jang berkata bahwa saat berbisnis semuanya bisa saja berubah, keadaan bisa saja berubah.
Tapi Hae Joo tak mengerti bagaimana bisa orang yang menjalankan bisnis besar seperti Presdir Jang mengingkari janji seperti ini. Meskipun ia bukan apa-apa dimata Presdir Jang tapi bukankah seharusnya Presdir Jang bertanngung jawab terhadap janji itu.
Presdir Jang : “Tanggung jawab? Apa kau pernah bertanggung jawab dengan apa yang kau ucapkan?”
Hae Joo : “Seperti yang kujanjikan. Aku akan mengembangkan azimuth thruster di Cheon Ji.”
Presdir Jang mengatakan kalau ia tahu Hae Joo dan San berencana membuat yang lain di pabrik itu. Ia tahu kalau San berhubungan dengan Wakil Presdir Noble dan akan mengembangkan teknologi baru. Apa Hae Joo pikir ia tak tahu hal itu, bukankah Hae Joo ini pegawai Cheon Ji. Ia bahkan menjadikan Hae Joo sebagai Ketua Tim tapi kenapa Hae Joo malah membuat sesuatu di luar sana.
Hae Joo membela diri kalau sebagai Ketua Tim ia tak pernah melalaikan tugasnya. Jadi bagaimana bisa Presdir Jang mengambil alih pabrik.
Presdir Jang berkata itu karena San menjadi ancaman baginya. “Dia akan membuat sesuatu yang baru dan akan bersaing denganku. Kalau kau jadi aku apa kau akan melihat dan diam saja?”
Hae Joo mengerti Presdir Jang marah. Presdir Jang tak peduli, lebih baik Hae Joo lupakan saja. Kalau Hae Joo tak suka lebih baik keluar dari perusahaannya. Meskipun ia peduli terhadap Hae Joo tapi ia tak membutuhkan orang yang tak bisa berada dipihaknya. Hae Joo menahan marah, tangannya mengepal.
San berada di bank. Ia terkejut melihat tagihan hutang yang jumlahnya bertambah. Petugas bank berkata apa kakek San tak memberi tahu. San bilang kalau bunganya bisa dibayar begitu apatemennya terjual. Yacht miliknya juga sebentar lagi akan terjual.
Petugas bank mengatakan kalau itu semua tidak cukup untuk membeli pabrik. Bukankah ia sudah mengatakannnya pada San.
San panik ia menunjukann rekening-rekeningnya, “Apa masuk akal kalau tak ada yang tersisa dari rekening-rekening ini?”
Petugas bank minta maaf tapi uang yang didalam rekening sudah dihabiskan untuk laboratorium penelitian sedangkan masih banyak pinjaman lain yang belum terbayarkan. Ditambah lagi Presdir Kang Dae Pyung meminjam lagi untuk proyek penelitian yang baru.
San tertunduk lemas, kini ia tak memiliki apa-apa lagi malah hutang yang menumpuk.
Bersambung di part 2
Komentar :
Ternyata benar itu Sek Choi tapi bukan suruhan Presdir Jang. Itu inisiatif Sek Choi sendiri. Presdir Jang sendiri tak menyangka, tapi karena sudah terlanjur ia pun melanjutkannya saja. Tapi secara tak langsung Presdir Jang tentu saja terlibat walaupun ia tak menyuruh Sek Choi.
Sungguh inilah puncak penderitaan Kang San. Kalau disebut perumpamaan ‘Sudah jatuh tertimpa tangga’ Disaat ia kehilangan kakeknya dan masih dalam suasana duka ia harus merelakan pabriknya diambil alih oleh orang lain dengan hutang yang menumpuk.
Stres, sedih, kalut, bingung tak tahu apa yang harus dilakukannya. Tempat berteduh pun ia tak memilikinya.
Untuk episode ini saya menitikan air mata melihat cobaan yang dihadapi San.
Apa yang akan terjadi pada Kang San nanti? Dimanakah ia akan berlindung? Dimanakah dia akan mengadu? Dimanakah dia akan menyandarkan keluh kesahnya? Hiks hiks
semangat mbak
ReplyDeleteditunggu kelanjutannya
ok ok.... semangat...
Deletebikin nyesek aja episode ini,,,,, huft,,,, semakinnnn buennnciiii ma chang hee,,,
ReplyDeleteaku aja nangis lho, nonton n recaps episode ini
Deleteselain jatuh dan tertimpa tangga, San juga tertimpa genteng..,
ReplyDeleteMaski sedih San masih memiliki Hae Joo sebagai tumpuan untuknya berdiri, dan tempat baginya untuk bersandar..,
Jadi jangan sedih terus ya Admin..,
haha, iya juga ya!!!
Deleteyang penting lanjut terus sinopsisnya!!
iya udah ga sedih coz San Oppa dapat best actor ahahaha...
Deleteaduh.., sedih bget liat san menderita.., hiks..hiks...
ReplyDeleteepisode ni bkin nyesek bget..
emang ni salah satu episode yang sad. bercucuran air mata deh...
DeleteGalau tingkat tinggi lihat nih drama,.akhirnya kuputuskan mencari di lapak kesayangan,ternyata dah ada,..!!!!!
ReplyDeleteSenengnya,..^_^
tapi q tetep ngikutin sinopsis dari mbak Anis,.lebih seru soalnya,..hehe
Ternyata filmnya di-cut gitu,.masak 1 episode cuma 1/2 jam,.setelah q bandingkan dengan sinopsis dari mbak Anis,ternyata ada banyak adegan yang dihilangkan di DVDnya,.sedih buaangettz,..hiks,.hiks,.
DeleteMbak Anis tetep semangat ya nulis sinopsisnya,..fighting!!!!
kalau boleh tahu DVD nya 38 in 1 kah. saran aja sih ya kalau beli DVD yang dramanya banyak episode mendingan beli yang banyak keping.
Deletekalau yang combo emang kuka gitu, suma setengah 1 episodenya...
Yupz,.betul bgt,38 in 1.
DeleteAwalnya aq dah curiga sih mbak, coz kalo qt DL video pahe aja hampir 200MB, masak 38 epi bisa muat 1 disc. Tp gara2 kpengen bgt lihat kelanjutan kisahnya, hilang deh akal sehat ku,.hahaha
so sad,,poor kang san,,
ReplyDeleteBerharap dia segera bangkit,,
Chang hee benar2 mengesalkan!!...
Mba Anis...semangat yooo... ^^
pasti mbak, dia emang harus bangkit... paling ga walaupun dia ga punya siapa2. ada hae joo yang selalu bersamanya...
Deletechang hee no komen deh... hehe
sedih banget,,:((((
ReplyDeleteini kayanya episode yg paling bikin nangis deh.. :(
bahkan sang tae yg tiap hr dimarahi kakek aja masih punya hati,,tp dua manusia itu(entahlah,,manusia atau bukan:D),,sumpah ngeselin,,ditambah sek choi,,yg g banyak muncul tp hakdheeesss,,
part 2 nya ditunggu y mbak anis..gumawo..^^
Ditunggu kelanjutanya.....semangat !!!
ReplyDeletejujur,,di episode neh oppa san kelihatan makin ganteng dg kumis +jenggot tipis..he26x *abaikan
ReplyDeletesetelah hujan pasti muncul pelangi...
kita tunggu z pelanginya oppa san...^^
semangaadh y buat sinop'y..
~tika~
aku muak liat wajahnya chang hee.,
ReplyDelete